Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yantiqueAvatar border
TS
yantique
Subsidi BBM Bohong Belaka. Ada Permainan Mafia Migas Dibalik Semua Penipuan itu?
Subsidi BBM Bohong Belaka, Visi Indonesia Tuntut Petral Dibubarkan Saja
Rabu, 06 November 2013 , 19:20:00 WIB

RMOL. Dugaan permainan mafia minyak dalam impor bahan bakar minyak (BBM) di tubuh anak perusahaan PT Pertamina, Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) sudah sangat memprihatinkan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Visi Indonesia mendapatkan informasi dari sumber di Pertamina yang mengungkap istilah 'subsidi' ternyata hanya kebohongan pemerintah belaka. "Mendapat cerita tersebut kami sangat merasa pedih menyaksikan kerakusan para pejabat pemerintah pusat dan pejabat di Pertamina yang berkongsi dengan mafia minyak Mr. Mohammad Reza Chalid," tutur Rusdiansyah selaku Direktur Eksekutif Visi Indonesia melalui keterangannya, Rabu (6/11).

Data yang diperoleh Visi Indonesia dari sumber tersebut, beber Rusdiyansyah, menunjukkan bahwa harga premium dan solar dari Russian Oil cuma 424 Dolar AS per metrik ton atau kurang dari Rp 4.300 per liter. Lalu melalui Petral angka senilai 425 Dolar AS itu di-mark up 300 Dolar AS sehingga menjadi 725 Dolar AS. Dan dimark-up lagi oleh Pertamina hingga mencapai 950 Dolar AS. Angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah ‘subsidi’ dan menarik anggarannya dari APBN. "Setiap hari, Indonesia mengimpor 350 ribu barel minyak mentah dan 400 ribu barel BBM. Bisa kita bayangkan dan hitung berapa nilai kerugian negara yang dibayarkan lewat 'subsidi' illegal ini," tekannya.

Dengan fakta yang ada ini, Visi Indonesia berpandangan bahwa pembelian BBM melalui Petral merupakan pemborosan anggaran, perampokan APBN dan tindakan memperkaya mafia BBM bersama kroni-kroninya. Untuk itulah pihaknya mendesak KPK harus cepat dan tegas memburu serta menangkap para mafia migas di Pertamina seperti Mohammad Reza beserta kroni-kroninya yang selama ini berpesta pora di atas penderitaan rakyat Indonesia. Pertal pun sebaiknya dibubarkan saja. KPK juga harus menjadikan pemeriksaan kepada Direktur Utama PT.Pertamina, Karen Agustiawan, dalam kasus suap mantan kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, sebagai pintu masuk untuk membongkar mafia minyak di Petral. "Karen Agustiawan sangat mengenal dan sangat faham mengenai track record dari operasional Petral dan para pihak yang terkait dengan trading minyak, karena Petral berada di bawah kewenangan PT.Pertamina, perusahaan yang dipimpin Karen," terang Rusdiansyah.
http://politik.rmol.co/read/2013/11/...bubarkan-Saja-

Eggy Sudjana dan SIRI Bongkar Mafia Migas Di Lingkaran Istana
Rabu, 06 November 2013

SIAGA – JAKARTA Perjuangan membela bangsa dan Negara harus dilakukan warga Negara dimana saja dan kapan saja, itulah motto hidup Dr. H. Eggy Sudjana, S.H. M.Si. Gagal dalam Pilkada di Jawa Timur 2013 lalu untuk duduk sebagai Gubernur, tidak membuat Presiden Suara Independen Rakyat Indonesia (SIRI) ini berhenti membongkar borok pejabat korup walau harus menyeret orang nomor satu di negeri ini sekalipun. Upaya untuk membongkar mafia migas dalam pembangunan kilang gas cair Donggi – Senoro di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah yang diduga merugikan negara ± 1584 Miliyar US Dolar siap dibongkar oleh Presiden SIRI Dr. H. Eggi Sudjana, S.H. M.Si. “Kami siap menunjukan adanya orang-orang yang tepat menjadi saksi untuk membantu KPK membongkar semua dugaan korupsi di SKK Migas, Pertamina dan ESDM. Mereka yang bersangkutan bisa menjadi saksi dan memiliki bukti yang kuat tentang kronologi kecurangan di proyek pembangunan kilang gas ini,” ungkap Eggi usai menyerahkan laporan penyimpangan proyek kilang gas cair Donggi - Senoro ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (6/11/2013).

