- Beranda
- The Lounge
Solidaritas Keluarga Daeng Ali, Mujahid Mantan Preman Wafat Dibunuh Polisi Thaghut
...
TS
bluejeanz.com
Solidaritas Keluarga Daeng Ali, Mujahid Mantan Preman Wafat Dibunuh Polisi Thaghut
Quote:
PALU, Infaq Dakwah Center (IDC)– Baru enam bulan taubat dari preman menjadi aktivis dakwah tauhid, Ilyas Ali diculik polisi dengan tuduhan perampokan. Tanpa dibuktikan di pengadilan, Ilyas Ali wafat mengenaskan diayaniaya thaghut di kantor polisi. Keluarganya menjadi yatim, menjadi kewajiban kaum muslimin untuk membantunya.
Di kalangan warga Besusu Barat, Palu Timur, Sulawesi Tengah, Ilyas Ali (37) dikenal sebagai preman tobat. Sebelum hijrah, pria kelahiran Makasar 5 September 1977 ini adalah preman terkemuka di kotanya. Rajah tato di sekujur tubuhnya yang angker cukup mewakili masa lalunya sebagai preman yang akrab dengan minuman keras dan mabok-mabokan.
Enam bulan lalu, pria yang akrab disapa Daeng Ali ini meninggalkan dunia hitam menjadi aktivis masjid dan berbagai kajian bertema dakwah tauhid dan penegakan syariat Islam. Istrinya pun kini berhijab sempurna dengan mengenakan niqab (cadar). Setelah hijrah menjadi aktivis tauhid, ia pun beralih profesi menjadi tukang parkir dan pekerja proyek bangunan untuk menafkahi istri dan kedua anaknya. Proyek terakhir yang sedang ditanganinya adalah pembangunan deker di Masjid Raya Kota Palu.
Di mata keluarga, warga dan teman-teman seprofesi, Daeng Ali paska hijrah menjadi sosok yang disegani karena ketekunannya beribadah.
“Kalau siang dia kerja sehari-hari sebagai buruh bangunan di masjid, kalau sudah dengar suara mengaji di masjid dia suruh anak-anak yang kerja berhenti untuk shalat. Semua anak-anaknya kalau tidak shalat dia marah, kalau ada anggota keluarga yang tidak shalat juga ditegur supaya shalat berjamaah,” ujar Supriati kepada relawan IDC saat bertakziyah ke rumahnya, Kamis (12/6/2014)..
Di kalangan warga Besusu Barat, Palu Timur, Sulawesi Tengah, Ilyas Ali (37) dikenal sebagai preman tobat. Sebelum hijrah, pria kelahiran Makasar 5 September 1977 ini adalah preman terkemuka di kotanya. Rajah tato di sekujur tubuhnya yang angker cukup mewakili masa lalunya sebagai preman yang akrab dengan minuman keras dan mabok-mabokan.
Enam bulan lalu, pria yang akrab disapa Daeng Ali ini meninggalkan dunia hitam menjadi aktivis masjid dan berbagai kajian bertema dakwah tauhid dan penegakan syariat Islam. Istrinya pun kini berhijab sempurna dengan mengenakan niqab (cadar). Setelah hijrah menjadi aktivis tauhid, ia pun beralih profesi menjadi tukang parkir dan pekerja proyek bangunan untuk menafkahi istri dan kedua anaknya. Proyek terakhir yang sedang ditanganinya adalah pembangunan deker di Masjid Raya Kota Palu.
Di mata keluarga, warga dan teman-teman seprofesi, Daeng Ali paska hijrah menjadi sosok yang disegani karena ketekunannya beribadah.
“Kalau siang dia kerja sehari-hari sebagai buruh bangunan di masjid, kalau sudah dengar suara mengaji di masjid dia suruh anak-anak yang kerja berhenti untuk shalat. Semua anak-anaknya kalau tidak shalat dia marah, kalau ada anggota keluarga yang tidak shalat juga ditegur supaya shalat berjamaah,” ujar Supriati kepada relawan IDC saat bertakziyah ke rumahnya, Kamis (12/6/2014)..
