- Beranda
- Berita dan Politik
Perbedaan Penyelesaian kasus MAJALAH PLAYBOY vs TABLOID OBOR RAKYAT Oleh KEPOLISIAN
...
TS
Royals
Perbedaan Penyelesaian kasus MAJALAH PLAYBOY vs TABLOID OBOR RAKYAT Oleh KEPOLISIAN
Miris Melihat Kinerja Kepolisian akhir-akhir ini
tidak usah panjang Lebar, Mari kita Melihat Data-data yang ada di Media
dimulai dari Obor Rakyat yang memfitnah JOKOWI
saya akan membuat perbandingannya...
Menurut Dewan Pers OBOR RAKYAT bukan Produk Pers
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers telah merekomendasikan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri bahwa tabloid Obor Rakyat bukan produk jurnalistik. Ahli hukum Dewan Pers Wina Armada menyampaikan hal tersebut ketika dimintai pendapatnya sebagai saksi ahli untuk menjerat penggagas Obor Rakyat, Darmawan Sepriyossa dan Setiyardi Budiono, pada Jumat, 27 Juni 2014, dan Rabu, 2 Juli 2014.
"Dilihat dari lembaga, metodologi, dan hasil karyanya, Obor Rakyat itu bukan karya jurnalistik," kata Wina ketika dihubungi, Rabu, 2 Juli 2014. Oleh karena itu, ujar dia, Obor Rakyat tidak berada di bawah Undang-Undang Pers. "Apakah itu pidana atau tidak, nanti polisi yang menentukan."
Dia memerinci beberapa alasan Obor Rakyat tak layak disebut sebagai produk pers. Di antaranya, secara kelembagaan Obor Rakyat tidak mencantumkan siapa penanggung jawabnya. Tidak memiliki badan hukum, tidak mencantumkan alamat percetakan, dan alamat redaksi yang tidak jelas alias fiktif. "Menurut penelusuran kami, alamatnya palsu," ujar Wina. (Baca juga: Pembuat Tabloid Obor Rakyat Siap Diperiksa Polisi)
Sebelumnya, tim sukses calon presiden Joko Widodo melaporkan penggagas Obor Rakyat Setiyardi dan Darmawan ke Mabes Polri. Tabloid Obor Rakyat dinilai selalu menyudutkan Jokowi dan melakukan kampanye hitam. Tabloid itu disebar ke pesantren-pesantren.
Hingga saat ini Polri belum menetapkan keduanya sebagai tersangka. Bareskrim Polri akan meminta pendapat tiga saksi ahli lain untuk menentukan pelanggaran Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriosa dalam tabloid Obor Rakyat. Di antaranya Kementerian Komunikasi dan Informatika, ahli bahasa, dan ahli hukum pidana.
Dinilai Lamban Tangani Kasus Obor Rakyat, Kabareskrim: Masih Proses
Jakarta - Kubu Jokowi menilai penanganan Polri dalam kasus Obor Rakyat lamban. Polri membantah penilaian tersebut. Sebab setiap proses penyelidikan
harus melalui prosedur yang sudah ditentukan.
"Ada prosedurnya mas, ngga bisa ujug-ujug," ujar Kabareskrim Komjen Suhardi Aliyus di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Suhardi mengatakan hari ini Bareskrim kembali menjadwalkan pemeriksaan saksi. Saksi tersebut antaralain dari dewan pers dan saksi pelapor.
"Masih proses, hari ini kalau tidak salah ada pemeriksaan saksi, baik dari dewan pers atau saksi dari terlapor. Apakah datang atau tidak
saya tidak tahu," tuturnya.
Sejauh ini menurut Suhardi yang menjadi kendala adalah kehadiran para saksi ahli. Sebab, kesaksian ahli itu bagian terpenting dalam
pemeriksaan.
"Kesaksian ahli paling penting, jangan sampai salah nantinya. Ada 4 saksi ahli, saksi ahli dewan pers, saksi kominfo, saksi bahasa, saksi
pidana, ini dipanggil belum datang juga, nanti kita mau proaktif," tegasnya.
Sebelumnya politikus senior PDIP yang juga Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto menyayangkan
lambannya penanganan polisi dalam perkara dugaan fitnah kepada capres Joko Widodo melalui Tabloid Obor Rakyat.
Timses Jokowi Ingin Kasus Obor Rakyat Dipercepat, Ini Jawaban Mabes Polri
Jakarta - Tim sukses Jokowi-JK mendatangi Bareskrim Polri, Rabu (2/7/2014) kemarin. Mereka mendesak penyidik segera menuntaskan kasus Obor Rakyat sebelum tanggal 9 Juli 2014. Menanggapi ini, Mabes Polri menegaskan pihaknya tidak bisa bekerja berdasar pada opini.
"Tidak bisa menyelidiki atas dasar opini atau permintaan-permintaan. Proses penyelidikan dan penyidikan itu ada prosedurnya agar dilakukan secara proporsional, semuanya diatur di KUHAP," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/7/2014) malam.
