Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nenekcerewetAvatar border
TS
nenekcerewet
Prabowo: Jendral Gagal Karbitan Mertua
Situasi memanas tetapi itu tidak berarti bahwa kepala harus ikut panas dan
akhirnya mata jadi buram mengikuti perkembangan yang super canggih ini.
Permainan ini memang cantik tetapi tidak boleh diberi kesempatan lebih lanjut. Korban sudah terlalu banyak dan tidak perlu.

Jurus klasik orang di belakang Prabowo sudah ketahuan umum: setelah sandiwara Timor-Timur kemudian Timika yang tidak lain adalah pencarian legitimasi pengkarbitan Prabowo untuk naik ke kelas lebih atas, skenario yang sama ternyata hendak diulangi lagi. Perhatikanlah:

1. Untuk mendapat pangkat yang layak (baca: mengejar status kelayakan) sebagai anggota keluarga presiden ia (Prabowo) harus dikarbitkan, tentu oleh para perancang skenario istana dan tentu saja disetuji oleh Suharto sendiri.

Skenario seperti ini juga dipakai dalam mengkarbitkan Ilham Habibie dengan memakai kelemahan kesungkanan budaya Jawa.

2. Di Timor-Timur Prabowo harus berjuang keras untuk memperoleh pengakuan peran karena sejak awal motivasinya sudah diketahui oleh Benny Murdani cs. Jangankan Benny, perwira tinggi profesional mana yang dengan susah payah meniti karir mau menerima kenyataan bahwa ia akan didahului oleh seorang anak ingusan lewat sistem karbit?. Prabowo memang dendam kepada Benny karena "menghambat" laju karirnya lewat sistem karbit itu. Kisah main kucing-kucingan antara anak buah Benny dan Prabowo di medan Timor Timur dapat dikisahkan dalam kisah seribu satu malam atau ditulis dalam buku lima puluh jilid.

3. Kasus sandra Timika dan peran kopasus dengan memakan korban penduduk asli yang "di-OPM-kan" serta dua peneliti muda dan tentara yang divonis "menderita malaria dan panas tinggi" beserta korban peluru amarahnya, adalah skenario lama tanpa pengolahan dan peningkatan berarti. Penyandra para peneliti adalah orangnya Prabowo sendiri. Karena permainan ini dinilai terlalu riskan dan tidak direstui para sesepuh ABRI profesional maka sekanario segera dikacaukan: pimpinan sandera diganti dengan "pimpinan" OPM yang tidak ada sangkut-pautnya dengan skenario Prabowo atas instruksi Pangdam Trikora. Prabowo frustrasi dan terjadilah malapetaka itu: ia naik pangkat lagi tetapi dengan darah anak buahnya sendiri dan para peneliti.

4. Dua sandiwara di atas adalah dalam rangka suatu skenario lebih luas untuk suksesi: Ketika Suharto turun harus ada putra mahkota penjamin keselamatan keluarga besar. Dan untuk itu orang yang paling bisa diharapkan adalah Prabowo sendiri karena ia terikat dengan kewajiban moral loyal terhadap keluarga. Prabowo sendiri terjepit antara tekanan keinginan Istana dan perasaan risih di depan mata jenderal-jenderal senior. Skenario berjalan terus. Kata orang "the show must go on", kepalang tanggung!

5. Setelah kasus Timika maka kopasus segera dimekarkan. Isu separatisme
ditiup-tiup untuk memberi legitimasi pemekaran tersebut sehingga kekuasaan militer de facto akan ada ditangan Danjen Kopasus, Prabowo . Sampai disini akan kita temukan kesamaan skenario Prabowo dengan skenario Suharto di tahun 65/66: pada saat yang tepat akan disulut kerusuhan di seluruh tanah air dengan pusat kerusuhan di Jawa. Ketika kerusuhan meledak dimana-mana maka Kopasus akan turun dan lahirlah pahlawan dan juru selamat baru bernama Prabowo. Ingat, isu laten komunisme akan selalu ditiup-tiupkan oleh "seluruh" jajaran militer untuk memberi legitimasi peran tanpa batas militer dalam topeng legal "dwi-
fungsi". Tidak ada anggota ABRI, apalagi perwira tinggi yang bersih dari
pikiran busuk ini! Orang "komunis baru" buatan Suharto adalah para cendekiawan kritis. USW-Salatiga adalah dapur komunisme versi militer.

6. Lepasnya jabatan Danjen Kopasus dari tangan Prabowo dan ia menjadi
Pangkostrad dapat dibaca sebagai dua kejadian yang coinsiden: pertama, karena permainan Prabowo sudah terlalu jauh maka oleh rivalnya Wiranto cs. dan dengan sepengetahuan jenderal-jenderal senior (termasuk Benny) ia (Prabowo) dipisahkan dari pasukannya (Kopasus). Dengan demikian ia tidak mempunyai akses langsung terhadap pasukannya; kedua, naiknya Prabowo ke jajaran baru sebagai Pangkostrad adalah sesuai dengan skenario Suharto (cfr. skenario 65/66), namun sepak-terjangnya terpaksa banyak dikontrol "lawan-lawannya" di kubu Wiranto. Hal ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ingat, Kopasus itu memiliki "privilege" untuk mendahului restu Pangab dengan alasan "situasi darurat" dalam gerak di lapangan; ketiga, dan ini yang paling mungkin, ketidak-senangan Prabowo terhadap Wiranto bukan tanpa alasan: ia wajib konsultasi dengan Pangab
atas setiap langkah yang hgendak diambilnya.