Quote:
Keluarga begitu senang tatkala Daeng Ali mulai insyaf, meninggalkan kubangan maksiat dan mulai belajar shalat. Semangatnya untuk mendalami ilmu agama pun begitu kuat, sampai-sampai ia tak merasa malu belajar membaca Al-Qur’an mulai dari pelajaran “Iqro 1” layaknya anak TPA.
“Awalnya memang dia tidak pernah mengaji, lalu dia belajar mengaji dari mulai Iqro. Setiap berangkat ke luar itu iqro tidak pernah tertinggal dalam tasnya,” ungkap sang istri.
Sebagai ibu rumah tangga, Supriati pun berbahagia, kini keluarganya menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Namun, kebahagiaan Supriati tak berselang lama. Bak petir di siang bolong, sang suami yang selama ini tak pernah berurusan dengan aparat itu tiba-tiba diculik Tim Buser kepolisian dari Polres Palu. Usai shalat isya, Selasa (3/6/2014) Daeng Ali bersama dua temannya, Rudi Harun Al-Rasyid dan Kalman dicokok polisi dengan tuduhan perampokan. Detik-detik penculikan begitu dramatis tanpa surat penangkapan dan tanpa perlawanan sedikit pun.
“Dia ditangkap di depan rumah, malam hari setelah shalat Isya. Saya ada di rumah sedang mengaji sama ummi Dewi salah seorang yang baru saja menikah. Waktu itu datang menangkap dari polisi, dia tanya ada berapa orang di sini? Semua sudah disergap, disuruh angkat tangan, semua tiga orang yang ditangkap dengan almarhum. Saya sempat menyusul lari keluar, tapi saya lihat almarhum tidak sempat pamit lagi,” kenang Supriati yang menyaksikan suaminya ditangkap.
Supriati tidak menduga, rupanya pertemuan dengan suami usai shalat isya malam itu adalah malam perpisahan dengan sang suami. Daeng Ali yang ketika ditangkap dalam keadaan sehat, ternyata pulang sudah menjadi mayat dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Kepala sebelah kanannya dan paha kirinya luka robek terlihat dagingnya. Anggota badan dari tangan hingga kaki luka lebam kebiru-biruan.
Foto-foto jenazah Daeng Ali yang sampai kepada redaksi IDC memang sangat mengenaskan, sekujur tubuhnya lebam-lebam kebiruan seperti bekas pukulan berulang-ulang. Namun foto itu tidak dipublis di media karena mengandung unsur sadistis yang berlebihan.
“Awalnya memang dia tidak pernah mengaji, lalu dia belajar mengaji dari mulai Iqro. Setiap berangkat ke luar itu iqro tidak pernah tertinggal dalam tasnya,” ungkap sang istri.
Sebagai ibu rumah tangga, Supriati pun berbahagia, kini keluarganya menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Namun, kebahagiaan Supriati tak berselang lama. Bak petir di siang bolong, sang suami yang selama ini tak pernah berurusan dengan aparat itu tiba-tiba diculik Tim Buser kepolisian dari Polres Palu. Usai shalat isya, Selasa (3/6/2014) Daeng Ali bersama dua temannya, Rudi Harun Al-Rasyid dan Kalman dicokok polisi dengan tuduhan perampokan. Detik-detik penculikan begitu dramatis tanpa surat penangkapan dan tanpa perlawanan sedikit pun.
“Dia ditangkap di depan rumah, malam hari setelah shalat Isya. Saya ada di rumah sedang mengaji sama ummi Dewi salah seorang yang baru saja menikah. Waktu itu datang menangkap dari polisi, dia tanya ada berapa orang di sini? Semua sudah disergap, disuruh angkat tangan, semua tiga orang yang ditangkap dengan almarhum. Saya sempat menyusul lari keluar, tapi saya lihat almarhum tidak sempat pamit lagi,” kenang Supriati yang menyaksikan suaminya ditangkap.
Supriati tidak menduga, rupanya pertemuan dengan suami usai shalat isya malam itu adalah malam perpisahan dengan sang suami. Daeng Ali yang ketika ditangkap dalam keadaan sehat, ternyata pulang sudah menjadi mayat dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Kepala sebelah kanannya dan paha kirinya luka robek terlihat dagingnya. Anggota badan dari tangan hingga kaki luka lebam kebiru-biruan.
