- Beranda
- Pilih Capres & Caleg
Membongkar tipuan dibalik janji manis nasionalisasi prabowo
...
TS
prd0000
Membongkar tipuan dibalik janji manis nasionalisasi prabowo
Berhubung belakangan ini banyak beredar kabar kabar pelintiran yang ngga bener dari panasbung, ada beberapa hal penting yang harus diluruskan dari beberapa pelintiran panasbung yang dibuat untuk menipu masyarakat. Ada beberapa hal yang disembunyikan, untuk memuluskan akal bulus beberapa pendukung Prabowo melangsungkan kepentingannya..
Kalau ada yang lain yang mau dikupas, silahkan. Ane bantu taruh disini, atau ane bantu selidiki.
Tambahan:
Ane bukan ga mau nasionalisasi ya.. Tapi konteks nasionalisasi yang sekarang digembar gemborkan seakan akan kita harus memerangi asing, itu bukan pada tempatnya.
Pertama nasionalisasi newmont, saat ini sudah nasional. 24% adalah milik bakrie. Dulu waktu mau dibeli pemerintah sebagai BUMN, DPR mengancam akan intervensi. Hatta Rajasa melarang BUMN beli, dan akhirnya dibeli sama Ical. Saat ini Freeport akan divestasi 30%. Sudah di pemerintah 9.6%, dan di ical 4.8%. Dulu ical waktu mau dibeli pemerintah Papua, dia menolak dan alih alih memberikan ke pemerintah, dia menjual kembali ke Freeport. Kali ini ada tambahan saham 15.6% yang akan dilepas Freeport. Newmont kedua?? Ical menggunakan DPR untuk lagi lagi menguasai Freeport?
Bukan apa apa gan... Kalau duitnya masuk ke pemerintah ga masalah. Sampe hari ini duit yang agan kira dibawa lari ke amerika itu masuknya ke ical, kita cuman ketiban tokainya. Ngurusin utang dia, bersih bersih sisa dia di lapindo, pajak ga bayar.
UPDATE: Ada yang minta disuapin.. aje ane suapin de..
Dari Komentar agan agan kaskuser
Sorry ga muat.. lengkapnya, buka link nya aja ya
- Penjualan Indosat
Kasus ini menjadi ramai, karena masuk ke debat, dan menanyakan apakah akan dibeli. Sayangnya, Pak Jokowi termakan tipuan dari pak Prabowo. Seharusnya, pak Jokowi menjawab dengan tegas, bahwa dia TIDAK AKAN BUY BACK INDOSAT SELAMA MASIH MERUGI.
Ini adalah income statement Indosat
Indosat mulai laba pada tahun 2010, sebesar 812 milyar, dan kembali merugi 2.7 trilyun pada tahun 2013.
Inikah yang mau dibeli? Kita mau mengambil alih hutang si Qtel, atau membeli perusahaan sehat?
Lalu, ada yang bilang, karena kita ada satelit disana, informasi bocor.. OMONG KOSONG.. cuman pampers si Prabowo yang bocor. Ini adalah Satelit satelit indonesia
- Indostar 1: milik Indovision di 107.7 derajat bujur timur. Hingga 2016
- Telkom-1: milik Telkom di 108 bujur timur. Hingga 2016
- Garuda-1: Milik Asia Cellular Satelite di 123 bujur Timur. Hingga 2015
- Telkom-2: Milik Telkom di 108 bujur timur. Masih beroperasi
- LAPAN-TUBSAT: Satelit mikro pertama buatan Lapan, diluncurkan 2007. Milik LAPAN. Untuk pemantauan komunikasi, dan kondisi bumi. Kebakaran, gunung berapi, dst.
- IndoStar 2: milik Indovision di 107.7 bujur timur, hingga 2024
- Palapa D: Milik indosat, 113 bujur timur. Sampai 2024
- Telkom-3: Milik telkom, service hingga 2026.
