Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

prabowowinAvatar border
TS
prabowowin
gue sangat yakin klo perhitungan suara tertukar, harusnya prabowo menang
Mengapa mendukung Prabowo? Ya karena saya yakin dengan tawarannya di masa kampanye dulu. Masuk akal, realistis, disampaikan tanpa ada yang ditutup-tutupi, dan yang paling utama: pas dengan kebutuhan Bangsa kita untuk menjawab tantangan 5 tahun ke depan.
Mengapa saya tetap mendukung Prabowo, walau pun bukan dia yang diputuskan menang oleh KPU dan gugatannya ke MK ditolak? Karena saya yakin dia yang menang. Dari mana dasar keyakinan saya? Hanya bermodal keyakinan buta belaka? Tidak. Ini jawabannya.

Saya percaya pada proses-proses yang berlandas ilmiah. Dalam Kontestasi Pemilu, sebuah “tool” bernama Quick Count (QC) telah diciptakan untuk menghitung-cepat hasil Pemilu. Salah satu referensi paling bagus mengenai QC ini adalah dari National Democratic Institute (NDI) yang dapat Anda lihat di https://www.ndi.org/files/1417_elect...unthdbk_0.pdf.

QC yang menempatkan Joko Widodo sebagai pemenang Pilpres cacat matematis. Saya merujuk ke QC yang ditayangkan Metro TV 9 Juli 2014. QC ini diselenggarakan oleh Indikator Politik Indonesia (IPI, patron Burhanudin Muhtadi) dan dijadikan latar belakang klaim kemenangan kubu Joko dalam konferensi pers. QC ini masih dapat diamati kurva stabilitas suara-nya di http://www.indikator.co.id/pilpres20...stabilitas.php dan sebaran suara wilayah di http://www.indikator.co.id/pilpres20...4/analisa.php.

Cacat matematis terjadi antara data-masuk sebanyak 340 TPS ke data-masuk sebanyak 360 TPS (atau dapat disebut saat data-masuk sebanyak 17% ke data-masuk sebanyak 18%). Pada pertambahan data sebanyak 1% (20 Sampel TPS) terjadi kesalahan matematis . Proyeksi suara Prabowo yang sebelumnya 58,08% turun ke 54,06% (data bisa Anda lihat dengan menempatkan kursor pada tanda itik-titik pada kurva). Penurunan sebesar 4,02% ini adalah melebihi dari penurunan suara maksimal yang mungkin.

Pada saat data-masuk mencapai 17%, proyeksi jumlah nominal suara yang diraih Prabowo adalah 58,08% x 17% x N, di mana N adalah jumlah suara sah hingga saat itu. Berapakah N? Nanti kita lihat di data KPU. Hasil perkalian itu adalah 0,098736N. Dalam bahasa sederhana: hingga 17% suara dihitung, Prabowo sudah meraih 0,098736N suara.
Pada saat data-masuk mencapai 18%, proyeksi suara Prabowo adalah 18% x 54,06% x N = 0,097308N (!). Saya kasih tanda seru dalam kurun sebagai ungkapan keterkejutan. Anda bayangkan saja, Anda sudah punya 0,098736N lalu ke depannya milik Anda tinggal 0,097308N ! Ini kan tidak mungkin.

Jadi, landas matematis QC ini sudah SALAH. Itu secara matematis. Secara praktis, dengan menggunakan logika terbalik, saya menduga kesalahan matematis itu terjadi sebagai akibat dari intervensi yang disengaja. Sebuah tindakan terburu-buru atas kepanikan intelektual yang terjadi dengan memaksakan naluri. Sederhananya saya duga: Manipulasi.

Data-masuk sebanyak 17% itu (sebelum manipulasi) tercapai sebelum pukul 13.15 WIB. Apa yang bisa kita simpulkan? Ya, suara-suara itu berasal dari daerah waktu Indonesia Timur dan Indonesia Tengah. Tidak mungkin suara dari TPS WIB sudah masuk ke data center sebelum jam segitu. Lagi pula, kalau memang ada suara dari WIB yang masuk, apa yang terjadi dengan suara dari WIT dan WITA yang sudah lama tuntas menghitung? Sudah hampir 2 jam sejak WIT menghitung. Sudah 45 menit sejak WITA selesai menghitung (asumsi menghitung 30 menit).

Total jumlah TPS dari kawasan WIT dan WITA yang dijadikan sampel oleh IPI adalah 396. Ini mewakili 19,8% dari total 2000 sampel TPS.

Dengan data-masuk 17% dan suara Prabowo 58,08%, jelas ini maknanya “disaster” bagi Metro dan IPI yang secara kasat mata berada di kubu Joko Widodo. Suara Kawasan Timur (meliputi WIT dan WITA) dapat disimpulkan sebagai milik Prabowo! Jika Prabowo menguasai KTI yang dikenal sebagai basis runmate Joko Widodo (Jusuf Kalla) dan “kandang banteng” Bali-NTT, di mana lagi Joko berharap? Jateng sebagai kantong andalan akan terkuras habis untuk menutupi defisit yang diakibatkan KTI ini. Lalu, dengan apa menghadapi suara Jabar yang segede gajah itu? Harap diingat, selain sebagai penyelenggara QC, IPI juga berperan ganda sebagai penyelenggara survey opini. Mereka sudah punya data Elektabilitas sehingga bisa “membaca” suara. Ketinggalan 8% x N itu besar sekali. Dengan DPT 190 juta dan perkiraan alamiah tingkat partisipasi 70% menunjukkan N adalah 133 juta (dan kenyataannya memang “didemikiankan” pada angka 133 juta, he he he). Artinya tekor 8% itu sama dengan 10,6 juta suara (!).

Yang lebih “disaster” lagi dari data-masuk hingga 17% itu adalah: TREND. Perpotongan (cross point) suara sudah terjadi jauh di depan antara data-masuk 1% ke data-masuk 2%. Joko yang awalnya unggul 60,84% tiba-tiba drop ke 36,01%. Selanjutnya selama 16% data-masuk berikutnya Prabowo unggul. Sejak data-masuk 160 TPS atau 8% data, TREND sudah terbentuk. Prabowo mulai stabil di kisaran 57 – 58%. Tiga titik terakhir (15, 16, 17% data-masuk) bahkan kestabilan nyata terlihat 58,05 – 58,14 – 58,08. Sangat stabil. TREND yang sudah terbentuk ini-lah yang saya duga membuat sebuah “intervensi manipulasi” harus segera dilakukan. Untungnya, intervensi tersebut menimbulkan jejak matematis yang tidak terbantahkan.

Nah, dari sini saya merasa sangat aneh. Mengapa Real Count KPU bisa persis berada dalam ruang proyeksi sebuah QC yang manipulatif?
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3K
49
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
Pilih Capres & CalegKASKUS Official
22.5KThread3.1KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.