Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • [Renungan] "Izinkan Aku Menciumu Ibu", sampe netesin air mata bacanya gan..

rawanbanjirAvatar border
TS
rawanbanjir
[Renungan] "Izinkan Aku Menciumu Ibu", sampe netesin air mata bacanya gan..

Sewaktu masih kecil, aku sering merasa dijadikan pembantu olehnya. Ia selalu menyuruhku mengerjakan tugas-tugas seperti menyapu lantai dan mengepelnya setiap pagi dan sore. Setiap hari, aku ‘dipaksa’ membantunya memasak di pagi buta sebelum ayah dan adik-adikku bangun.
Bahkan sepulang sekolah, ia tak mengizinkanku bermain sebelum semua pekerjaan rumah dibereskan. Sehabis makan, aku pun harus mencucinya sendiri juga piring bekas masak dan makan yang lain. Tidak jarang aku merasa kesal dengan semua beban yang diberikannya hingga setiap kali mengerjakannya aku selalu bersungut-sungut.

Kini, setelah dewasa aku mengerti kenapa dulu engkau melakukan itu semua. Karena aku juga akan menjadi seorang istri dari suamiku, ibu dari anak-anakku yang tidak akan pernah lepas dari semua pekerjaan masa kecilku dulu. Terima kasih ibu, karena engkau aku menjadi istri yang baik dari suamiku dan ibu yang dibanggakan oleh anak-anakku.



Saat pertama kali aku masuk sekolah di
Taman Kanak-Kanak, ia yang mengantarku
hingga masuk ke dalam kelas. Dengan sabar
pula ia menunggu. Sesekali kulihat dari jendela kelas, ia masih duduk di seberang
sana. Aku tak peduli dengan setumpuk
pekerjaannya di rumah, dengan rasa kantuk yang menderanya, atau terik, atau hujan.
Juga rasa jenuh dan bosannya menunggu.
Yang penting aku senang ia menungguiku sampai bel berbunyi.
Kini, setelah aku besar, aku malah
sering meninggalkannya, bermain bersama
teman-teman, bepergian.
Tak pernah aku menungguinya ketika ia
sakit, ketika ia membutuhkan pertolonganku disaat tubuhnya melemah. Saat aku menjadi orang dewasa, aku
meninggalkannya karena tuntutan rumah
tangga.

Di usiaku yang menanjak remaja, aku sering merasa malu berjalan bersamanya. Pakaian dan dandanannya yang kuanggap kuno jelas tak serasi dengan penampilanku yang trendi. Bahkan seringkali aku sengaja
mendahuluinya berjalan satu-dua meter didepannya agar orang tak menyangka aku sedang bersamanya. Padahal menurut cerita orang, sejak aku kecil Ibu memang tak pernah memikirkan penampilannya, ia tak pernah membeli pakaian baru, apalagi
perhiasan. Ia sisihkan semua untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus
agar aku terlihat cantik, ia pakaikan juga
perhiasan di tubuhku dari sisa uang belanja bulanannya.

Padahal juga aku tahu, ia yang dengan
penuh kesabaran, kelembutan dan kasih sayang mengajariku berjalan. Ia mengangkat tubuhku ketika aku terjatuh, membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.

Selepas SMA, ketika aku mulai memasuki
dunia baruku di perguruan tinggi. Aku semakin merasa jauh berbeda dengannya.
Aku yang pintar, cerdas dan berwawasan
seringkali menganggap Ibu sebagai orang
bodoh, tak berwawasan hingga tak mengerti apa-apa. Hingga kemudian komunikasi yang berlangsung antara aku dengannya hanya sebatas permintaan uang kuliah dan segala tuntutan keperluan kampus lainnya.
Usai wisuda sarjana, baru aku mengerti, Ibu yang kuanggap bodoh, tak berwawasan dan tak mengerti apa-apa itu telah melahirkan anak cerdas yang mampu meraih gelar sarjananya.

Meski Ibu bukan orang berpendidikan, tapi
do’a di setiap sujudnya, pengorbanan dan
cintanya jauh melebihi apa yang sudah kuraih. Tanpamu Ibu, aku tak akan pernah menjadi aku yang sekarang.

Pada hari pernikahanku, ia menggandengku menuju pelaminan. Ia tunjukkan bagaimana meneguhkan hati,
memantapkan langkah menuju dunia baru itu. Sesaat kupandang senyumnya begitu menyejukkan, jauh lebih indah dari keindahan senyum suamiku.
Usai akad nikah, ia langsung menciumku
saat aku bersimpuh di kakinya. Saat itulah aku menyadari, ia juga yang pertama kali
memberikan kecupan hangatnya ketika aku terlahir ke dunia ini.

Kini setelah aku sibuk dengan urusan
rumah tanggaku, aku tak pernah lagi menjenguknya atau menanyai kabarnya. Aku sangat ingin menjadi istri yang shaleh dan taat kepada suamiku hingga tak jarang aku membunuh kerinduanku pada Ibu.

Sungguh, kini setelah aku mempunyai anak,
aku baru tahu bahwa segala kiriman uangku setiap bulan untuknya tak lebih
berarti dibanding kehadiranku untukmu.
Aku akan datang dan menciummu Ibu, meski tak sehangat cinta dan kasihmu kepadaku.

Ya Allah ampunilah aku dan kedua
Orangtuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi aku sewaktu aku masih kecil..Aamiin
Diubah oleh rawanbanjir 20-07-2014 15:45
0
2.8K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.