Dengan sedemikian banyak satelit milik Indonesia, hanya 1 yang milik indosat. Ditambah lagi LAPAN memiliki satelit sendiri. Apakah wajar kalau kita menggantungkan pada Palapa-D? Bukankah yang lebih masuk akal adalah melakukan cut traffic ke satelit indosat, dan mengalihkan sisanya ke satelit telkom? Toh Indosat sudah bukan punya kita ini kan?
- Indostar 1: milik Indovision di 107.7 derajat bujur timur. Hingga 2016
- Mengapa Megawati menjual Indosat?
Kalau anak anda ngga bisa makan, dan anda ga punya uang buat beli nasi, apakah anda tidak mau menjual cincin yang melekat di jari anda demi sesuap nasi untuk anak anda?
Bagi yang sudah lupa penderitaan tahun 1998 sampe 2001 kemarin, Ekonomi hancur lebur. Ane nganggur selama 2 tahun karena toko ane dibakar. Ngga jarang ane seharian ngga makan cuman minum air putih. Semua pemilik toko bos bos semua kabur ke Taiwan. Bos ane kabur karena seluruh barangnya ludes, dan dia punya hutang beberapa juta USD dengan Taiwan. Dia harus re-negosiasi ulang semua hutangnya, dan berhutang lagi sebelum bisa jualan lagi. Praktis dari tahun 1998 dan 2000 seluruh roda ekonomi mati total. Semua stagnan. Tidak ada import, tidak ada export, tidak ada yang berani jualan, dollar naik turun kayak orang gila. Pernah menyentuh 17 ribu. Tahun 2000, kita mulai berdagang kembali, tetapi masih ngutang, ga punya duit buat beli ruko kita yang sempat hancur. Jadi kita jualan di rumah dia. Ga ada itu mobil barang. Semua udah ludes dijual. Cuman ada beberapa motor, cuman bensin diganti, karena kantor ga sanggup beli. Kita karyawan lama, jadi kita ngerti lah kondisi seperti apa. Udah bagus bisa kerja lagi. Karena dollar yang berantakan, waktu itu kita tetapkan kita dagang dalam USD. Pembayaran dilakukan dalam USD. Bagi anda yang masih kecil, yang baru bisa mangap minta disuapin waktu itu, berbahagialah anda ngga merasakan itu. Tetapi yang anda harus tahu, orang tua agan menjual segala macam untuk bertahan hidup, supaya agan agan semua bisa makan. Silahkan tanya pada orang tua agan.
- Mengambil kembali minyak indonesia yang kaya
Bangun Gan!!! Minyak indonesia udah abis. Kita udah disedotin kayak lintah oleh masyarakat kita sendiri. Masyarakat indonesia udah dininabobokan dengan subsidi, sehingga tidak menghargai minyak yang semakin menipis. Kita masih tetap foya foya menggunakan bensin. Karena itu ane mau memberikan fakta yang mencengangkan.
MINYAK INDONESIA TINGGAL 12 TAHUN LAGI.
Lalu, kenapa mau dinasionalisasikan??
Undang undang PMA
Asing bisa membuka perusahaan Indonesia, hanya dalam bentuk Perseroan terbatas. Dalam hal ini, asing bisa menguasai 60% saham atau bahkan 90% saham dari perusahaan Indonesia. Contoh misalnya, Microsoft Indonesia, tidak boleh ada Microsoft Indonesia, untuk itu Microsoft menunjuk Partner di Indonesia yang salah satunya adalah PT Metrodata. Sedangkan Intel pun tidak ada yang namanya Intel Indonesia. Intel menunjuk sebuah perusahaan partner (dalam hal intel, ada 5 perusahaan partner). Peraturan sebenarnya tidak melarang untuk 100% asing, tetapi hukum perseroan yang mengharuskan seorang direksi memiliki saham di perusahaannya. Dan direksi haruslah ada orang Indonesia. Hal ini untuk menjamin UU tenaga kerja, untuk menjamin tenaga kerja Indonesia. Sebagai contoh, Pertamina menggandeng Exxon dengan porsi 60% dan 40%.