Terkait kasus Obor Rakyat yang menyerat Pemimpin Redaksinya, Setyardi Budiyono, dan Redaktur Pelaksana inilah..com, Darmawan Sepriyossa, ini pihaknya berupaya untuk bergerak cepat. Namun apa daya, dari beberapa saksi yang diundang dan dimintai pandangan keahliannya baru Dewan Pers yang hadir untuk menuangkan keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP).
"Keterangan mereka nanti menjadi alat bukti untuk memudahkan penetapan bahwa siapa yang bisa ditersangkakan. Jadi sesuai prosedur hukum dan proporsioal, bukan permintaan-permintaan," kata Ronny.
"Sebelum 9 Juli, kasus ini sudah clear dan jelas terang benderang. Karena ini bisa mencederai, hukum harus ditegakan, kita ingin proses ini dipercepat. Tinggal saksi ahli, ini tak perlu proses lama untuk menentukan ini masuk pidana atau bagaimana," kata Riano.
Riano Oscha, salah satu rombongan yang mendatangi Bareskrim, meminta polisi mempercepat proses kasus Obor Rakyat.
"Sebelum 9 Juli, kasus ini sudah clear dan jelas terang benderang. Karena ini bisa mencederai, hukum harus ditegakan, kita ingin proses ini dipercepat. Tinggal saksi ahli, ini tak perlu proses lama untuk menentukan ini masuk pidana atau bagaimana," kata Riano kemarin.
Mengapa Kapolri Enggan Menindak Tabloid Obor Rakyat? Ini Ulasannya
[JAKARTA]Maksud di balik pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman bahwa Polri tak punya kewenangan untuk membredel Tabloid Obor Rakyat, perlahan mulai terkuak.
Padahal sebelumnya, publik bertanya-tanya, ada apa Kapolri melembek dan lamban menindak Obor Rakyat?
Ada apa sehingga Kapolri mengatakan, sebaiknya masyarakat bisa memilih bacaan yang mendidik atau tidak mendidik, padahal jelas-jelas Obor Rakyat melakukan fitnah?
Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Akbar Faisal mengatakan, pernyataan Kapolri itu patut disesalkan dan jelas tak masuk akal.
"Bagaimana mungin seorang Kapolri bisa menyatakan bahwa seseorang atau sekelompok orang bisa memanfaatkan celah hukum yang masih kosong untuk melakukan serangan hitam terhadap calon presiden Republik Indonesia yang sah? Dan hal tersebut dibiarkan terjadi?" kata Akbar di Jakarta, Kamis (26/6).
Akbar Faisal mengeluarkan pernyataan keras setelah Ketua Dewan Pers, Bagir Manan menyurati Sutarman untuk menangani soal penerbitan Obor Rakyat yang dinilai oleh kubu capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla telah menyebarkan pemberitaan kampanye hitam.
"Obor Rakyat bukan pers, sehingga kami tidak memiliki kewenangan untuk menangani," katanya.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) itu, Dewan Pers sejak awal telah menyatakan bahwa penerbitan Obor Rakyat bukanlah sebuah produk jurnalistik, sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan Dewan Pers.
"Sampai saat ini belum ada perwakilan dari Obor Rakyat yang datang menemui Dewan Pers, jika ada maka akan dilayani dan diterima," ucapnya.
Bagir menjelaskan, ada dua kriteria sebuah produk jurnalistik menjadi bagian dari pers, yaitu dari segi penyelenggara dan konten medianya.
"Dari segi penyelenggaranya, menurut Undang-Undang, pers harus berbadan hukum dan mereka tidak menunjukkan itu, pengelolaannya harus memiliki alamat yang tepat, pimpinan redaksi dan itu semua sampai saat ini belum kami temukan," ujarnya.
Selain itu, kata dia, dari segi konten, media harus memenuhi syarat-syarat jurnalistik, misalnya, faktual, berimbang,cover both side, tidak memfitnah, tidak menghakimi dan sebagainya.
"Kita tidak mendapati hal itu dalam Obor Rakyat," tegasnya.
Pernyataan Dewan Pers itu, kata Akbar Faisal, sangat jelas dan terang. Kapolri harus paham terhadap pernyataan ketua Dewan Pers bahwa Obor Rakyat bukan produk jurnalistik.
Karenanya, sudah seharusnya Polri menangkap pengedar tabloid yang meresahkan masyarakat itu.
Akbar pun bertanya-tanya karena Polri seolah-olah tak berdaya menindak Setiyardi Budiono Cs yang telah mengaku sebagai pembuat Obor Rakyat.
Sebab sikap lembek Polri justru menunjukkan negara telah kalah oleh pelaku kejahatan yang menyebarkan kebencian.
“Dalam menghadapi masa kampanye yang krusial ini seharusnya negara tidak boleh kalah. Hukum harus ditegakkan agar pemilu benar-benar jujur dan adil,” ujarnya.
Orang Kuat
Ada apa sehingga seorang Kapolri Jenderal Pol Sutarman seolah-olah enggan menuntaskan kasus fitnah Tabloid Obor Rakyat?