Menurut Eggy seharusnya KPK tidak hanya memblow-Up kasus kasus yang tertangkap tangan saja, namun juga berdasarkan laporan dari masyarakat. “Data-data yang kami serahkan sekarang ini segera diadakan pemeriksaan dan selanjutnya menangkap, memeriksa dan mengadili pihak-pihak yang diduga terlibat dalam proyek tender Donggi Sonoro yang belum bisa kami sebut namanya satu persatu ke public demi untuk menjaga etika hukum atau azas praduga tak bersalah,” terang Eggy.

Diyakini oleh mantan Calon Gubernur Jatim ini, saksi-saksi kunci yang akan dihadirkannya di KPK dapat mengungkap keterlibatan orang orang di seputar Istana Negara. “Kami meminta KPK dengan kesunguhannya menangani kasus ini sesegera mungkin karena dengan kasus ini saja telah merugikan negara ± 1584 Miliyar US Dolar,” jelasnya. Menurut Eggy, indikasi kuat adanya keterlibatan pihak Istana dapat dilihat setelah terjadinya pergantian kepemimpinan Nasional dari SBY -JK ke SBY- Boediono. Kebijakan yang di dengungkan JK berubah seratus delapan puluh derajat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh menetapkan bahwa alokasi Donggi-Senoro akan memasok domestik dengan proporsi sekurang-kurang nya 25% hingga 30 % dengan mempertimbangkan tekno ekonomi proyek dan pembangunan pemenang tender diberikan kepada Mitsubishi Corporation, meskipun ada penawaran lebih tinggi dari peserta tender lainnya. Namun faktanya rezim SBY- Boediono justru membuka peluang alokasi gas diekspor seluruhnya dan harga pembangunan proyek Donggi jauh diatas harga pasar. “Oleh karena itu diharapkan kepada seluruh Komisioner KPK untuk dapat bergerak cepat dan profesional untuk mengusut kasus ini sampai kepada kalangan Istana Negara. Apabila KPK tidak mengusut kasus ini, maka patut diduga keras KPK tidak berani alias pengecut. Dan artinya, KPK jelas-jelas menghianati amanat rakyat untuk memberantas korupsi di Indonesia. Karena itu patut untuk dengan kesadaran nya mengundurkan diri dari Komisioner KPK. Selanjutnya waktu akan berjalan terus yang di kemudian hari Insya Allah rakyat dengan caranya sendiri akan membuat pengadilan nya terhadap para Koruptor tersebut ,” pungkas Eggy yang membawa sekitar 50 massa ke KPK ini.
http://www.siaga.co/news/2013/11/06/...gkaran-istana/

Rudi Rubiandini:
Saya Akan Bongkar Semua Mafia Migas Nasional
Selasa, 20 Agustus 2013 , 00:12:00 WIB

RMOL. Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas non aktif, Rudi Rubiandini, menebar janji. Rudi tegaskan tak segan membongkar mafia migas yang selama ini merugikan triliunan uang Negara. "Saya nanti akan bongkar semua mafia migas nasional," kata Rudi dalam wawancara eksklusif kepada JPNN, Senin (19/8). Rudi menyampaikan hal itu menjawab pertanyaan seputar kabar dirinya dijebak oleh pihak tertentu. Rudi ditangkap petugas KPK dalam operasi tangkap tangan lima hari setelah lebaran, tepatnya Selasa pekan lalu, di kediamannya Jalan Brawijaya VIII Jakarta Selatan. Penangkapan dilakukan tak lama setelah Rudi menerima suap 400 ribu dolar AS dari Simon Gunawan Tanjaya yang dititipkan melalui seorang politisi bernama Devriadi alias Ardi.

Rudi yang diberhentikan sementera oleh Presiden SBY dari jabatannya sebagai Kepala SKK Migas sehari setelah penangkapan, menegaskan apa yang dialaminya saat ini bagian dari risiko tugas yang harus ditanggungnya. "Saya berada di tengah-tengah ratusan penjahat Migas. Saya berusaha mana yang bisa diperbaiki, saya perbaiki. Bagi yang tidak bisa, saya terus berusaha dan berusaha. Ini tidak mudah. Saya sudah berusaha menjaganya. Tapi inikan banyak sekali pemainnya, banyak lawan-lawannya. Saya sendiri di dalam tapi mereka bermain dengan kawan-kawannya di luar," demikian Rudi.