Quote:
Dalam kasus minyak, perusahaan perusahaan tersebut adalah perusahaan migas, yang berhubungan dengan Petral dan Pertamina.
Alasan mengapa Prabowo dan kroninya sedemikian getol menyuarakan nasionalisasi, adalah pasal ini pada undang undang penanaman modal:
Pada saat ini, cadangan minyak Indonesia telah menipis, dan perusahaan mereka mulai merugi (16 perusahaan asing merugi). Karena itu saat ini tidak ada orang waras yang mau mengambil alih perusahaan mereka di Indonesia. Jelas, siapa pula yang mau membeli perusahaan merugi.
Apa hubungannya dengan prabowo?? Ingat Riza Chalid??? Kalau perusahaan dia bisa dilepas dan dikembalikan ke Indonesia, bukankah Indonesia yang nantinya akan menanggung kerugian dia? Dia sudah lepas tangan, karena perusahaan itu sudah milik Indonesia, bukan milik dia lagi. Karena para pengusaha yang waras tidak mau beli perusahaan merugi, maka pemerintah yang harus dikerjai.. Setelah itu dia dengan tenangnya melenggang pergi dengan membawa uang kompensasi dari Prabowo, dan APBN kita yang kembali bocor membayari kerugian perusahaan itu. - Emas dan perak
Nah.. ini nih.. Freeport dan newmont.. Asing ya? Coba kita lihat.
Freeport dan newmont itu bayar pajak seperti biasa ke Indonesia, dan kalau freeport hengkang? Hahahahahaha.... Indonesia bisa macam macam gan.. Tapi ingat, berdasarkan undang undang investasi, maka investasi Freeport TIDAK BISA dinasionalisasikan, tanpa pemerintah memberi ganti rugi kepada Freeport.
Yang kedua, berdasarkan undang undang itu, maka Freeport dan Newmont tidak bisa 100% memiliki saham di Indonesia. Jadi, siapa mitra mereka?
menurut Kepemilikan saham di newmont, 24% adalah milik bakrie
Pertanyaan ane, bakrie ada di belakang prabowo. Apa maksudnya mau menasionalisasikan newmont? Ditambah dengan minat bakrie disini, dan bahwa ical sudah pernah Memanfaatkan DPR untuk membeli Newmont. Hal ini dibantu oleh Hatta Rajasa (sang wakil?) Yang menolak BUMN membeli newmontJadi, siapa yang boleh beli newmont? Lagi lagi bakrie kan?? si Ical pun menggandeng DPR untuk memuluskan akal bulusnya menguasai newmont. Baca: [url=Divestasi 7% Saham Newmont, Aliansi Bakrie Tumbangkan SBY]Aliansi Bakrie dan DPR akan intervensi apabila pemerintah membeli saham newmont. [/url] Ini adalah akal akalan bakrie untuk menguasai newmont. Yang menjadi pertanyaan... kemana yang 24% itu lari?? yang 24% newmont itu bakrie punya kan? Kemana uang itu lari?? Ke prabowo. gan. Tuh.. kampanye dia pake duit newmont tuh dari kocek si bakrie.
Kemudian kita lihat freeport. PTFI adalah yang paling tertutup dari semuanya. PTFI juga tidak diperdagangkan bebas. Seperti newmont yang dipegang oleh ical sebagai partner di Indonesia, kita lihat siapa yang memegang freeport. Ini adalah artikel bloomberg
Quote:
Wooww... Indocopper Investama yang pegang.
Dan menurut artikel ini, Papua menginginkan saham yang dimiliki PT Indocopper Investama.
