Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lawsky99Avatar border
TS
lawsky99
Kota Medan Sudah Tidak Aman Lagi
Kota Medan Sudah (tidak) Aman Lagi…
Oleh : Hendra Leo, SH

Tanpa bermaksud untuk mem-plagiat tulisan rekan penulis M. Darwinsyah pada opini harian Analisa pada hari selasa (13/4), penulis ingin membahas topik yang sama dengan apa yang telah ditulis rekan M. Darwinsyah. Dalam tulisan ini, penulis hanya menambahkan kata “lagi” pada judul sebagai penekanan bahwa penulis sangat setuju dengan apa yang disampaikan oleh rekan M. Darwinsyah. Kesan pertama membaca tulisan rekan M. Darwinsyah adalah penulis merasa salut, bangga sekaligus takut. Salut atas keberanian dan cara menulis rekan M. Darwinsyah, bangga karena ada orang yang berani memberikan masukan dengan gaya yang luar biasa berani, dan takut karena apa yang dikatakan rekan M. Darwinsyah adalah sebuah kejujuran yang sangat di-amini (dibenarkan, red) kebenarannya oleh masyarakat Kota Medan terutama penulis.

Bagaimana tidak, apa yang dituliskan rekan M. Darwinsyah itu setidaknya dialami oleh keponakan penulis yang terjadi pada hari selasa (13/3) sekitar pukul 15.15 WIB di Jalan Sabarudin simpang Jalan Asia, dimana keponakan penulis mengalami kejadian perampokan setelah keluar dari salah satu Bank Swasta Nasional dan perampokan itu telah dilaporkan di Polsekta Medan Area. Parahnya lagi, perampokan tidak hanya terjadi di jalanan namun juga sudah merambah sampai ke komplek perumahan. Hal ini tergambar dari halaman utama harian Analisa hari Sabtu (10/5) dengan judul “Lima Perampok Bersenjata, Sekap Satu Keluarga di Cemara Asri”. Penulis yakin semua orang terkejut membaca berita utama tersebut dimana komplek perumahan yang selama ini dianggap aman justru dirasakan sudah tidak aman. Bagaimana lagi kondisi pada daerah-daerah yang selama ini dianggap tidak aman seperti seputaran Jalan Asia, Jalan Thamrin dan Jalan Letjend Suprapto jikalau tempat yang diangap amanpun ternyata dirasakan tidak aman. Perampokan di kota Medan bukanlah hal yang aneh jikalau kita membaca media massa ataupun menonton tayangan kriminal disalah satu stasiun televisi daerah yang ada di Kota Medan. Kita akan ”dibosankan” oleh berita-berita atau tayangan-tayangan kriminal khususnya pencurian dan/atau perampokan. Para pelaku kriminal di Kota Medan saat ini sudah tidak pandang bulu dalam menjalankan aksinya, bahkan salah satu rekan penulis yang bekerja sebagai Polisi Wanita-pun menjadi korban perampokan. Parahnya lagi, salah satu anggota Polisi Militer juga menjadi korban perampokan. Bagaimana Kota Medan bisa dikatakan aman jika korban perampokan itu justru orang-orang yang dianggap mumpuni dan tidak mungkin berani dirampok menurut pandangan masyarakat umum.

Masyarakat Kota Medan juga tanpaknya sudah mulai apatis (cuek, red) terhadap perampokan-perampokan yang selama ini terjadi di Kota Medan, hal ini setidaknya tergambar saat penulis ikut menyaksikan rekontruksi ulang (reka ulang, red) terhadap kejadian perampokan yang dialami keponakan penulis di Jalan Sabarudin dimana salah satu penyidik dari Polsekta Medan Area menanyakan pada salah satu penjual makanan di tempat kejadian perkara mengapa penjual makanan tersebut tidak keluar dari rumah untuk menyaksikan suara jeritan rampok dari korban?. Penulis sangat terkejut mendengar jawaban dari penjual makanan tersebut dimana penjual makanan tersebut dengan santainya menjawab “sudah biasa itu pak, kalau ada jeritan minta tolong pasti ada rampok dan itu sudah biasa terjadi disini”. Mendengar jawaban penjual makanan tersebut penulis merasa prihatin karena masyarakat Kota Medan menjadi apatis atas kejadian perampokan yang ada dan semakin tidak teratasi oleh pihak yang berwenang. Akhirnya masyarakat mencari cara sendiri untuk mengamankan diri sendiri dengan membeli alat pengaman diri seperti alat setrum kejut.

