Ketika membaca timeline di Twitter, ane terhenyak membaca sebuah tweet tentang kisah inspiratif dua orang yang luar biasa. Pasangan suami istri Akhmad Soleh dan Tutik Alawiyah mungkin adalah salah satu yang terbaik yg pernah ane tahu. Simak ceritanya gan
Mungkin kisah ini bisa jadi motivasi dan pelajaran bagi semua orang mengenai arti perjuangan. Ini juga bisa menjadi panutan bagaimana ikhlasnya seorang istri dalam mendampingi suaminya. Sabtu (19/7) siang raut wajah bangga dan kebahagiaan tampak di wajah pasangan Tutik Alawiyah dan Akhmad Soleh. Hari itu, Tutik menyaksikan suaminya berhasil mempertahankan disertasi dalam sidang doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Membanggakan,Akhmad Soleh merupakan seorang tunanetra. Ia pemegang gelar doktor penyandang tunanetra pertama di DIY. Hasil itu bukanlah sebuah perkara mudah, penuh perjuangan dan butuh mental pantang menyerah. Bagaimana kisahnya?
Inilah bukti kerja keras Soleh dan kesetiaan seorang istri. Tutik selama ini mendampingi suaminya itu ke berbagai perguruan tinggi untuk mencari data penelitian. Ia menggandeng suaminya dari perguruan tinggi yang satu ke perguruan tinggi lainnya. "Saya gandeng bapak kemana2 utk penelitian, masuk berbagai prguruan tinggi & brtmu para rektor". Perguruan tinggi itu antra lain UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga dan ISI. Bermodal sepeda motor, Tutik memboncengkan suaminya menuju ke kampus2 itu untuk menggali data penelitian. Genggaman tangannya jg nyaris tak pernah lepas saat menyambangi kampus2 itu. Masalahnya, ternyata kampus2 itu tak memiliki data yang cukup lengkap tentag mahasiswanya yg menyandang disabilitas. Jadi, adakalanya mereka harus menelusuri langsung ke setiap jurusan dan bertanya ke mahasiswa. Semua itu dilakukan untuk mendapat data penelitian yang diperlukan.
Suatu hari ada seorang staf kampus yang mnyangka bahwa mereka pasangan yang hendak minta sedekah. "Staf itu menyodorkan uang Rp 5 ribu, katanya untuk uang bensin Dikira kami mau minta sedekah" ujarnya. Waktu yg diperlukan Soleh dlm mnyelesaikan S3-nya memang terbilang lama, sekitar 7 tahun. Berbagai hambatan ia hadapi sehingga butuh waktu lebih lama menyelesaikan disertasi ttg aksesibilitas difabel di perguruan tinggi. Topik ini relatif baru sehingga tak banyak referensi yg membahas hal ini, kalaupun ada, biasanya dalam bahasa inggris. Soleh biasanya mengandalkan program komputer khusus yg bisa mengonversi teks menjadi suara, tp kadang minta dibacakan oleh anak dan istrinya juga. Hambatan lainnya, ia jg sempat harus istirahat total selama setahun karena mengalami kecelakaan. Ia jg kerap mengisi seminar dan aktif di organisasi sehingga harus pintar2 membagi waktu.
Adapun dalam disertasinya, Soleh menyoroti bagamana aksesibilitas tak hanya melulu bicara soal ketersediaan fasilitas & saran prasarana. Aksesibilitas difabel juga harus prtimbangkan aspek kurikulum, peraturan, maupun pelayanan. Bagi Soleh, gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan yang ia raih sama sekali bukan titik akhir. Berkaca pada tesis S2-nya di mana karyanya memberikan sumbangsih pada lahirnya Pusat Studi Layanan Difabel di UINSK. "Sekarang giliran disertasi saya yang harus memberikan peran nyata bagi masyarakat,"
Luar Biasa gan
Bagi agan yg bau bergelut dg Skripsi, Thesis ataupun Disertasi, Semoga kisah Pak Ahmad bisa menginspirasi agan2 semua
Dan bagi Aganwati mungkin kisah Ibu Tutik bisa dijadikan contoh untuk berbakti kepada suami