Nah.. Sekarang siapa itu indocopper? Perusahaan yang selama ini mengambil untung dari Freeport? Bakrie lagi bakrie lagi. Pemerintah Papua melalui ANTM mau membeli saham tersebut, tetapi Bakrie ingin menguasai saham itu. Hal ini bukan hal baru. Pada kasus newmont, Bakrie dibantu oleh Hatta Rajasa dan DPR menumbangkan ANTM membeli Newmont, kali ini, dia pun ingin menggunakan cara yang sama.
Lalu, agan ingin freeport bayar lebih besar? Hahahaha.. Freeport hanya mau melepas 30% dalam MoU yang ditandatangani SBY. Dan itu tidak tertutup pemerintah atau swasta. Siapa yang mau menguasai lagi? Silahkan ditebak sendiri.
Satu lagi.. Kontrak Freeport berakhir 2021
Lalu, kenapa jaman jokowi diributkan?? Itulah pintar pintarnya penipu
Kalau ada yang lain yang mau dikupas, silahkan. Ane bantu taruh disini, atau ane bantu selidiki.
Tambahan:
Ane bukan ga mau nasionalisasi ya.. Tapi konteks nasionalisasi yang sekarang digembar gemborkan seakan akan kita harus memerangi asing, itu bukan pada tempatnya.
Pertama nasionalisasi newmont, saat ini sudah nasional. 24% adalah milik bakrie. Dulu waktu mau dibeli pemerintah sebagai BUMN, DPR mengancam akan intervensi. Hatta Rajasa melarang BUMN beli, dan akhirnya dibeli sama Ical. Saat ini Freeport akan divestasi 30%. Sudah di pemerintah 9.6%, dan di ical 4.8%. Dulu ical waktu mau dibeli pemerintah Papua, dia menolak dan alih alih memberikan ke pemerintah, dia menjual kembali ke Freeport. Kali ini ada tambahan saham 15.6% yang akan dilepas Freeport. Newmont kedua?? Ical menggunakan DPR untuk lagi lagi menguasai Freeport?
Bukan apa apa gan... Kalau duitnya masuk ke pemerintah ga masalah. Sampe hari ini duit yang agan kira dibawa lari ke amerika itu masuknya ke ical, kita cuman ketiban tokainya. Ngurusin utang dia, bersih bersih sisa dia di lapindo, pajak ga bayar.
UPDATE: Ada yang minta disuapin.. aje ane suapin de..
Dari Komentar agan agan kaskuser
Quote:
Original Posted By Cove_Cover►
Prahara Mafia Migas: Obor Rakyat, Riza Chalid dan Hatta Rajasa
INDONESIA2014- Terbongkarnya skandal tabloid Obor Rakyat ternyata berdampak panjang. Kini, yang menjadi soal bukan cuma soal isi tabloid tersebut yang dipenuhi informasi-informasi yang tergolong dalam kategori ‘fitnah’, ‘pencemaran nama baik’ dan ‘membangkitkan kebencian antar Ras, Etnik dan Golongan’, namun juga soal siapa yang membiayainya.
Seperti diberitakan harian Media Indonesia (30 Juni), penelusuran jurnalistik tentang Obor Rakyat ternyata membawa mereka pada nama-nama besar yang berperan dalam penggerusan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, penerbitan Obor Rakyat adalah bagian dari upaya sistematis untuk menghancurkan Jokowi demi kepentingan apa yang dikenal sebagai Mafia Migas Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, penerbitan Obor Rakyat ini tak bisa dilepaskan dari pendana utamanya, yatu pengusaha migas Muhammad Riza Chalid. Dana penerbitan Obor Rakyat yang disebarkan ke pesantren-pesantren di Jawa ini memang relatif besar. Diperkirakan, untuk membuat dan menyebarkan tabloid itu ke seratus ribu alamat, diperlukan dana sekitar Rp 500 juta per edisi.
Namun angka itu tak berarti apa-apa bagi pengusaha kakap seperti Riza Chalid. Bukan tabloid itu saja yang dibiayainya. Riza juga menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia yang merupakan markas pemenangan Prabowo-Hatta. Di rumah itu, Riza mendirikan media center yang dipimpin Muchlis Hasyim. Jurnalis senior inilah yang mendirikan tabloid Obor Rakyat. Sebelumnya Riza juga sudah mendanai portal berita inilah..com.