Rudi juga menegaskan penangkapan dirinya terkait dugaan suap oleh KPK sama sekali tidak berhubungan dengan Konvensi Capres yang dihelat Partai Demokrat. Apa yang dialaminya saat ini, katanya, tidak ada kaitannya dengan politik tapi murni masalah hukum. "Jadi tidak benar kalau saya diperas Partai Demokrat, apalagi menerima suap untuk memberi dana konvensi itu. Janganlah bikin negara heboh begitu," demikian Rudi.
http://www.tribunnews.com/nasional/2...ik-mafia-migas

Analisis Mafia Migas:
Carut Marut Pengelolaan Migas di Indonesia
Kamis, 19 September 2013 13:09 WIB

Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas, semakin membuka mata kita tentang liberalisasi migas serta mafia migas di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan yang terburuk untuk kawasan Asia Oceania seperti yang disebutkan Fraser Institute Canada dalam laporannya berjudul Global Petroleum Report berturut-turut untuk 2010, 2011, dan 2012(Kurtubi: 2013) . Kasus ini sebenarnya hanyalah satu diantara kasus lain yang menunjukan carut marutnya pengelolaan migas di Indonesia.

Sistem tata kelola di bawah UU Migas No 22/2001 menjadi legalisasi liberalisasi migas di Indonesia. UU Migas No 22/2001 melanggar konstitusi dan merugikan negara secara finansial. Karena, potensi penerimaan negara dari sektor migas baik hulu dan hilir banyak tersedot oleh para pemburu rente yang bersekongkol dengan pejabat pemegang otoritas. Inilah kemudian yang sering disebut sebagai `mafia migas’.

Liberalisasi Migas di Indonesia
Liberalisasi migas di Indonesia terjadi semenjak orde baru. Hal ini ditandai kedatangan investor asing yang mengeksplorasi Sumber Daya Alam (SDA). Liberalisasi juga dilakukan dalam pertambangan dan pengilangan minyak. Liberalisasi migas semakin menjadi ketika disahkannya UU Migas No. 22 tahun 2001.

UU Migas ini menjadikan negara hanya diberikan peran sebagai regulator. Investor asing lah yang menguasai baik di hulu (eksplorasi) maupun di hilir dengan membuka SPBU asing. Memang secara formal negara memang masih diakui sebagai pihak yang menguasai migas (pasal 4 ayat 1), tapi penguasaan itu sekadar menjadikan Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan (pasal 4 ayat 2). Yang dimaksud dengan kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi (Dalam pasal 1 ayat 5). Sebagai pemegang kuasa pertambangan, Pemerintah diberi kewenangan membentuk Badan Pelaksana (Pasal 4 ayat 3).

Kendati disebut sebagai badan pelaksana, fungsi dan tugasnya tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi secara langsung. Badan ini hanya berfungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu (Pasal 44 ayat 2). Di antara tugasnya adalah melaksanakan penandatanganan kontrak kerja sama, memonitor pelaksanaannya, dan menunjuk penjual migas (Pasal 44 ayat 3). Adapun pelaksana langsung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi—disebut dengan kegiatan usaha hulu—adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang didasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (Bab IV, pasal 11, ayat 1).

UU Migas juga menjadikan seluruh kegiatan usaha migas baik hulu maupun hilir semata berdasarkan pada mekanisme pasar. Selain pasal di atas ternyata pasal-pasal lain yang justru sangat menguntungkan asing. Munculnya UU tersebut tidak lepas dari campur tangan asing. USAID (United States Agency for International Development), lembaga donor pemerintah Amerika Serikat, terus terang mengakui campur tangannya dalam penyiapan liberalisasi migas Indonesia. ‘’USAID has been the primary bilateral donor working on energy sector reform (USAID telah menjadi donor bilateral utama yang bekerja pada reformasi sektor energi).’’

Salah satu hal utama sebagai konsekuensi pengesahan UU 22/2001 ini adalah perlu dibentuknya adanya Badan Pelaksana (dibentuk BPMIGAS) dan Badan Pengatur (dibentuk BPHMIGAS) serta perubahan bentuk PERTAMINA menjadi persero. PERTAMINA bukan lagi sebagai perusahaan pengelola dan pemegang kuasa pertambangan. Dalam kegiatan hulu PERTAMINA akan menjadi perusahaan yang diberlakukan seperti perusahaan-perusahaan kontraktor. Dan akhirnya PERTAMINA juga mendandatangani KKKS dengan BP MIGAS pada tanggal 17 September 2005.

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi BPMIGAS dibentuk pada tanggal 16 Juli 2002 berperan sebagai pembina dan pengawas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia. BPMIGAS berwenang sebagai wakil pemerintah untuk mengatur masalah pengawasan dan pembinaan kegiatan Kontrak Kerja Sama yang sebelumnya dikerjakan oleh PERTAMINA..

Pada tanggal 13 November 2012, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk membubarkan BP Migas karena dinilai sangat bernuansa kepentingan kapitalis. MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. Putusan MK itu berawal dari pengajuan Judicial Review oleh 30 tokoh dan 12 organisasi kemasyarakatan (ormas), termasuk di antaranya Hizbut Tahrir Indonesia.

Namun, pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi tidak berarti liberalisasi migas ikut bubar dan mampu menghentikan praktek mafia migas. Pemerintah bertindak cepat dengan menerbitkan Perpres No 95/2012 tentang pengalihan tugas dan kewenangan BP Migas ke Kementerian ESDM dan selanjutnya Perpres No 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas dengan membentuk SKK Migas.

Mafia Migas
Mafia migas adalah mereka yang berada di perusahaan swasta (domestik/asing), BUMN dan oknum di eksekutif dan legislatif yang bekerja sama untuk mendapat keuntungan dengan cara memburu rente. Industri migas secara umum melakukan lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran. Lima kegiatan pokok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah kegiatan eksplorasi dan produksi, sedangkan kegiatan usaha hilir adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran.

Tiga bidang yang menjadi ajang korupsi ialah lelang kontrak wilayah kerja (WK), perpanjangan kontrak, dan persetujuan penggantian biaya yang telah dikeluarkan perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasi usaha hulu migas (cost recovery). Lelang kontrak wilayah kerja (WK) dan perpanjangan kontrak semuanya dimanfaatkan oleh asing untuk menguasai migas di Indonesia. Di hulu saat ini sebanyak 85 persen ekploitasi minyak nasional dikusasi perushaan asing seperti Chevron, Exon, Total, Petrochina.

Adapun mengenai cost recovery, ternyata Pemerintahlah yang harus membayar cost recovery. Cost recovery adalah pergantian seluruh biaya yang dikeluarkan asing dalam mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan kontraktor asing dalam ekploitasi minyak bumi. Berbagai praktek manipulasi, markup cost recovery, penipuan keuangan negara, telah menyebabkan tingginya biaya yang harus ditanggung negara dalam melakukan eksploitasi migas. Tahun 2012 biaya cost recovery mencapai USD 15,13 miliar atau Rp. 147.668.800.000.000. Dari data yang beredar, untuk 2001-2005, besarnya cost recovery migas yang harus ditanggung negara (dalam miliar dolar AS) berturut-turut adalah 4,35 ; 5,06 ; 5,52 ; 5,60 ; dan 7,68. Atau jika dirata-ratakan dengan kurs Rp9.000/US$, adalah sekitar Rp50 triliun per tahun.[3]

Sementara jumlah produksi minyak mentah nasional terus mengalami penurunan yakni sebesar 830 ribu barel/hari. Ini merupakan fakta yang sangat aneh karena tahun 2004 cost recovery sebesar USD. 5,603 atau Rp. 53.22 triliun, dengan produksi minyak mentah sebanyak 1,124 juta barel perhari. Hal diatas tentu sesuatu yang tidak perlu terjadi jika minyak milik negara dijual sendiri oleh negara (melalui perusahaan negara) langsung ke pemakai (end user) tanpa lewat trader/broker dan juga blok produksi yang selesai kontrak langsung diambil alih oleh negara (perusahaan negara).