Foto-foto jenazah Daeng Ali yang sampai kepada redaksi IDC memang sangat mengenaskan, sekujur tubuhnya lebam-lebam kebiruan seperti bekas pukulan berulang-ulang. Namun foto itu tidak dipublis di media karena mengandung unsur sadistis yang berlebihan.
Spoiler for gambar:
Quote:
SUDAH MEMBUNUH BERBOHONG PULA
Rabu pagi, Supriati dipanggil ke Polres Palu, kemudian dipingpong hingga ke Polda Sulteng dan ditemui Wadir Reskrimum Polda Sulteng, AKBP Dicky Aryanto. Dicky mengaku bahwa Daeng Ali tewas setelah mencoba melarikan diri dan terjatuh dalam selokan.
“Ibu, semalam bapak sempat mau melarikan diri, kita sempat kejar-kejaran. Jadi, dia jatuh ke got (selokan, red.) kejang-kejang, kita melakukan pertolongan pertama tapi tidak tertolong. Bapak meninggal waktu kita bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara,” ujar Supriati menirukan ucapan AKBP Dicky Aryanto.
Awalnya ia mempercayai begitu saja apa yang dikatakan aparat kepolisian. Tapi setelah melihat langsung jenazah Daeng Ali, hal itu semakin menambah keyakinannya bahwa ada yang tidak wajar di balik kematian suaminya.
“Kemudian kita lihat jenazah, masuk ke kamar mayat kemudian kita lihat jenazah Daeng Ali tidak seperti yang diceritakan, katanya lari dikejar-kejar jatuh masuk got. Di kepala itu ada luka sobek, lehernya patah, badannya memar, kakinya bengkak sampai hitam. Pokoknya tidak wajar. Jadi keluarga, bukan hanya teman-teman, semua warga di sini lihat memang ada yang tidak wajar dari kematian Daeng Ali,” jelasnya.
Rabu pagi, Supriati dipanggil ke Polres Palu, kemudian dipingpong hingga ke Polda Sulteng dan ditemui Wadir Reskrimum Polda Sulteng, AKBP Dicky Aryanto. Dicky mengaku bahwa Daeng Ali tewas setelah mencoba melarikan diri dan terjatuh dalam selokan.
“Ibu, semalam bapak sempat mau melarikan diri, kita sempat kejar-kejaran. Jadi, dia jatuh ke got (selokan, red.) kejang-kejang, kita melakukan pertolongan pertama tapi tidak tertolong. Bapak meninggal waktu kita bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara,” ujar Supriati menirukan ucapan AKBP Dicky Aryanto.
Awalnya ia mempercayai begitu saja apa yang dikatakan aparat kepolisian. Tapi setelah melihat langsung jenazah Daeng Ali, hal itu semakin menambah keyakinannya bahwa ada yang tidak wajar di balik kematian suaminya.
“Kemudian kita lihat jenazah, masuk ke kamar mayat kemudian kita lihat jenazah Daeng Ali tidak seperti yang diceritakan, katanya lari dikejar-kejar jatuh masuk got. Di kepala itu ada luka sobek, lehernya patah, badannya memar, kakinya bengkak sampai hitam. Pokoknya tidak wajar. Jadi keluarga, bukan hanya teman-teman, semua warga di sini lihat memang ada yang tidak wajar dari kematian Daeng Ali,” jelasnya.
Spoiler for gambar:
Quote:
Pengakuan kepolisian itu bohong besar dan bertolak belakang dengan kesaksian Rudi dan Kalman, dua teman Daeng Ali yang sama-sama ditangkap tapi kemudian dibebaskan. Daeng Ali meninggal bukan karena jatuh ke selokan, tapi karena penyiksaan brutal dari oknum aparat kepolisian.
“Kami diinterogasi sementara Daeng Ali disiksa. Daeng Ali di sebelah ruangan saya hanya berdindingkan triplek, suara pukulan sama jeritannya Daeng Ali ketahuan sekali. Dia ditanyakan, untuk apa kau merampok? Duitnya kau kemanakan? Kau belikan senjata atau apa? Terus, siapa itu Rudi, siapa itu Kalman?” papar Rudi, salah seorang yang turut ditangkap Tim Buser kepada IDC.