Pertanyaannya, kemudian, siapakah Muhammad Riza (atau Reza) Chalid?
Muhammad Riza Chalid adalah WNI keturunan Arab yang tidak banyak tampil di media dan ruang publik, namun sebenarnya berperan kunci dalam impor migas ke Indonesia.
Ia memperoleh keuntungan luar biasa dari impor migas Indonesia, dan itu diperolehnya karena kedekatannya dengan petinggi politik Indonesia. Di Singapura ia disebut sebagai ‘Gasoline Godfather’. Di Indonesia, karena kekuatannya yang menentukan dalam impor migas, ia dikenal sebagai Mafia Migas. Dulu dia akrab dengan keluarga Suharto, dan sekarang merapat dengan lingkaran SBY. Salah satu petinggi utama yang yang dianggap melindungi kepentingan sekaligus memperoleh keuntungan finansial dari Riza Chalid adalah Hatta Rajasa.
Riza sangat berkepentingan agar praktek ‘Mafia Migas’ yang berlangsung saat ini tak akan patah di tengah jalan. Dan cara terbaik adalah mendukung lahirnya pemerintah yang akan pro pada kepentingannya.
Salah satu tulisan bagus yang menjelaskan siapa Mohammad Riza Chalid adalah artikel Direktur Eksekutif Global Future Institute, Mas Hendrajit yang dimuat di laman facebooknya (https://www.facebook.com/mas.hendraj...51792633179161). Tulisan ini penting karena bukan sekadar dibuat oleh penulis anonim, tapi karena Hendrajit dikenal sebagai ilmuwan kritis yang cenderung mendukung Prabowo.
Dipaparkan dalam tulisan itu, Riza (dengan perusahaannya Global Energy Resources) dipandang sebagai Mafia Migas karena ia berperan sebagai perantara (trader) antara pemasok-pemasok minyak mentah untuk Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL). Karena perannya itu, oleh kalangan bisnis Singapura, Riza disebut sebagai Gasoline Godfather.
Kekuatan Riza ada pada kemampuannya mengendalikan PETRAL yang 99,83 persen sahamnya sebenarnya dimiliki Pertamina (dan 0.17% dimiliki oleh Direktur Utama PETRAL, Nawazir).
Tugas utama PETRAL adalah menjamin supply kebutuhan minyak yang dibutuhkan Pertamina/ Indonesia dengan cara membeli minyak dari luar negeri. Pengadaan minyak untuk PETRAL dilakukan baik secara tender terbuka maupun melalui pembelian langsung.
Global Energy Resources milik Riza itu adalah induk dari 5 perusahan, yakni Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil, dan Cosmic Petrolium yang berbasis di Singapura & terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak. Kelima perusahaan itu merupakan mitra utama Pertamina, dan pada dasarnya Riza menguasai PETRAL melalui lima perusahaan ini. Impor minyak Indonesia terutama dilakukan melalui lima broker tersebut.
Dari referensi lain, diperoleh data yang menunjukkan bahwa angka keuntungan Riza sangatlah fantastis. Tahun 2011 PETRAL membeli 266,42 juta barrel impor minyak, senilai Rp 275,5 triliun. Dalam proses inilah, Riza memperoleh keuntungan besar yang diperoleh melalui cara mark up harga. Sebagai contoh, harga beli minyak oleh PETRAL pada 2011 adalah rata-rata US$ 113.95/barel. Padahal harga rata-rata minyak dunia dengan kualitas baik hanyalah US$ 80-100 dolar / barel. Jadi ada selisih US$ 13–33/barel. Total keuntungan Riza luar biasa besar. Bila jumlah impor mencapai 200 juta barel per tahun, maka mark up-nya bisa mencapai sekitar Rp 20-60 triliun.