Ternyata ada nama orang kuat yang diduga berada di balik tabloid yang dipimpin salah satu staf Istana Kepresidenan.
Awalnya, Obor Rakyat dicetak untuk menaikkan popularitas Hatta Rajasa, saat mantan Menteri Perekonomian itu masih duduk di kabinet. Demikian laporan investigasi harian Media Indonesia, Senin 30 Juni 2014.
Menurut sumber harian itu, tabloid itu sepenuhnya didanai pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Tidak hanya membiayai Obor Rakyat, Riza yang di Singapura dikenal dengan sebutan Gasoline Godfather juga membiayai tim sukses calon wakil presiden (cawapres) nomor urut satu itu.
Kedekatannya dengan Hatta semakin mengental ketika Menteri Perekonomian itu duduk di kabinet.
"Riza jugalah yang menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 29, Otista, Jakarta Timur. Rumah itu kini menjadi markas tim pemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta," kata tim sukses Hatta di Jakarta, Jumat malam 27 Juni 2014.
Di rumah itu, lanjutnya, Riza mendirikan media center yang dipimpin Muchlis Hasyim.
Saat dihubungi secara terpisah, sumber Media Indonesia yang lain, GS, asal Gunung Sugih Lampung Tengah, juga mengakui Obor Rakyat sejak awal direncanakan sebagai media politik partisan yang dikelola wartawan-wartawan oportunis dan disokong pebisnis.
"Jadi, ada simbiosis mutalisme antara pebisnis, politisi dan jurnalis. Konsep media partisan itu ditawarkan Setiyardi kepada Muchlis untuk kepentingan politik Hatta. Ia datang ke Muchlis karena sangat dekat dengan Hatta," ujar GS di Pasific Place.
Pada Maret lalu, tambah GS, Muchlis pernah membahas penerbitan media partisan itu bersama Setiyardi dan seorang jurnalis senior lain, di kantornya di Jalan Rimba. Semula konsep tabloid itu ditawarkan agar digarap jurnalis senior tersebut, tetapi tidak jadi.
Saat dimintai konfirmasi, Muchlis membantah ada hubungan dirinya dengan Riza. "Enggak ada itu urusannya dengan pak Riza. Setiyardi (Budiono, Pemred Obor Rakyat) sudah omong soal pendanaan itu," cetus pendiri portal inilah..com tersebut, kemarin.
Setiyardi, lanjut Muchlis, sudah memenuhi panggilan Polri pada Senin, 23 Juni 2014. Terkait dengan mangkirnya Darmawan Sepriyossa, penulis tabloid tersebut, dari pemeriksaan Mabes Polri, Muchlis mengatakan yang bersangkutan berkomitmen kepadanya untuk datang datang dalam pemeriksaan Bareskrim Mabes Polri, hari ini Senin 30 Juni 2014.
"Terserahlah kamu mau tulis apa. Itu kan sedang ditangani polisi," ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan, masih mengecek keberadaan Darmawan. Pihaknya mengetahui editor itu sedang umrah justru dari pemberitaan media massa. "Kita persiapkan surat panggilan berikutnya," ujar Ronny.
Di sisi lain, Hatta Rajasa membantah tudingan bahwa dirinya mendanai Obor Rakyat dengan tujuan melakukan kampanye hitam terhadap saingannya, Jokowi - JK .
"Wah itu memfitnah saya," ujar Hatta ketika dimintai konfirmasi sebelum acara debat cawapres, di Bidakara, semalam. [L-8]
dan sampai sekarang Kepastian Penyelidikan Kepolisian Terhadap Setiyardi dan Darmawan tidak jelas, apakah ini untuk kepentingan Menyelamatkan Salah Satu Capres ? silahkan Kaskuser yang menilainya
di sisi lain mari kita lihat penegakan Hukum Polisi Terhadap Playboy
Dewan Pers Bela Playboy Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dewan Pers Indonesia bakal tetap membela majalah Playboy Indonesia. Menurut mereka, majalah dewasa yang pernah dipunggawai terpidana dua tahun penjara Erwin Arnada itu, sesuai kode etik dan tak masuk kategori sebagai majalah porno.
"Dewan Pers tidak pernah berubah dari rekomendasi awal tahun 2006 bahwa (majalah) Playboy Indonesia, tidak melanggar kode etik yang menyangkut pasal pornografi," ujar anggota Dewan Pers Uni Lubis di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sabtu (9/10/2010).
Menurut Uni, majalah Playboy adalah produk jurnalisme. Karena itu tidak bisa serta-merta Erwin yang bertanggungjawab dalam hal ini dipidanakan dengan KUHPidana. Karena kapasitasnya sebagai wartawan, maka Erwin harus dikenakan UU Pers.
Dikatakannya, Dewan Pers berjanji akan setia mengawal proses hukum Erwin. Bahkan sampai pengajuan Peninjauan Kembali yang rencananya akan disampaika n kuasa hukum Erwin pekan depan. "Kami berjanji untuk menemani Erwin dan memperjuangkan PK," imbuhnya.