Menurut pengamatan penulis, ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin maraknya perampokan yang terjadi di Kota Medan.

Pertama, kurang maksimalnya kinerja pihak Kepolisian dalam memberikan pegamanan kepada masyarakat dimana kita lihat pos-pos Polisi yang dibangun diatas trotoar disetiap sudut jalan lebih sering terlihat kosong daripada terisi oleh petugas. Padahal diawal pembangunan pos-pos Polisi diatas trotoar ini mendapat banyak tentangan dari berbagai pihak karena melanggar tatanan Kota Medan. Masih teringat dibenak penulis, ketika beberapa pihak menentang pembangunan pos Polisi diatas trotoar jalan tersebut salah satu Pejabat Kepolisian di Medan mengatakan bahwa pos Polisi diatas trotoar dibangun untuk memperketat keamanan bagi masyarakat dan memberikan kenyamanan kepada petugas Kepolisan dalam menjalankan tugasnya agar ada tempat berteduh dari terik matahari dan hujan. Namun, pos Polisi yang dibangun itu justru terkesan kurang bermanfaat dan terkesan hanya dijadikan tempat menulis surat tilang untuk pelanggaran lalulintas.

Kedua, kesalahan persepsi dalam menerjemahkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP dimana ada beberapa masyarakat, Kepolisian dan Kejaksaan menpersepsikan bahwa kejahatan dengan nilai kerugian dibawah Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) tidak bisa ditahan selama proses penyidikan sehingga masyarakat menjadi malas melapor. Persepsi ini tentunya kurang tepat karena dalam pasal 2 ayat 3 Perma tersebut dikatakan bahwa “Apabila terhadap terdakwah sebelumnya dikenakan penahanan, Ketua Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan”. Penulis sengaja mem-bold kata “sebelumnya dikenakan penahanan” sebagai penekanan bahwa untuk tingkat penyidikan di Kepolisian dan penuntutan di Kejaksaan DAPAT dilakukan penahanan. Penulis pernah menulis pada opini harian Analisa beberapa waktu yang lalu dengan judul “Menggugat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012” bahwa dengan lahirnya Perma ini akan mempersulit proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian karena pelaku tindak pidana (tersangka, red) akan sulit dipanggil kembali atau kabur jika tidak ditahan selama proses penyidikan. Perma ini juga digunakan oleh tersangka atau keluarga tersangka sebagai alasan untuk penangguhan penahanan. Kesalahan persepsi ini mengakibatkan kesimpang-siuran sehingga ada beberapa penyidik yang menahan pelaku tindak pidana dengan kerugian dibawah Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan ada juga penyidik yang tidak melakukan penahanan jika kerugian dibawah Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Penulis ingin mengingatkan kembali bahwa ruh (Pertimbangan, red) dari Perma No. 2 Tahun 2012 ini adalah sebatas tindakan pidana yang dilakukan hanya untuk mempertahankan hidup (overmacht) seperti pencurian sebuah semangka atau tiga buah kakao untuk komsumsi sendiri dimana jika tidak melakukan pencurian tersebut maka dikhawatirkan tersangka akan mati kelaparan. Hal ini tentu akan berbeda dengan pencurian hand phone made in china dimana rata-rata harganya dibawah Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah). Tentunya hand phone made in china tersebut tidak bisa langsung dimakan setelah dicuri dan pencurian hand phone tersebut bukan motif untuk mempertahankan hidup.

