Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

munarmanAvatar border
TS
munarman
(Horee) MUI Izinkan Aborsi
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dengan membolehkan aborsi jika usia kandungan tidak lebih dari 40 hari. Selebihnya, tindakan aborsi hukumnya haram. Menurut Ketua MUI Amidhan, soal aborsi ini MUI telah mengeluarkan fatwa. ” Mengapa setelah usia janin di atas 40 hari haram diaborsi, karena pada usia itu sudah ditiupkan roh. Jadi itu namanya membunuh bayi,” kata Amidhan di sela-sela Rakernas MUI di Hotel Sultan, Rabu (13/8) kemarin.

Sebelumnya, menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi , salah satu di antaranya membolehkan korban rudapaksaan yang hamil melakukan aborsi. Amidhan menjelaskan, dalam keadaan sangat darurat boleh dilakukan aborsi. Asalkan menyangkut keselamatan nyawa seorang wanita. Karena kalau tetap melahirkan maka dikhawatirkan ada risiko bagi keselamatan ibu.


Selain itu, lanjut Amidhan, boleh dilakukannya aborsi untuk korban rudapaksaan karena mereka adalah korban, bukan karena suka sama suka dan sepakat untuk berzina. Termasuk akan menimbulkan traumatik bagi wanita korban rudapaksaan kalau tetap melahirkan. ”Dan aborsi tetap harus dilakukan dengan dokter resmi dari rumah sakit, dan didampingi dokter psikiater. Aborsi itu tidak boleh dilakukan sembarangan, karena yang sembarangan pasti menimbulkan kemudharatan. Juga bila sembarangan maka ini bisa dimanfaatkan para pelaku zina,” tandas Amidhan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 21 Juli 2014 telah menandatangani PP No 61/2014. Pasal 31 menyebutkan, perempuan boleh melakukan aborsi. Tapi, tentu ada syarat tertentu yang memperbolehkan seorang wanita melakukan aborsi. Yaitu, jika ada kedaruratan medis atau akibat pemerkosaan.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, PP itu adalah turunan dari UU No 26/2009 tentang Kesehatan. Dengan demikian PP itu sudah sesuai dengan UU. ”Jadi telah dibahas selama lima tahun. Baik UU dan PP mengatakan aborsi dilarang kecuali untuk dua keadaan: gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan,” kata Nafsiah di Istana Negara.

Menurutnya perempuan yang melakukan aborsi karena kedaruratan medis dan korban rudapaksaan ini, harus dibuktikan oleh tim ahli. Dia menambahkan, ada persyaratannya yaitu, untuk korban rudapaksaan, usia kehamilan di bawah 40 hari terhitung dari hari pertama haid terakhir. ”Memang kalau Katolik, dari pembuahan itu sudah dianggap sebagai manusia. Kami lakukan konseling. Keputusan adalah di tangan ibu, tentu dengan persetujuan suami, tapi bahwa dia sudah diberikan informasi, konseling pra tindakan dan sesudah tindakan dan dia berhak iya atau tidak,” kata Nafsiah.

Selanjutnya, setelah PP ini dikeluarkan maka akan ada Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur pelatihan untuk tenaga kesehatan supaya bisa mengetahui dan bisa memberikan konseling yang tepat. ”Tidak sembarangan karena baik UU dan PP mengatakan abortus dilarang kecuali untuk dua hal ini,”ujar dia.

Pelegalan aborsi untuk perempuan korban pemerkosaan, kata Nafsiah, karena pemerintah sering mendapat informasi dari perempuan korban pemerkosaan ini memiliki trauma yang cukup panjang, masih di bawah umur dan mereka tidak siap untuk punya anak. Menurut Nafsiah, PP adalah langkah maju dari pemerintah untuk melindungi hak asasi perempuan.

Pasal yang memperbolehkan aborsi itu tertuang dalam Pasal 31 ayat 1. Sementara dalam Pasal 31 ayat 2, tindakan aborsi akibat rudapaksaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Sementara, Pasal 32 ayat 1 diatur mengenai aborsi bisa dilakukan jika ada kedaruratan medis, yaitu kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu. Terpisah Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menilai aturan aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan Reproduksi (Kespro) sudah sesuai fatwa agama Islam yang digariskan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pro dan Kontra

Keberadaan PP No 61/2014 itu ditolak oleh Komnas Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kedua lembaga itu menganggap dengan diberlakukan PP tidak menjamin hak anak dengan legalisasi aborsi bagi ibu yang sakit dan korban pemerkosaan. Lukman mengatakan, izin aborsi tersebut tidak pula longgar apalagi harus disertai dengan alasan medis yang sahih dan usia kandungan. Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengecam dilegalkannya aborsi. ”Apa pun alasannya, aborsi untuk menghilangkan nyawa orang saya sangat tidak setuju,” ujar dia.

Menurutnya, PP ini sangat bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Dalam UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 itu, kata dia, secara tegas dikatakan bahwa negara menjamin keselamatan anak sedari di dalam kandungan hingga usia 18 tahun. Selain itu, PP ini pun dikatakannya dapat menciptakan celah untuk disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Sebab, pembuktian sang pasien melakukan aborsi karena korban pemerkosaan susah untuk dilakukan.

Kendati menentang, Arits tidak menutup mata dan hati untuk para korban pemerkosaan. Ia menuturkan, perlindungan terhadap mereka dapat dilakukan dengan cara pendampingan kejiwaan secara intensif. Berbeda dengan Komnas PA, lembaga negara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) justru sepakat dengan PP yang melegalkan aborsi itu. Menurut Ketua KPAI Asrorun Ni'am, PP ini dapat diterapkan jika syarat-syarat yang telah ditentukan dapat dipenuhi. Syarat tersebut antara lain, kedaruratan medis dan korban pemerkosaan. Kendati sepekat, Asrorun menegaskan bahwa aturan tersebut harus diikuti oleh pengawasan secara ketat.

Ane sih tidak setuju melegalkan aborsi

SUMBER


Kapolri: Legalkan Aborsi Berbahaya!

Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan praktik aborsi untuk korban rudapaksaan tidak sepenuhnya dibenarkan. Pernyataan itu dilontarkan menyusul adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang melegalkan aborsi untuk korban pemerkosaan.

"Itu bisa menjadi persoalan dan perlu diskusi melibatkan seluruh komponen bangsa. Saya kira cara-cara melegalkan aborsi akan berbahaya bagi kehidupan," kata Sutarman kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/7/2014).

Menurut dia, aborsi boleh dilakukan untuk menyelamatkan diri seorang wanita saat mengalami gangguan kesehatan ketika hamil.

"Kalau tidak dilakukan ibu yang hamil bisa meninggal atau bayinya meninggal," sambungnya.

Namun, kalau korban pemerkosaan kemudian diperbolehkan aborsi juga tidak sepenuhnya benar.

"Kalau untuk tujuan itu, tidak benar. Apalagi abosrsi legal untuk hasil hubungan gelap. Kalau korban rudapaksaan supaya belum menjadi (janin) di cek ke dokter mungkin akan ditindak lanjuti tidak sampai aborsi," tuntasnya.

Sebelumnya, PP tentang Reproduksi Kesehatan tersebut merupakan pelaksanaan dari UU 36/2009 tentang Kesehatan. PP 61/2014 yang ditandatangani pada 21 Juli 2014 tersebut mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat rudapaksaan sesuai UU 36/2009 pasal 75 ayat 1.

Pasal tersebut menyatakan, larangan aborsi kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat rudapaksaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban.

Ember
Diubah oleh munarman 14-08-2014 04:48
0
4.7K
33
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.