Di luar soal mark up, negara juga dirugikan karena dengan keberadaan PETRAL, negara terpaksa membayar komisi untuk setiap transaksi impor minyak. Hendrajit menulis, jika pembelian minyak Indonesia total 266 juta barel tahun 2011, dan PETRAL memperoleh komisi USD 3/barel, maka uang yang mengalir ke PETRAL mencapai US$ 798 juta/tahun, atau ekuivalen dengan Rp 7.2 triliun. Bisa dibilang, uang itu adalah uang terbuang percuma yang tak perlu dikeluarkan bila saja pembelian dilakukan tanpa perantara.
Banyak pihak sebenarnya sudah menyatakan bahwa keberadaan perantara semacam ini sama sekali tak diperlukan. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, misalnya berusaha menghapuskan keberadaan PETRAL dan menganggap impor minyak bisa dilakukan secara langsung. Namun usaha ini gagal karena PETRAL memang membawa keuntungan buat banyak pihak.
Uang yang mengalir akibat mark up pembelian dan uang komisi yang diperoleh PETRAL tidak mengalir ke satu rekening. Dengan murah hati, Riza menyetor sebagian dana ke oknum-oknum dalam pemerintahan. Sebagai imbalan pengucuran kekayaan ke pejabat pemerintah, Riza memperoleh posisi istimewa dalam menentukan pihak-pihak yang berhak menjalin kerjasama dengan Pertamina. Segenap keputusan dilakukan tanpa transparansi.
Riza berusaha agar Indonesia terus bergantung pada BBM impor yang sedikitnya berjumlah 200 juta barel/tahun atau 100 milyar liter per tahun. Untuk itu, kelompok Riza ini berupaya menghalangi pembangunan kilang pengolahan BBM dan perbaikan kilang minyak di Indonesia.
Riza mengatur sedemikian rupa agar negara RI tergantung oleh impor bensin dan solar. Upaya pengembangan energi terbarukan pun dipatahkan.
Sebagian Direksi Pertamina yang kurang setuju dengan pembelian minyak via broker diganti. Bahkan penggantian Dirut Pertamina Ari Soemarno dengan Karen Agustiawan diduga terkait dengan kebandelan Ari yang ingin memindahkan kantor PETRAL dari Singapura ke Batam agar lebih bisa mudah diawasi.
Dalam konteks inilah, Hatta Rajasa dikabarkan menempati posisi kunci. Dia dianggap berperan besar misalnya dalam hal menolak pembangunan kilang minyak di Indonesia dan membiarkan impor minyak berjalan terus. Sebelum menjadi Menteri, Hatta memang terlibat dalam bisnis migas. Di era SBY ini, sejumlah nama yang dianggap kompak melindungi Riza adalah Hatta Rajasa, Purnomo Yusgiantoro (mantan Menteri ESDM), Jero Wacik, dan Pramono Edhie Wibowo.
taro pejwan jika berkenan
Spoiler for cekidot:
Prahara Mafia Migas: Obor Rakyat, Riza Chalid dan Hatta Rajasa
INDONESIA2014- Terbongkarnya skandal tabloid Obor Rakyat ternyata berdampak panjang. Kini, yang menjadi soal bukan cuma soal isi tabloid tersebut yang dipenuhi informasi-informasi yang tergolong dalam kategori ‘fitnah’, ‘pencemaran nama baik’ dan ‘membangkitkan kebencian antar Ras, Etnik dan Golongan’, namun juga soal siapa yang membiayainya.
