Quote:
Akhirnya Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“, mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM.
“Masih ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM.
Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.
Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa isu “subsidi” yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah “pembohongan”. Sebagaimana pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga BBM dunia mencapai $120 per-barrel.
Meski dalam blog ini pernah saya kupas secara mendetil mengenai penghitungan biaya dan penerimaan BBM oleh pemerintah, saya ingin kembali mereview-nya secara sederhana. Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel, sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang masih percaya pada bualan soal “subsidi” tersebut.
Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi “kebijakan pemerintah” dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus saja menggunakan isu “subsidi” imaginatif untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM yang saat ini gencar ditayangkan di televisi.
Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak lagi menggunakan imajinasi “subsidi”, melainkan demi mengurangi beban APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah, mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.
Baik, kalau hanya mengatasi “tekanan” APBN ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak “beredar” di “pasar gelap pajak” sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan produksi BBM sehingga penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.
Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM. (muslimdaily/globalmuslim)
http://muslimdaily.net/opini/opini-u...bsidi-bbm.html
Dan berdasarkan tulisan berikut:
Quote:
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl.
http://infoindonesiakita.com/2012/03...bm-itu-bohong/
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel/
>>>
NB:
Dari gambar di atas, dengan asumsi 1 U$ = Rp 10.000,-,
maka harga perliternya adalah = Rp 9.471,-
Jika kita berpatokan pd ilustrasi di atas,
maka PEMERINTAH HARUS MENSUBSIDI SEKITAR 3000 RUPIAH PER LITER AGAR PERTAMINA TETAP BISA MENJUAL PREMIUM SEHARGA Rp 6.500/L ......
======================
Sekarang yg menjadi pertanyaan besar saya adalah :
1. Asumsikan Indonesia SEKARANG Menghasilkan 900 ribu Barel Perhari (BPH) Minyak Bumi Yang Semuanya dari PERTAMINA (Anggap Seluruh perusahaan asing sudah habis masa kontraknya atau DINASIONALISASI)
2. Asumsikan 500 KBPH-nya Diolah Sendiri menjadi BBM Premium
3. Asumsikan Konsumsi BBM Premium dalam Negeri adalah 500 KBPH
Dan Jika berdasarkan ilustrasi di atas dimana:
Retail Price Regular Gasoline adalah 3.58 U$/gallon (Rp 9.500/L),
Maka apakah PEMERINTAH TETAP HARUS MENSUBSIDI PREMIUM SEBESAR Rp 3.000/L agar Pertamina Bisa Menjual seharga Rp 6.500/L .... ???
Mari kita diskusikan bersama dengan kepala yg dingin dan hati yg tenang.
Salam.