Bahkan, Uni menambahkan, Dewan Pers sudah menyurati resmi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yusuf untuk menjadwal ulang eksekusi Erwin, dan baru bisa datang pada Sabtu sebelum pukul 17.00. Terbukti, Erwin pun memenuhi janjinya ditemani kuasa hukumnya Todung Mulya Lubis.
Kasus Playboy Indonesia, dari Terbit Hingga Tutup Kontroversial
Jakarta- Playboy sebagai majalah dewasa yang terbit pertama kali pada 1953 di Amerika Serikat dengan foto-foto wanita tanpa busananya, kehadirannya di Tanah Air versi Indonesia sejak terbit perdana pada 7 April 2006 telah memunculkan kontroversi.
Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia Erwin Arnada saat peluncuran mengatakan, majalah Playboy Indonesia berbeda dari pendahulunya di mana isinya 70 persen adalah isi lokal.
Namun begitu, tetap saja majalah ini diasumsikan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai majalah yang berisi pornografi meskipun isi majalah berlogo kelinci ini banyak berisi wawancara dengan sejumlah tokoh penting.
Kontroversi majalah ini di Indonesia terjadi bahkan sebelum penerbitan perdananya. Kontroversi tereksploitasi karena waktu penerbitannya bertepatan dengan maraknya pendapat pro dan kontra akan Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP).
Berikut perjalanan kasus Playboy Indonesia sejak awal terbit hingga saat ini:
(1). 7 April 2006, saat Playboy terbit perdana, ormas Front Pembela Islam (FPI) langsung mendatangi kantor Playboy di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan berunjuk rasa dengan melakukan orasi, perusakan, dan pembakaran. Pemilik gedung kantor Playboy, AAF (Aceh Asean Fertilizer), protes atas kerusakan yang ditimbulkan FPI dan minta agar Playboy pindah. Akhirnya Playboy hengkang dan pindah ke perkantoran Fatmawati Mas Jakarta Selatan. Sebagai antisipasi untuk menghadapi demonstrasi dan perusakan, di sini kantor Playboy dijaga masyarakat Betawi sekitar.
(2). 29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka terkait kasus pornografi. Penetapan tersangka tersebut dilakukan beberapa minggu setelah penerbitan Playboy terkait demonstrasi yang mengarah kepada perusakan. Polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy edisi kedua ditangguhkan. Andhara Early dan Kartika Oktavini Gunawan dilaporkan ke polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia.
(3). 7 Juni 2006, Playboy Indonesia kembali terbit setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak. Kantor Playboy Indonesia pindah ke Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh FPI dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiran Playboy di Indonesia.
(4). Juli 2006, setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3, Fla Priscilla dan Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka. Edisi ketiga yang terbit awal Juli 2006 dilaporkan FPI pada 18 Juli 2006 ke kepolisian terkait foto-foto diri Julie Estelle. Penetapan tersangka itu terkait laporan Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia (MAPPI) dan FPI. Dalam laporan tersebut, ketiganya dianggap telah melanggar pasal 282 KUHP tentang Tindak Pidana Susila. Majalah ini akhirnya tutup setelah menerbitkan edisi ketiga.
(5). 5 April 2007, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas terdakwa Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada dalam perkara kesusilaan.
(6). 6 April 2007, Amir Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba’asyir mengecam keputusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan pimpinan redaksi majalah Playboy dari seluruh dakwaan.
(7). 12 April 2007, FPI bersama Forum Umat Islam melaporkan vonis bebas yang dijatuhkan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dalam memutus perkara kesusilaan dengan terdakwa Erwin Arnada ke Komisi Yudisial.
(8). 29 Juli 2009, putusan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung memenangkan FPI dalam kasus Playboy dengan menyatakan terdakwa Erwin Arnada selaku Pimpinan Redaksi Majalah Playboy Indonesia, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kesusilaan. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Erwin selama dua tahun penjara.
(9). 25 Agustus 2010, Ketua FPI Muhammad Rizieq Syihab memerintahkan anggotanya untuk mencari dan menangkap Erwin Arnada, mantan Pemimpin Redaksi Playboy. FPI menuntut Erwin Arnada segera menyerahkan diri menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak FPI.
(10). 26 Agustus 2010, Dewan Pers membela majalah Playboy. Putusan MA tersebut dikategorikan sebagai kriminalisasi terhadap pers. Menurut Dewan Pers masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Erwin atas putusan MA tersebut.
