Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cilukkkbaAvatar border
TS
cilukkkba
Kebudayaan Harakiri
Definisi
Seppuku (切腹) merupakan salah satu adat para samurai, terutama jenderal perang pada zaman bakufu yang merobek perut mereka dan mengeluarkan usus mereka agar dapat memulihkan nama mereka atas kegagalan saat melaksanakan tugas.Seppuku lebih dikenal dengan istilah harakiri (腹切り, “merobek perut”) yang juga ditulis dengan huruf kanji sebagaimana penulisan pada seppuku. Pada tradisi jepang, istilah seppuku lebih formal. Harakiri merupakan istilah yang secara umum dikenal dalam bahasa inggris, dan sering kali disalah-tuliskan dengan “hari kari”.
Seppuku adalah bagian dari kode kehormatan bushido, dan dilakukan secara sukarela oleh samurai yang menginginkan mati terhormat daripada tertangkap musuh (dan disiksa), atau sebagai bentuk hukuman mati untuk samurai yang telah melakukan pelanggaran serius, atau dilakukan berdasarkan perbuatan lain yang memalukan.

Spoiler for Harakiri:


Sejarah Singkat
Budaya harakiri mulai terkenal pada zaman keshogunan kamakura.Kebanyakan pihak berkuasa yg kehilangan pangkat atau tidak mau dipermalukan apabila jatuh ke tangan musuh juga memilih harakiri untuk membunuh diri. Budaya ini berterusaan sehingga zaman peperangan.Setelah bermulanya zaman endo, pemerintah sosial agak stabil. Namun, budaya harakiri pula semakin berkembang. Walaupun pihak kerajaan melarang perbuatan bunuh diri, tapi ia masih tidak dapat dihalang.
Secara umumnya, ramai orang yg menganggap bahwa roh manusia berada dlm perut sendiri. Karena itu demi menunjukkan roh sendiri kepada orang ramai, samurai melakukan harakiri sebagai cara dan upacara menunjukkan kepada orang ramai.

Budaya harakiri ialah cara membunuh diri yg mula berkembang pada zaman heian. Minamoto no tametomo dianggap sebagai orang yg paling awal membunuh diri dengan cara harakiri.

Pada zaman jepang purba, jika samurai dijatuhkan hukman mati atas arahan tuan, harakiri dianggap sebagai cara kematian yg mulia berbanding dengan pancung kepala.

Sejak zaman perperangan Jepang hingga permulaan zaman edo, mereka yang melakukan harakiri tidak memerlukan bantuan kaishakunin. Mereka terus memotong perut sendiri sehingga membentuk bentuk bersilang, organ dalam pecah sehingga mati karena kehilangan darah. Cara memotong ini dikenal sebagai ”cara pemotongan bersilang”.

Pada perubahan modern menganggap bahwa apabila ujung pisau terkena pada organ dalam, seseorang itu pasti kehilangan rasa. Orang terakhir yg mengunakan cara pemotongan bersilang adalah nogi maraesuke pada tahun 1912.

Motif Harakri
Harga diri, malu, balas dendam, Keadaan ekonomi yang tidak baik (alasan terbanyak karena kehilangan pekerjaan/ bukan karena kemiskinan).

Ritual Harakiri
Upacara harakiri ini telah dipersiapkan berbulan-bulan sebelumnya. Sebelumnya orang melakukan harakiri harus mendapatkan seorang pendamping sebagai asisten yang berfungsi sebagai algojo. Sang algojo ini mendapatkan tugas untuk memancung kepala dari orang yang melakukan harakiri. Seorang yang akan melakukan harakiri, dilarang mengeluh, mengerang, mengaduh ataupun memperlihatkan wajah nyeri ataupun takut pada saat ia mau mati. Ia harus mati dengan tabah dan gagah. Untuk menghindari terjadinya hal ini, maka setelah sang pelaku harakiri menusukkan pisau ke perutnya, maka sang algojo harus segera memancung kepalanya dengan samurai. Dengan demikian ia bisa mempercepat proses kematian dan tidak perlu menderita. Asisten pembunuh ini lebih lazim dengan sebutan kaishaku-nin. Ilmu memancung kepala dengan cepat dan baik ini bisa dipelajari dan disebut seiza nanahome kaishaku.

