Quote:
Sekitar 50 persen mobil baru yang mendominasi pertambahan kendaraan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan mobil murah. Pertambahan kendaraan baru itu dinilai merupakan salah satu faktor penyebab kemacetan arus lalu lintas di DIY.
“Mobil-mobil murah itu membuat orang ingin dan mudah beli mobil baru,” kata Kepala Bidang Anggaran Pendapatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) DIY, Gamal Suwantara, Selasa, 19 Agustus 2014.
Padahal, kata dia, mobil murah itu hanya sedikit menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) DIY. Berdasarkan data yang dimilikinya, target PAD 2014 dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sebesar Rp 1 triliun. Namun pendapatan dari pajak mobil murah hanya menambah PAD sekitar dua persen, yakni Rp 24 miliar.
Jumlah mobil baru hingga Maret 2014 di DIY tercatat 29.372 unit. Pada 2013, tercatat jumlah mobil baru selama setahun sebanyak 148.304 dan kendaraan lama yang telah mendapat pengesahan ulang 1.248.663, sehingga total kendaraan bermotor selama 2013 sebanyak 1.396.967.
Membanjirnya mobil murah di Yogyakarta hanya ditangkal dengan penerapan pajak progresif. Tapi penerapan pajak progresif untuk wilayah DIY pun relatif kecil, sehingga tak efektif mengerem orang membeli mobil. Kepemilikan kendaraan kedua dikenai pajak progresif hanya 1,5 persen, kemudian kepemilikan ketiga 2 persen, kepemilikan keempat 2,5 persen, dan kelima 3 persen.
Ini berbeda dengan besaran pajak progresif mobil di DKI Jakarta, yaitu kepemilikan kedua dikenai 2 persen, ketiga 4 persen, keempat 6 persen, dan kelima melonjak menjadi 10 persen.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menawarkan solusi penanganan kemacetan lalu lintas dengan membangun jalan layang (flyover). “Enggak ada pilihan. Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan harus mengkaji, mana yang sudah memerlukan flyover atau lewat bawah (underpass),” kata Sultan, Selasa, 19 Agustus 2014.
Raja Keraton Yogyakarta ini juga mengajukan solusi untuk menangani kemacetan di Yogyakarta dengan menambah area parkir. “Karena Yogyakarta sebagai Jogja Heritage City, kalau bisa, bus-bus wisata tidak mesti harus masuk kota,” kata Sultan.
sumber:
TEMPO
nah tuh siapa yang harus disalahkan, lebih enaknya sih sadar diri kalau menggunakan kendaraan pribadi bisa menyebabkan kemacetan, gunakanlah seperlunya aja