_________________________________________________________________________
Disini Letak Perbedaan Penanganan Kasus antara Playboy dan Obor Rakyat
ya walaupun Berbeda ya Isi Playboy dengan Obor Rakyat, tapi disini Polisi Bertindak Cepat, Begitu PlayBOy Terbit, Erwin Arnada langsung di Jadikan Tersangka, disisi lain Tabloid Obor Rakyat Sudah Jelas2 Bukan Karya Jurnalistik dan Sudah 3x Terbit tetapi Kepolisian Republik Indonesia Tercinta kita tetap Lamban untuk menetapkan Setiyardi dan Darmawan Menjadi Tersangka.
apakah Keadilan Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah ?
setidaknya, saya ngak perlu panjang lebar untuk menjelaskan, biar Para kaskuser pintar yang menilainya.
tidak usah panjang Lebar, Mari kita Melihat Data-data yang ada di Media
dimulai dari Obor Rakyat yang memfitnah JOKOWI
saya akan membuat perbandingannya...
Quote:
Menurut Dewan Pers OBOR RAKYAT bukan Produk Pers
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers telah merekomendasikan ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri bahwa tabloid Obor Rakyat bukan produk jurnalistik. Ahli hukum Dewan Pers Wina Armada menyampaikan hal tersebut ketika dimintai pendapatnya sebagai saksi ahli untuk menjerat penggagas Obor Rakyat, Darmawan Sepriyossa dan Setiyardi Budiono, pada Jumat, 27 Juni 2014, dan Rabu, 2 Juli 2014.
"Dilihat dari lembaga, metodologi, dan hasil karyanya, Obor Rakyat itu bukan karya jurnalistik," kata Wina ketika dihubungi, Rabu, 2 Juli 2014. Oleh karena itu, ujar dia, Obor Rakyat tidak berada di bawah Undang-Undang Pers. "Apakah itu pidana atau tidak, nanti polisi yang menentukan."
Dia memerinci beberapa alasan Obor Rakyat tak layak disebut sebagai produk pers. Di antaranya, secara kelembagaan Obor Rakyat tidak mencantumkan siapa penanggung jawabnya. Tidak memiliki badan hukum, tidak mencantumkan alamat percetakan, dan alamat redaksi yang tidak jelas alias fiktif. "Menurut penelusuran kami, alamatnya palsu," ujar Wina. (Baca juga: Pembuat Tabloid Obor Rakyat Siap Diperiksa Polisi)
Sebelumnya, tim sukses calon presiden Joko Widodo melaporkan penggagas Obor Rakyat Setiyardi dan Darmawan ke Mabes Polri. Tabloid Obor Rakyat dinilai selalu menyudutkan Jokowi dan melakukan kampanye hitam. Tabloid itu disebar ke pesantren-pesantren.
Hingga saat ini Polri belum menetapkan keduanya sebagai tersangka. Bareskrim Polri akan meminta pendapat tiga saksi ahli lain untuk menentukan pelanggaran Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriosa dalam tabloid Obor Rakyat. Di antaranya Kementerian Komunikasi dan Informatika, ahli bahasa, dan ahli hukum pidana.
Quote:
Dinilai Lamban Tangani Kasus Obor Rakyat, Kabareskrim: Masih Proses
Jakarta - Kubu Jokowi menilai penanganan Polri dalam kasus Obor Rakyat lamban. Polri membantah penilaian tersebut. Sebab setiap proses penyelidikan
harus melalui prosedur yang sudah ditentukan.
"Ada prosedurnya mas, ngga bisa ujug-ujug," ujar Kabareskrim Komjen Suhardi Aliyus di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Suhardi mengatakan hari ini Bareskrim kembali menjadwalkan pemeriksaan saksi. Saksi tersebut antaralain dari dewan pers dan saksi pelapor.
"Masih proses, hari ini kalau tidak salah ada pemeriksaan saksi, baik dari dewan pers atau saksi dari terlapor. Apakah datang atau tidak
saya tidak tahu," tuturnya.
Sejauh ini menurut Suhardi yang menjadi kendala adalah kehadiran para saksi ahli. Sebab, kesaksian ahli itu bagian terpenting dalam
pemeriksaan.
"Kesaksian ahli paling penting, jangan sampai salah nantinya. Ada 4 saksi ahli, saksi ahli dewan pers, saksi kominfo, saksi bahasa, saksi
pidana, ini dipanggil belum datang juga, nanti kita mau proaktif," tegasnya.
Sebelumnya politikus senior PDIP yang juga Ketua Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) Sidarto Danusubroto menyayangkan
lambannya penanganan polisi dalam perkara dugaan fitnah kepada capres Joko Widodo melalui Tabloid Obor Rakyat.
Timses Jokowi Ingin Kasus Obor Rakyat Dipercepat, Ini Jawaban Mabes Polri
Jakarta - Tim sukses Jokowi-JK mendatangi Bareskrim Polri, Rabu (2/7/2014) kemarin. Mereka mendesak penyidik segera menuntaskan kasus Obor Rakyat sebelum tanggal 9 Juli 2014. Menanggapi ini, Mabes Polri menegaskan pihaknya tidak bisa bekerja berdasar pada opini.
"Tidak bisa menyelidiki atas dasar opini atau permintaan-permintaan. Proses penyelidikan dan penyidikan itu ada prosedurnya agar dilakukan secara proporsional, semuanya diatur di KUHAP," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/7/2014) malam.