7. Akhirnya Benny turun gunung! Dengan menumpang skenario Prabowo, kerusuhan di daerah akan dibuat makin seru. Dengan demikian tentara dan perhatian tentara ke Jakarta dialihkan (baca: dipecahkan!). Sebagaimana gerakan demonstrasi akan berpindah pusat ke Semarang, demikian pula proses pengenduran konsentrasi militer di Jakarta dapat memberi celah lebih luas kepada para seteru Suharto untuk menjajal kekuatan Suharto. Kalau toch terpaksa aksi mengkudeta Suharto pada detik-detik permilihan presiden dan wakil presiden harus dilaksanakan, maka korban militer/prajurit tak bersalah dapat diredusir sedapat mungkin. Pokoknya tragedi Anwar Sadat jangan terulang!

8. Ummat Islam tidak saja berhasil dipecah-belah tetapi kekuatan utuh mereka untuk menabrak Suharto telah dialihkan ke orang Cina dan Kristen. Padahal masa Islam seperti diyakini Amin Rais dan para pengamat Barat akan menjadi faktor pembaharu yang terpenting! Sayang, mereka juga telah dicerai-beraikan. Cina jadi sasaran, Siharto lolos dan bisa bermain lakon berikutnya sebagai iblis pelindung Islam (Heran juga bahwa kaum muslim mau berlindung kepada iblis sekelas Suharto! Iblis sendiri lagi siap-siap mangkir kalau Suharto masuk kerajaan neroko nanti).

9. Wiranto cs yang dikenal lebih memiliki "power of reasoning" akan menjadi ganjalan, baik bagi Prabowo yang dipakai oleh Jenderal-jenderal yang tidak mengakar untuk tetap eksis dan naik ke atas (Hartono, Tanjung, Syarwan cs.), maupun oleh jenderal-jenderal senior yang rajin mengicar kursi kabinet atau jabatan lainnya di sekeliling presiden Suharto. Peluang untuk "naik" dengan cara nepotis seperti ini makin sedikit karena itu mereka berlomba mendekatkan diri ke istana. Jangan kaget kalau sebentar lagi kalau Suharto terdesak, ia akan memindahkan "anak catur" Wiranto ke Menhankam (terpaksa!) dan memberi lapangan kepada Prabowo sebagai Pangab yang memiliki kewenangan "hampir" penuh menentukan rencana tindak "penyingkiran lawan politik Suharto" yang telah "incorporated" dalam tubuh dan jiwa Prabowo. Itu berarti Wiranto harus bersiap-siap untuk tidak menyusul Achmad Yani cs.

10. Suharto terpaksa merestui sepak-terjang Prabowo ini karena ia takut pada konsekuensi dari logika politik yang dijalankannya sendiri selama lebih dari 30 tahun: dengan memilih orang-orang kepercayaannya yang dijaminya sendiri tetap loyal (dalam pengertian loyalitas Jawa) ia telah menciptakan koalisi "Jenderal Terbuang". Mereka yang karirnya dimatikan tanpa alasan jelas, hanya karena metoda seleksi Suharto, akan bergabung dalam barisan, yang oleh Suharto disebut barisan sakit hati, yang secara matematis melipat-ganda menurut deret ukur. Kalau dari 10 jenderal cuma dua yang dipakai, Suharto telah mempersiapkan musuh delapan orang. Dan musuh itu berkembang-biak, beranak-pinak terus.

11. Saat ini toleransi dan batas-batas sikap loyal jenderal Jawa sudah habis.
Karena itu Tanjung dan Syarwan - orang-orang yang dibeli Habibie - dipakai
untuk melindungi Suharto. Perwira luar Jawa memiliki "minderheit komplex" dalam kultur Jawa karena mereka bukan orang Jawa dalam Kerajaan Suharto yang sangat menjawa. Suharto tahu itu!! Karena itu menjadikan mereka (Tanjung, cs.) anggota kerajaan Mataram Baru-nya Suharto dengan pangkat pati adalah suatu kehormatan luar biasa (strategi licik). Sebagai imbalannya Tanjung cs akanmmengabdi tanpa reserve. Kini Suharto tahu, bahwa Tunggul Ametung akan lahir dari Kendedes Jawa dan siap menghabiskan Ken Angrok. Karena itu ia cepat-cepat "rujuk" dengan Jawa, merangkul kembali orang Jawa di tanah Jawa. Good bae-bae, Tanjung!

12. Petualangan Suharto merangkul ummat Islam akan berakhir begitu ia naik kembali di singgasana Mataram-nya dan telah mendudukkan para pati dari suku- suku Jawa di pusat kekuasaan. Jenderal luar Jawa bersiap-siaplah jadi penguasa di wilayah asal anda dengan restu Suharto. Tentu harus bayar upeti dalam bentuk loyalitas tanpa reserve tadi.

Sssssssssst. Cukup sampai di nomor 12, angka keramat yang menghantar Suharto ke angka sial 13. Awas, naga kuning akan mengibas ekornya dan nafasnya akan menghanguskan. Bukan karena apa-apa, tetapi karena para intel kita yang belajar dari Amerika dan Israel hanya bisa membawa pulang "model operasi" hapalan dan belum bisa membuat model sendiri. Belum punya strategi sendiri jadi operasi mereka masih text-book oriented. Jelas mudah kebaca. Herannya kita koq manuk .... eh manut wae! Merdeka!




sumber: PRaBowo

kaiserwalzer
kaiserwalzer memberi reputasi
1
3.9K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.