Masih terngiang dalam ingatannya, bagaimana hebatnya penyiksaan yang dialami Daeng Ali. Saat itu Daeng Ali yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa berteriak menyebut asma Allah.
“Dia dipukul-dipukul, dia hanya teriak Allahu Akbar! Laa ilaaha illallaah! Ya Allah… ya Allah… terus sampai lama, sekitar jam 1.00 malam. Sampai jam 03.00 WITA dengan suara terakhir disebutkan aparat: ‘Daeng Ali jangan tidur, jangan pura-pura pingsan!’ terus dipukul lagi, tetapi Ali tidak bangun-bangun lagi, sampai tidak ada lagi penyiksaan,” ungkapnya.
Senada itu, Kalman yang juga ikut ditangkap bersama Daeng Ali, menampik keras pernyataan aparat kepolisian jika Daeng Ali mencoba melarikan diri dari aparat. Pasalnya, ia bersama Rudi dan Daeng Ali duduk bertiga di bagian belakang mobil saat ditangkap hingga tiba di Polres Palu.
“Salah satu dari mereka (aparat kepolisian, red.) mengatakan, ‘Jangan macam-macam kau Ali!’ terus kita bertiga dibawa ke mobil, Daeng Ali ini diborgol. Setelah di mobil kita bertiga ditaruh di posisi paling belakang ada saya, Ali dengan Rudi. Di atas mobil salah seorang dari mereka bertanya, ‘Ali kau tahu salahmu?’ Daeng Ali bilang, ‘Tidak tahu pak,” paparnya kepada IDC, Kamis (12/6/2014).
“Kami diinterogasi sementara Daeng Ali disiksa. Daeng Ali di sebelah ruangan saya hanya berdindingkan triplek, suara pukulan sama jeritannya Daeng Ali ketahuan sekali. Dia ditanyakan, untuk apa kau merampok? Duitnya kau kemanakan? Kau belikan senjata atau apa? Terus, siapa itu Rudi, siapa itu Kalman?” papar Rudi, salah seorang yang turut ditangkap Tim Buser kepada IDC.
Masih terngiang dalam ingatannya, bagaimana hebatnya penyiksaan yang dialami Daeng Ali. Saat itu Daeng Ali yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa berteriak menyebut asma Allah.
“Dia dipukul-dipukul, dia hanya teriak Allahu Akbar! Laa ilaaha illallaah! Ya Allah… ya Allah… terus sampai lama, sekitar jam 1.00 malam. Sampai jam 03.00 WITA dengan suara terakhir disebutkan aparat: ‘Daeng Ali jangan tidur, jangan pura-pura pingsan!’ terus dipukul lagi, tetapi Ali tidak bangun-bangun lagi, sampai tidak ada lagi penyiksaan,” ungkapnya.
Senada itu, Kalman yang juga ikut ditangkap bersama Daeng Ali, menampik keras pernyataan aparat kepolisian jika Daeng Ali mencoba melarikan diri dari aparat. Pasalnya, ia bersama Rudi dan Daeng Ali duduk bertiga di bagian belakang mobil saat ditangkap hingga tiba di Polres Palu.
“Salah satu dari mereka (aparat kepolisian, red.) mengatakan, ‘Jangan macam-macam kau Ali!’ terus kita bertiga dibawa ke mobil, Daeng Ali ini diborgol. Setelah di mobil kita bertiga ditaruh di posisi paling belakang ada saya, Ali dengan Rudi. Di atas mobil salah seorang dari mereka bertanya, ‘Ali kau tahu salahmu?’ Daeng Ali bilang, ‘Tidak tahu pak,” paparnya kepada IDC, Kamis (12/6/2014).
Spoiler for gambar:
Quote:
SUPPORT KELUARGA YATIM DAENG ALI, ADILI POLISI PEMBUNUH!!
Menyoal kezaliman polisi yang menganiaya Daeng Ali hingga tewas, Tim Pengacara Muslim (TPM) Palu menuntut semua pihak yang terlibat diseret ke pengadilan dan dicopot dari jabatannya.