Terkait kasus Obor Rakyat yang menyerat Pemimpin Redaksinya, Setyardi Budiyono, dan Redaktur Pelaksana inilah..com, Darmawan Sepriyossa, ini pihaknya berupaya untuk bergerak cepat. Namun apa daya, dari beberapa saksi yang diundang dan dimintai pandangan keahliannya baru Dewan Pers yang hadir untuk menuangkan keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP).
"Keterangan mereka nanti menjadi alat bukti untuk memudahkan penetapan bahwa siapa yang bisa ditersangkakan. Jadi sesuai prosedur hukum dan proporsioal, bukan permintaan-permintaan," kata Ronny.
"Sebelum 9 Juli, kasus ini sudah clear dan jelas terang benderang. Karena ini bisa mencederai, hukum harus ditegakan, kita ingin proses ini dipercepat. Tinggal saksi ahli, ini tak perlu proses lama untuk menentukan ini masuk pidana atau bagaimana," kata Riano.
Riano Oscha, salah satu rombongan yang mendatangi Bareskrim, meminta polisi mempercepat proses kasus Obor Rakyat.
"Sebelum 9 Juli, kasus ini sudah clear dan jelas terang benderang. Karena ini bisa mencederai, hukum harus ditegakan, kita ingin proses ini dipercepat. Tinggal saksi ahli, ini tak perlu proses lama untuk menentukan ini masuk pidana atau bagaimana," kata Riano kemarin.
Quote:
Mengapa Kapolri Enggan Menindak Tabloid Obor Rakyat? Ini Ulasannya
[JAKARTA]Maksud di balik pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman bahwa Polri tak punya kewenangan untuk membredel Tabloid Obor Rakyat, perlahan mulai terkuak.
Padahal sebelumnya, publik bertanya-tanya, ada apa Kapolri melembek dan lamban menindak Obor Rakyat?
Ada apa sehingga Kapolri mengatakan, sebaiknya masyarakat bisa memilih bacaan yang mendidik atau tidak mendidik, padahal jelas-jelas Obor Rakyat melakukan fitnah?
Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Akbar Faisal mengatakan, pernyataan Kapolri itu patut disesalkan dan jelas tak masuk akal.
"Bagaimana mungin seorang Kapolri bisa menyatakan bahwa seseorang atau sekelompok orang bisa memanfaatkan celah hukum yang masih kosong untuk melakukan serangan hitam terhadap calon presiden Republik Indonesia yang sah? Dan hal tersebut dibiarkan terjadi?" kata Akbar di Jakarta, Kamis (26/6).
Akbar Faisal mengeluarkan pernyataan keras setelah Ketua Dewan Pers, Bagir Manan menyurati Sutarman untuk menangani soal penerbitan Obor Rakyat yang dinilai oleh kubu capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla telah menyebarkan pemberitaan kampanye hitam.
"Obor Rakyat bukan pers, sehingga kami tidak memiliki kewenangan untuk menangani," katanya.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) itu, Dewan Pers sejak awal telah menyatakan bahwa penerbitan Obor Rakyat bukanlah sebuah produk jurnalistik, sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan Dewan Pers.
"Sampai saat ini belum ada perwakilan dari Obor Rakyat yang datang menemui Dewan Pers, jika ada maka akan dilayani dan diterima," ucapnya.
Bagir menjelaskan, ada dua kriteria sebuah produk jurnalistik menjadi bagian dari pers, yaitu dari segi penyelenggara dan konten medianya.
"Dari segi penyelenggaranya, menurut Undang-Undang, pers harus berbadan hukum dan mereka tidak menunjukkan itu, pengelolaannya harus memiliki alamat yang tepat, pimpinan redaksi dan itu semua sampai saat ini belum kami temukan," ujarnya.
Selain itu, kata dia, dari segi konten, media harus memenuhi syarat-syarat jurnalistik, misalnya, faktual, berimbang,cover both side, tidak memfitnah, tidak menghakimi dan sebagainya.
"Kita tidak mendapati hal itu dalam Obor Rakyat," tegasnya.
Pernyataan Dewan Pers itu, kata Akbar Faisal, sangat jelas dan terang. Kapolri harus paham terhadap pernyataan ketua Dewan Pers bahwa Obor Rakyat bukan produk jurnalistik.
Karenanya, sudah seharusnya Polri menangkap pengedar tabloid yang meresahkan masyarakat itu.
Akbar pun bertanya-tanya karena Polri seolah-olah tak berdaya menindak Setiyardi Budiono Cs yang telah mengaku sebagai pembuat Obor Rakyat.
Sebab sikap lembek Polri justru menunjukkan negara telah kalah oleh pelaku kejahatan yang menyebarkan kebencian.
“Dalam menghadapi masa kampanye yang krusial ini seharusnya negara tidak boleh kalah. Hukum harus ditegakkan agar pemilu benar-benar jujur dan adil,” ujarnya.