Seperti diberitakan harian Media Indonesia (30 Juni), penelusuran jurnalistik tentang Obor Rakyat ternyata membawa mereka pada nama-nama besar yang berperan dalam penggerusan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, penerbitan Obor Rakyat adalah bagian dari upaya sistematis untuk menghancurkan Jokowi demi kepentingan apa yang dikenal sebagai Mafia Migas Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, penerbitan Obor Rakyat ini tak bisa dilepaskan dari pendana utamanya, yatu pengusaha migas Muhammad Riza Chalid. Dana penerbitan Obor Rakyat yang disebarkan ke pesantren-pesantren di Jawa ini memang relatif besar. Diperkirakan, untuk membuat dan menyebarkan tabloid itu ke seratus ribu alamat, diperlukan dana sekitar Rp 500 juta per edisi.
Namun angka itu tak berarti apa-apa bagi pengusaha kakap seperti Riza Chalid. Bukan tabloid itu saja yang dibiayainya. Riza juga menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia yang merupakan markas pemenangan Prabowo-Hatta. Di rumah itu, Riza mendirikan media center yang dipimpin Muchlis Hasyim. Jurnalis senior inilah yang mendirikan tabloid Obor Rakyat. Sebelumnya Riza juga sudah mendanai portal berita inilah..com.
Pertanyaannya, kemudian, siapakah Muhammad Riza (atau Reza) Chalid?
Muhammad Riza Chalid adalah WNI keturunan Arab yang tidak banyak tampil di media dan ruang publik, namun sebenarnya berperan kunci dalam impor migas ke Indonesia.
Ia memperoleh keuntungan luar biasa dari impor migas Indonesia, dan itu diperolehnya karena kedekatannya dengan petinggi politik Indonesia. Di Singapura ia disebut sebagai ‘Gasoline Godfather’. Di Indonesia, karena kekuatannya yang menentukan dalam impor migas, ia dikenal sebagai Mafia Migas. Dulu dia akrab dengan keluarga Suharto, dan sekarang merapat dengan lingkaran SBY. Salah satu petinggi utama yang yang dianggap melindungi kepentingan sekaligus memperoleh keuntungan finansial dari Riza Chalid adalah Hatta Rajasa.
Riza sangat berkepentingan agar praktek ‘Mafia Migas’ yang berlangsung saat ini tak akan patah di tengah jalan. Dan cara terbaik adalah mendukung lahirnya pemerintah yang akan pro pada kepentingannya.
Salah satu tulisan bagus yang menjelaskan siapa Mohammad Riza Chalid adalah artikel Direktur Eksekutif Global Future Institute, Mas Hendrajit yang dimuat di laman facebooknya (https://www.facebook.com/mas.hendraj...51792633179161). Tulisan ini penting karena bukan sekadar dibuat oleh penulis anonim, tapi karena Hendrajit dikenal sebagai ilmuwan kritis yang cenderung mendukung Prabowo.
Dipaparkan dalam tulisan itu, Riza (dengan perusahaannya Global Energy Resources) dipandang sebagai Mafia Migas karena ia berperan sebagai perantara (trader) antara pemasok-pemasok minyak mentah untuk Pertamina melalui anak perusahaannya, Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL). Karena perannya itu, oleh kalangan bisnis Singapura, Riza disebut sebagai Gasoline Godfather.
Kekuatan Riza ada pada kemampuannya mengendalikan PETRAL yang 99,83 persen sahamnya sebenarnya dimiliki Pertamina (dan 0.17% dimiliki oleh Direktur Utama PETRAL, Nawazir).
Tugas utama PETRAL adalah menjamin supply kebutuhan minyak yang dibutuhkan Pertamina/ Indonesia dengan cara membeli minyak dari luar negeri. Pengadaan minyak untuk PETRAL dilakukan baik secara tender terbuka maupun melalui pembelian langsung.
Global Energy Resources milik Riza itu adalah induk dari 5 perusahan, yakni Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil, dan Cosmic Petrolium yang berbasis di Singapura & terdaftar di Virgin Island yang bebas pajak. Kelima perusahaan itu merupakan mitra utama Pertamina, dan pada dasarnya Riza menguasai PETRAL melalui lima perusahaan ini. Impor minyak Indonesia terutama dilakukan melalui lima broker tersebut.