Spoiler for Harakiri:


Para pelaku harakiri selalu mengenakan baju putih yang melambangkan kebersihan dan kesucian. Mereka menusuk perutnya dengan menggunakan pisau kecil berukuran 30 s/d 60 cm yang disebut wakizashi atau tanto yang kemudian dibungkus dengan kertas putih. Pisau tersebut ditusukan keperut 6 cm dibawah pusar yang disebut tanden. Berdasarkan ajaran zen, disitulah letak pusatnya chi atau letaknya jiwa manusia. Mereka bukan hanya sekedar menusuk begitu saja melainkan harus dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah agar perutnya bisa benar-benar robek dan ususnya keluar. Prosedur merobek perut ini disebut jumonji-giri. Mereka melakukan harakiri disaksikan oleh beberapa orang, bahkan oleh anggota keluarganya sendiri dan juga oleh bikshu shinto.

Tata cara memotong perut memiliki aturan yang disesuaikan dengan seberapa besar seseorang yang akan ber-harakiri melakukan kesalahannya. Bila seorang samurai merasa kesalahannya biasa, namun menganggap hanya dapat ditebus dengan jalan harakiri, maka ia akan melakukan harakiri dengan cara memotong perut dari kiri ke kanan. Bila seorang samurai merasa kesalahannya begitu besar, maka ia akan melakukannya dengan cara memotong perut dari kiri ke kanan, kembali ke tengah, lalu ke atas membelah ulu hati. Bila ia masih merasa bersalah dan sulit untuk menebus kesalahannya dengan apa pun, maka kesalahan hanya dapat ditebus dengan cara melakukan harakiri dengan cara terakhir, yaitu dipenggal kepalanya oleh seorang kaishaku-nin . Sebelum mereka harakiri mereka menulis puisi kematian atau death poem (jisei no ku).

Ada sebuah perkataan dari seorang samurai, Hagakure, pada kurun abad ke- 18, yang terkandung dalam hukum ihwal kematian. Petikan berikut ini merupakan isi buku hagakure : “kita semua mau hidup. Dalam kebanyakan perkara, kita melakukan sesuatu berdasarkan apa yang kita suka. Tetapi, sekiranya tidak mencapai tujuan kita dan terus untuk hidup adalah sesuatu tindakan yang pengecut. Tiada keperluan untuk malu dalam soal ini. Ini adalah jalan samurai (bushido). Jika sudah ditetapkan jantung seseorang untuk setiap pagi dan malam, seseorang itu akan hidup walaupun jasadnya sudah mati. Dia telah mendapat kebebasan dalam jalan tersebut. Keseluruhan hidupnya tidak akan dipersalahkan dan dia akan mencapai apa yang dihayatinya.”.

Harakiri tidak dilakukan oleh kaum pria saja melainkan juga para samurai wanita meskipun jarang yang bertarung di medan perang namun para wanita ini terlatih dalam menggunakan kaiten (belati jepang) & naginata, yang akan mereka gunakan untuk bunuh diri atau menyerang musuh dengan menjadikan diri mereka sebagai anak panah hidup (living spear). Akan tetapi, ritual harakiri bagi kaum wanita dilakukan dengan cara yang berbeda dan harus meminta izin terlebih dahulu. Harakiri tersebut dikenal dengan istilah jigai. Dalam ritual ini, mereka tidak menusukkan pisau ke perut melainkan dengan memotong tenggorokannya atau dengan menusuk jantung menggunakan pisau/jepit rambut yang panjang dan tajam.

Sikap Teladan dari Harakiri
Sungguh-sungguh, pada zaman bakufu, adanya ajaran bushido yang berkaitan dengan hara-kiri, masyarakat khususnya samurai dalam mengemban tugas sangat bersungguh sungguh. Kesungguhan ini dapat terlihat dengan jelas melalui cara kerja samurai pada masa itu, hal ini juga nampak pada pekerja jepang zaman ini, etos kerja dan royalitas pada perusahaan tidak perlu diragukan lagi.
Bertanggung jawab, hara-kiri yang seyogyanya sebagai simbol permintamaafan karena gagal mengemban tugas, menjadikan samurai memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Bagi mereka, lebih baik mati daripada tidak bertanggung jawab atas kegagalan yang telah dilakukannya.
Kesetiaan, hara-kiri, merupakan bukti kesetiaan yang mengajarkan para samurai untuk setia terhadap tuannya dan negara.
Keberanian, hanya orang-orang yang mempunyai keberanian yang mampu melakukan hara-kiri. Oleh karena itu, pada zaman bakufu, masyarakat jepang khususnya samurai, mempunyai keberanian yang sangat besar, dikarenakan ajaran bushido dan keteguhan hati para samurai.
catros
catros memberi reputasi
1
4.2K
26
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.