“Kami selaku kuasa hukum keluarga menuntut pembunuh Daeng Ali ini, oknum aparatnya diseret ke pengadilan. Kemudian kami meminta Kapolda Sulawesi Tengah bertanggungjawab atas kematian Daeng Ali. Kami juga menuntut agar Kapolres Kota Palu itu dicopot,” tuntutnya. “Hentikan juga opini publik yang penuh kedustaan dan kebohongan yang sengaja dibangun oleh pihak institusi polisi terkait kematian Daeng Ali dengan asumsi bahwa Daeng Ali itu jatuh di got dan memiliki senjata api,” tambahnya.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Daerah Sulawesi Tengah, Dedi Askary, mendesak agar kepolisian transparan dalam mengusut kasus kematian Daeng Ali di tangan polisi. Ia juga meminta agar hasil autopsi jenazah diserahkan kepada keluarga agar penyebab kematian korban jelas. Menurutnya, transparansi itu akan membuat keluarga korban dan masyarakat tidak bertanya-tanya terkait penyebab kematian. “Kita minta kasus ini diusut dan pelakunya dihukum tegas,” tegas Dedi, Kamis (5/6/2014).
Senada itu, KH Yahya Al-Amri , anggota Dewan Ulama Al-Khairat Palu mengecam keras dan menuntut agar polisi yang terlibat diusut tuntas dan dihukum keras.
“Persoalan ini harus diusut tuntas dan pelakunya harus diberi hukuman. Saya kira semua cara ini harus dihentikan, oleh karena itu ada satu kasus ini harus tuntas diselesaikan,” ujarnya kepada IDC, Kamis (12/6/2014).
Menyoal kezaliman polisi yang menganiaya Daeng Ali hingga tewas, Tim Pengacara Muslim (TPM) Palu menuntut semua pihak yang terlibat diseret ke pengadilan dan dicopot dari jabatannya.
“Kami selaku kuasa hukum keluarga menuntut pembunuh Daeng Ali ini, oknum aparatnya diseret ke pengadilan. Kemudian kami meminta Kapolda Sulawesi Tengah bertanggungjawab atas kematian Daeng Ali. Kami juga menuntut agar Kapolres Kota Palu itu dicopot,” tuntutnya. “Hentikan juga opini publik yang penuh kedustaan dan kebohongan yang sengaja dibangun oleh pihak institusi polisi terkait kematian Daeng Ali dengan asumsi bahwa Daeng Ali itu jatuh di got dan memiliki senjata api,” tambahnya.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Daerah Sulawesi Tengah, Dedi Askary, mendesak agar kepolisian transparan dalam mengusut kasus kematian Daeng Ali di tangan polisi. Ia juga meminta agar hasil autopsi jenazah diserahkan kepada keluarga agar penyebab kematian korban jelas. Menurutnya, transparansi itu akan membuat keluarga korban dan masyarakat tidak bertanya-tanya terkait penyebab kematian. “Kita minta kasus ini diusut dan pelakunya dihukum tegas,” tegas Dedi, Kamis (5/6/2014).
Senada itu, KH Yahya Al-Amri , anggota Dewan Ulama Al-Khairat Palu mengecam keras dan menuntut agar polisi yang terlibat diusut tuntas dan dihukum keras.
“Persoalan ini harus diusut tuntas dan pelakunya harus diberi hukuman. Saya kira semua cara ini harus dihentikan, oleh karena itu ada satu kasus ini harus tuntas diselesaikan,” ujarnya kepada IDC, Kamis (12/6/2014).
Spoiler for Menurut pendapat TS:
Quote:
Sebesar dan sekecil apa pun kesalahan orang lain, jangan main hakim sendiri. Ini malah aparat yang melakukan penganiayaan terhadap korban yang belum tentu melakukan kejahatan. Ane bikin trit ginian supaya kasus ini gak menghilang begitu saja. FYI, ane copas dari "sumber". Kalo ada yang gak berkenan, ane bersedia menghapus trit ini. Semoga amal ibadah korban diterima di sisi Allah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Buat pelaku pembunuhannya, supaya diusut dan diadili sebagaimana hukum yang berlaku di Indonesia.
http://www.infaqdakwahcenter.com/rea...olisi-thaghut/
0
3.5K
Kutip
14
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru