Dengan motif semata-mata mencari keuntungan materi, perempuan-perempuan ini mau menjadi istri simpanan warga negeri jiran. Biarpun yang menjadi suaminya itu seusia bapaknya sendiri, tak masalah. Tak ada kata cinta yang tulus, semua yang penting fulus. Uniknya, mereka punya komunitas istri-istri simpanan.
Quote:
Oleh ROZI JUHENDRA
SUDAH tren tersendiri di tiap akhir pekan, jumlah kunjungan Warga Negara Asing (WNA), terutama asal Singapura maupun Malaysia ke Batam lebih banyak dibandingkan hari biasa. Pada hari libur itu, biasanya turis negeri jiran ingin berwisata di Batam maupun Kepulauan Riau umumnya. Tapi, tak semua pelancong benar-benar ingin menjelajah pesona Batam, sebagian pria lanjut usia sengaja datang sendirian untuk ‘memadu kasih’ dengan perempuan penghibur di kota industri ini.
Ujung-ujungnya, mereka ada yang memutuskan hidup seatap. Tapi, ribetnya mengurus administrasi di negeri ini, memaksa mereka memilih menikah “bawah tangan” alias siri, ada yang hidup tanpa ikatan perkimpoian sah, juga jadi istri simpanan. Tak setiap hari bersama membuat sebagian istri simpanan lebih menghabiskan waktu untuk kongkow, bersenang-senang, rutin ke pusat kebugaran, serta menghabiskan malam di dunia gemerlap.
Di sebuah tempat kebugaran di Batam, wanita 30 tahun berinisial J, bercerita tentang perjalanan hidupnya menjadi istri simpanan seorang pria paruh baya dari Singapura. “Tapi aku nikah, loh! Di bawah tangan,” kata ibu satu anak bertinggi badan 165 sentimeter dan berat 55 kilogram itu. “Hidup ini terlalu indah untuk dibawa sedih,” ujarnya.
Setelah menyepakati identitasnya dirahasiakan, J lalu bersedia cerita kehidupan pribadinya. “Kita bicara di bawah aja,” sergahnya mengajak bergeser ke tempat makan dekat lokasi gym. Sambil minum orange jus, J menyebut perkenalan dengan apek Singapur yang “memelihara”nya berkat jasa seorang teman. “Dikenalin teman,” akunya. Soal perasaan, dia bicara datar. “Ya, sama tau lah! Mana ada orang seumuran aku jatuh cinta sama pria yang seangkatan ayahku,” tegasnya.
Seiring berjalannya waktu, dia enjoy menjalaninya. Dalam sebulan, kata J, hanya dua kali si apek datang ke Batam. “Sekali datang, dua atau tiga hari,” imbuhnya seraya mengakui hubungannya berlandaskan materi. “Ya, aku udah punya rumah. Mobil juga sudah ada, masih kredit,” beber perempuan berkulit sawo matang yang sedang merintis usaha itu. “Dimodalin, aku jalanin. Di bidang kecantikan gitu-lah!” ucapnya.
Agar tak kesepian, J punya jurus. “Kan ada teman-teman. Ya, buat-buat arisan lah!” ungkap dia. J mungkin contoh istri simpanan yang beruntung dan jago ngitung, tapi tak sedikit wanita seperti dia hanya jadi gundik tanpa status, diinapkan di rumah kontrakan, “dipakai” dua kali sebulan di akhir pekan, dibekali uang jajan, lalu ditinggal tanpa modal.
kelanjutannya di TKP
http://posmetrobatam.com/2014/08/kis...impanan-batam/