Orang Kuat
Ada apa sehingga seorang Kapolri Jenderal Pol Sutarman seolah-olah enggan menuntaskan kasus fitnah Tabloid Obor Rakyat?
Ternyata ada nama orang kuat yang diduga berada di balik tabloid yang dipimpin salah satu staf Istana Kepresidenan.
Awalnya, Obor Rakyat dicetak untuk menaikkan popularitas Hatta Rajasa, saat mantan Menteri Perekonomian itu masih duduk di kabinet. Demikian laporan investigasi harian Media Indonesia, Senin 30 Juni 2014.
Menurut sumber harian itu, tabloid itu sepenuhnya didanai pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.
Tidak hanya membiayai Obor Rakyat, Riza yang di Singapura dikenal dengan sebutan Gasoline Godfather juga membiayai tim sukses calon wakil presiden (cawapres) nomor urut satu itu.
Kedekatannya dengan Hatta semakin mengental ketika Menteri Perekonomian itu duduk di kabinet.
"Riza jugalah yang menggelontorkan puluhan miliar rupiah untuk membeli Rumah Polonia di Jalan Cipinang Cempedak I Nomor 29, Otista, Jakarta Timur. Rumah itu kini menjadi markas tim pemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta," kata tim sukses Hatta di Jakarta, Jumat malam 27 Juni 2014.
Di rumah itu, lanjutnya, Riza mendirikan media center yang dipimpin Muchlis Hasyim.
Saat dihubungi secara terpisah, sumber Media Indonesia yang lain, GS, asal Gunung Sugih Lampung Tengah, juga mengakui Obor Rakyat sejak awal direncanakan sebagai media politik partisan yang dikelola wartawan-wartawan oportunis dan disokong pebisnis.
"Jadi, ada simbiosis mutalisme antara pebisnis, politisi dan jurnalis. Konsep media partisan itu ditawarkan Setiyardi kepada Muchlis untuk kepentingan politik Hatta. Ia datang ke Muchlis karena sangat dekat dengan Hatta," ujar GS di Pasific Place.
Pada Maret lalu, tambah GS, Muchlis pernah membahas penerbitan media partisan itu bersama Setiyardi dan seorang jurnalis senior lain, di kantornya di Jalan Rimba. Semula konsep tabloid itu ditawarkan agar digarap jurnalis senior tersebut, tetapi tidak jadi.
Saat dimintai konfirmasi, Muchlis membantah ada hubungan dirinya dengan Riza. "Enggak ada itu urusannya dengan pak Riza. Setiyardi (Budiono, Pemred Obor Rakyat) sudah omong soal pendanaan itu," cetus pendiri portal inilah..com tersebut, kemarin.
Setiyardi, lanjut Muchlis, sudah memenuhi panggilan Polri pada Senin, 23 Juni 2014. Terkait dengan mangkirnya Darmawan Sepriyossa, penulis tabloid tersebut, dari pemeriksaan Mabes Polri, Muchlis mengatakan yang bersangkutan berkomitmen kepadanya untuk datang datang dalam pemeriksaan Bareskrim Mabes Polri, hari ini Senin 30 Juni 2014.
"Terserahlah kamu mau tulis apa. Itu kan sedang ditangani polisi," ucapnya.
Di sisi lain, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie mengatakan, masih mengecek keberadaan Darmawan. Pihaknya mengetahui editor itu sedang umrah justru dari pemberitaan media massa. "Kita persiapkan surat panggilan berikutnya," ujar Ronny.
Di sisi lain, Hatta Rajasa membantah tudingan bahwa dirinya mendanai Obor Rakyat dengan tujuan melakukan kampanye hitam terhadap saingannya, Jokowi - JK .
"Wah itu memfitnah saya," ujar Hatta ketika dimintai konfirmasi sebelum acara debat cawapres, di Bidakara, semalam. [L-8]
dan sampai sekarang Kepastian Penyelidikan Kepolisian Terhadap Setiyardi dan Darmawan tidak jelas, apakah ini untuk kepentingan Menyelamatkan Salah Satu Capres ? silahkan Kaskuser yang menilainya
di sisi lain mari kita lihat penegakan Hukum Polisi Terhadap Playboy
Quote:
Dewan Pers Bela Playboy Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dewan Pers Indonesia bakal tetap membela majalah Playboy Indonesia. Menurut mereka, majalah dewasa yang pernah dipunggawai terpidana dua tahun penjara Erwin Arnada itu, sesuai kode etik dan tak masuk kategori sebagai majalah porno.
"Dewan Pers tidak pernah berubah dari rekomendasi awal tahun 2006 bahwa (majalah) Playboy Indonesia, tidak melanggar kode etik yang menyangkut pasal pornografi," ujar anggota Dewan Pers Uni Lubis di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Sabtu (9/10/2010).
Menurut Uni, majalah Playboy adalah produk jurnalisme. Karena itu tidak bisa serta-merta Erwin yang bertanggungjawab dalam hal ini dipidanakan dengan KUHPidana. Karena kapasitasnya sebagai wartawan, maka Erwin harus dikenakan UU Pers.