Ketiga, penampilan berlebihan dalam berbusana. Bukan menjadi rahasia lagi jika masyarakat pada saat ini suka tampil berlebihan dalam hal fashion. Uang boleh sedikit tapi gaya tidak boleh ketinggalan, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk mengambarkan tuntutan zaman pada saat ini. Setiap orang berlomba-lomba untuk tampil bak artis korea dengan tas merk dior dan perhiasan berkilau yang tentunya mengundang perampok untuk menjalankan aksinya. Ingat, kejahatan bukan hanya terjadi karena ada niat dari pelakunya namun juga karena ada kesempatan yang diberikan oleh korbannya.

Keempat, semakin sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Semua orang tahu bahwa mencari pekerjaan di Kota Medan bukanlah hal yang mudah, lapangan pekerjaan yang tersedia sangat sedikit jika dibandingkan jumlah pencari kerja.

Solusi mengatasi maraknya pencurian dan/atau permapokan di Kota Medan
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatasi semakin maraknya pencurian di Kota Medan yang tentunya memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, TNI, Polri dan Pemerintah Daerah.

Pertama, jadikan pencurian dan/atau perampokan menjadi kejahatan serius yang harus diberantas dan menjadi fokus utama pemberantasan layaknya kasus narkoba dan terorisme. Sama halnya dengan kejahatan seksual terhadap anak (fedofilia) yang saat ini sudah menjadi perhatian serius pihak Kepolisian bahkan Presiden Republik Indonesia juga memberikan atensi yang besar terhadap kasus fedofilia. Tidak ada salahnya Gubernur Sumatera Utara atau Walikota Medan juga memberikan atensi yang besar layaknya atensi Presiden Republik Indonesia terhadap kasus fedofilia. Diawali dengan memetakan lokasi–lokasi rawan pencurian dan/atau perampokan, membuat pos-pos polisi disetiap lokasi yang dianggap rawan pencurian dan/atau perampokan, dan mengisi pos-pos Polisi yang telah dibangun dengan petugas-petugas piket serta melakukan patroli atau razia rutin. Diharapkan kepada setiap masyarakat Kota Medan untuk melaporkan setiap kejadian pencurian dan/atau perampokan kepada pihak Kepolisian dan kepada masyarakat yang melihat terjadinya pencurian dan/atau perampokan tidak keberatan apabila dijadikan saksi oleh pihak Kepolisian. Pihak Kepolisian juga tidak akan dapat bekerja maksimal tanpa dukungan dari masyarakat Kota Medan.

Kedua, duduk bersama membahas penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian sehingga terdapat kesamaan persepsi bahwa setiap pelaku tindak pidana (tersangka, red) bisa ditahan selama perbuatan itu bukan merupakan ruh (Pertimbangan, red) pembuatan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 sehingga tidak menyulitkan Kepolisian dalam melakukan penyidikan.

Ketiga, berpenampilan sederhana dalam fashion sehingga tidak mengundang pelaku pencurian dan/atau perampokan untuk menjalankan aksinya. Semakin sederhanan penampilan maka akan semakin kecil mengundang niat pelaku pencurian dan/atau permpokan untuk menjalankan aksinya.

Keempat, membuka lapangan kerja yang sebesar-besarnya dengan mengundang investor-investor untuk menanamkan investasinya ke Kota Medan dan menjaga iklim investasi agar tetap sehat.

Diharapkan dengan semakin maraknya pencurian dan/atau perampokan yang terjadi di Kota Medan maka menjadi pembelajaran serius untuk seluruh masyarakat Kota Medan dan diharapkan kepada seluruh pihak yang berkepentingan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang sebaik-baiknya agar tercipta Medan Kota Metropolitan yang aman. Semoga ***
0
3.2K
15
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.