Dari referensi lain, diperoleh data yang menunjukkan bahwa angka keuntungan Riza sangatlah fantastis. Tahun 2011 PETRAL membeli 266,42 juta barrel impor minyak, senilai Rp 275,5 triliun. Dalam proses inilah, Riza memperoleh keuntungan besar yang diperoleh melalui cara mark up harga. Sebagai contoh, harga beli minyak oleh PETRAL pada 2011 adalah rata-rata US$ 113.95/barel. Padahal harga rata-rata minyak dunia dengan kualitas baik hanyalah US$ 80-100 dolar / barel. Jadi ada selisih US$ 13–33/barel. Total keuntungan Riza luar biasa besar. Bila jumlah impor mencapai 200 juta barel per tahun, maka mark up-nya bisa mencapai sekitar Rp 20-60 triliun.
Di luar soal mark up, negara juga dirugikan karena dengan keberadaan PETRAL, negara terpaksa membayar komisi untuk setiap transaksi impor minyak. Hendrajit menulis, jika pembelian minyak Indonesia total 266 juta barel tahun 2011, dan PETRAL memperoleh komisi USD 3/barel, maka uang yang mengalir ke PETRAL mencapai US$ 798 juta/tahun, atau ekuivalen dengan Rp 7.2 triliun. Bisa dibilang, uang itu adalah uang terbuang percuma yang tak perlu dikeluarkan bila saja pembelian dilakukan tanpa perantara.
Banyak pihak sebenarnya sudah menyatakan bahwa keberadaan perantara semacam ini sama sekali tak diperlukan. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, misalnya berusaha menghapuskan keberadaan PETRAL dan menganggap impor minyak bisa dilakukan secara langsung. Namun usaha ini gagal karena PETRAL memang membawa keuntungan buat banyak pihak.
Uang yang mengalir akibat mark up pembelian dan uang komisi yang diperoleh PETRAL tidak mengalir ke satu rekening. Dengan murah hati, Riza menyetor sebagian dana ke oknum-oknum dalam pemerintahan. Sebagai imbalan pengucuran kekayaan ke pejabat pemerintah, Riza memperoleh posisi istimewa dalam menentukan pihak-pihak yang berhak menjalin kerjasama dengan Pertamina. Segenap keputusan dilakukan tanpa transparansi.
Riza berusaha agar Indonesia terus bergantung pada BBM impor yang sedikitnya berjumlah 200 juta barel/tahun atau 100 milyar liter per tahun. Untuk itu, kelompok Riza ini berupaya menghalangi pembangunan kilang pengolahan BBM dan perbaikan kilang minyak di Indonesia.
Riza mengatur sedemikian rupa agar negara RI tergantung oleh impor bensin dan solar. Upaya pengembangan energi terbarukan pun dipatahkan.
Sebagian Direksi Pertamina yang kurang setuju dengan pembelian minyak via broker diganti. Bahkan penggantian Dirut Pertamina Ari Soemarno dengan Karen Agustiawan diduga terkait dengan kebandelan Ari yang ingin memindahkan kantor PETRAL dari Singapura ke Batam agar lebih bisa mudah diawasi.
Dalam konteks inilah, Hatta Rajasa dikabarkan menempati posisi kunci. Dia dianggap berperan besar misalnya dalam hal menolak pembangunan kilang minyak di Indonesia dan membiarkan impor minyak berjalan terus. Sebelum menjadi Menteri, Hatta memang terlibat dalam bisnis migas. Di era SBY ini, sejumlah nama yang dianggap kompak melindungi Riza adalah Hatta Rajasa, Purnomo Yusgiantoro (mantan Menteri ESDM), Jero Wacik, dan Pramono Edhie Wibowo.
taro pejwan jika berkenan
Sorry ga muat.. lengkapnya, buka link nya aja ya
Diubah oleh prd0000 23-08-2014 07:05
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
2
37.1K
278
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
22.5KThread•3.1KAnggota
Terlama
Thread Digembok