Dengan demikian, hasil penjualan/ekspor migas milik negara dan hasil produksi migas dari lapangan/blok produksi yang sudah selesai kontrak bisa maksimal 100% masuk ke kas negara tanpa harus dibagi dengan pihak lain/pemburu rente/’mafia migas’, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, pengelolaan migas bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, pemerintah selalu berdalih dengan dua alasan klasik, yakni: ketidakmampuan Pertamina dan BUMN lainnya dari sisi teknologi dan ketidakmampuan dari sisi permodalan. Padahal, menurut Dr. Arim Nasim, Pertamina dan BUMN lainnya sudah mampu melakukan ekplorasi migas dan minerba baik onshore (darat), offshare (lepas pantai) maupun laut dalam (deep water). Pertamina pun menyatakan mampu secara teknologi untuk melakukannya tanpa bantuan asing.[4]

Adapun persoalan permodalan sesungguhnya sebenarnya banyak lembaga keuangan atau perbankan yang bisa menjamin kucuran kredit jika Pertamina memiliki underlying asset (jaminan).Apalagi jika hal ini didukung oleh jaminan Pemerintah melalui pemilikan cadangan nasional migas oleh Pertamina sebagai BUMN seperti halnya negara lain, misalnya Venezuela atau Malaysia melalui Petronasnya.
(source)

“Triomacan” Ungkap Keterlibatan Effendi Simbolon Sebagai Mafia Migas
Selasa, 27 Agustus 2013 16:32

Jakarta, Sayangi.com – Kicauan akun twitter @triomacan2000 terbaru, Selasa (27/8) mengungkap peran politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Effendi MS Simbolon sebagai mafia Migas.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang selama ini dikenal vokal menyoroti kebobrokan tata kelola Migas itu diduga memanfaatkan pengaruhnya untuk menekan BP Migas agar menjual gas Hussky ke PT Parna Raya dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga jual ke perusahaan lainnya.

Mengutip Laporan Hasil Audit (LHA) BPK terhadap BP Migas yang belum dipublikasikan, @triomacan2000 menjelaskan bahwa peran Effendi Simbolon adalah sebagai fasilitator yang menghubungkan PT Parna Raya dengan Menteri ESDM dan Kepala BP Migas saat itu.

Awalnya, menurut @triomacan2000, PT Parna Raya tidak mendapat kuota gas. “Tapi, siapa sih pejabat di BP Migas, ESDM, BPH Migas dan BUMN2 yang tdk takut sama Effendi Simbolon? Bahkan di BPH Migas yang berwenang dalam penyaluran/distribusi BBM, Effendi Simbolon selalu sukses titip PT Surya Parna menang lelang,” kicaunya.

Dicontohkan, tahun 2012 dan 2013 PT Surya Parna Niaga (Grup Parna Raya) berhasil mengalahkan ratusan perusahaan sejenis untuk dapat penunjukan BPH Migas.

Dengan pengaruhnya, Effendi Simbolon disebut melakukan penekanan poltitik dengan mengatasnamakan partai politik tertentu. Sebagai hasil negosiasi ulang, BP Migas mengusulkan kepada Menteri ESDM melalui Ditjen Migas harga yang berbeda. Untuk PT PGN seharga USD 5,8/MMBTU, untuk PT Inti Alasindo seharga USD 5,8/MMBTU, sedangkan khusus untuk PT Parna Raya lebih murah yaitu seharga USD 5,2/MMBTU.

Pada perjalanannya usulan itu disetujui oleh Menteri ESDM dalam SK MESDM tentang Harga Jual Gas Hussky kepada ketiga perusahaan tersebut. Selisih USD 0,60/MMBTU dengan volume penjualan 40 MMBTU untuk PT Parna Karya menyebabkan potensi kerugian negara sebesar USD 8,64 Juta per tahun untuk proyeksi kontrak selama 15 tahun, sehingga totalnya mencapai Rp 1,5 triliun.

Dalam kicauannya, @triomacan2000 menjelaskan alasan mengapa mempublikasikan terlebih dahulu LHA BPK tentang BP Migas, yaitu agar tidak ada fakta-fakta yang disembunyikan seperti kasus Hambalang.
http://www.sayangi.com/ekonomi/read/...ai-mafia-migas

-----------------------------

Dijajah Belanda selama 350 tahun, sangat sakit. Tapi dijajah bangsa sendiri, ternyata bisa lebih sakit lagi?


emoticon-Turut Berduka
0
2.7K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.