Dikatakannya, Dewan Pers berjanji akan setia mengawal proses hukum Erwin. Bahkan sampai pengajuan Peninjauan Kembali yang rencananya akan disampaika n kuasa hukum Erwin pekan depan. "Kami berjanji untuk menemani Erwin dan memperjuangkan PK," imbuhnya.
Bahkan, Uni menambahkan, Dewan Pers sudah menyurati resmi Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Yusuf untuk menjadwal ulang eksekusi Erwin, dan baru bisa datang pada Sabtu sebelum pukul 17.00. Terbukti, Erwin pun memenuhi janjinya ditemani kuasa hukumnya Todung Mulya Lubis.
Quote:
Kasus Playboy Indonesia, dari Terbit Hingga Tutup Kontroversial
Jakarta- Playboy sebagai majalah dewasa yang terbit pertama kali pada 1953 di Amerika Serikat dengan foto-foto wanita tanpa busananya, kehadirannya di Tanah Air versi Indonesia sejak terbit perdana pada 7 April 2006 telah memunculkan kontroversi.
Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia Erwin Arnada saat peluncuran mengatakan, majalah Playboy Indonesia berbeda dari pendahulunya di mana isinya 70 persen adalah isi lokal.
Namun begitu, tetap saja majalah ini diasumsikan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai majalah yang berisi pornografi meskipun isi majalah berlogo kelinci ini banyak berisi wawancara dengan sejumlah tokoh penting.
Kontroversi majalah ini di Indonesia terjadi bahkan sebelum penerbitan perdananya. Kontroversi tereksploitasi karena waktu penerbitannya bertepatan dengan maraknya pendapat pro dan kontra akan Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP).
Berikut perjalanan kasus Playboy Indonesia sejak awal terbit hingga saat ini:
(1). 7 April 2006, saat Playboy terbit perdana, ormas Front Pembela Islam (FPI) langsung mendatangi kantor Playboy di Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan berunjuk rasa dengan melakukan orasi, perusakan, dan pembakaran. Pemilik gedung kantor Playboy, AAF (Aceh Asean Fertilizer), protes atas kerusakan yang ditimbulkan FPI dan minta agar Playboy pindah. Akhirnya Playboy hengkang dan pindah ke perkantoran Fatmawati Mas Jakarta Selatan. Sebagai antisipasi untuk menghadapi demonstrasi dan perusakan, di sini kantor Playboy dijaga masyarakat Betawi sekitar.
(2). 29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu Kartika Oktavina Gunawan dan Andhara Early, sebagai tersangka terkait kasus pornografi. Penetapan tersangka tersebut dilakukan beberapa minggu setelah penerbitan Playboy terkait demonstrasi yang mengarah kepada perusakan. Polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy edisi kedua ditangguhkan. Andhara Early dan Kartika Oktavini Gunawan dilaporkan ke polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia.
(3). 7 Juni 2006, Playboy Indonesia kembali terbit setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak. Kantor Playboy Indonesia pindah ke Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh FPI dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiran Playboy di Indonesia.
(4). Juli 2006, setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3, Fla Priscilla dan Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka. Edisi ketiga yang terbit awal Juli 2006 dilaporkan FPI pada 18 Juli 2006 ke kepolisian terkait foto-foto diri Julie Estelle. Penetapan tersangka itu terkait laporan Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia (MAPPI) dan FPI. Dalam laporan tersebut, ketiganya dianggap telah melanggar pasal 282 KUHP tentang Tindak Pidana Susila. Majalah ini akhirnya tutup setelah menerbitkan edisi ketiga.
(5). 5 April 2007, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus bebas terdakwa Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Erwin Arnada dalam perkara kesusilaan.
(6). 6 April 2007, Amir Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba’asyir mengecam keputusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan pimpinan redaksi majalah Playboy dari seluruh dakwaan.
(7). 12 April 2007, FPI bersama Forum Umat Islam melaporkan vonis bebas yang dijatuhkan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dalam memutus perkara kesusilaan dengan terdakwa Erwin Arnada ke Komisi Yudisial.
(8). 29 Juli 2009, putusan Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung memenangkan FPI dalam kasus Playboy dengan menyatakan terdakwa Erwin Arnada selaku Pimpinan Redaksi Majalah Playboy Indonesia, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kesusilaan. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Erwin selama dua tahun penjara.
(9). 25 Agustus 2010, Ketua FPI Muhammad Rizieq Syihab memerintahkan anggotanya untuk mencari dan menangkap Erwin Arnada, mantan Pemimpin Redaksi Playboy. FPI menuntut Erwin Arnada segera menyerahkan diri menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan pihak FPI.
(10). 26 Agustus 2010, Dewan Pers membela majalah Playboy. Putusan MA tersebut dikategorikan sebagai kriminalisasi terhadap pers. Menurut Dewan Pers masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan oleh Erwin atas putusan MA tersebut.
_________________________________________________________________________
Disini Letak Perbedaan Penanganan Kasus antara Playboy dan Obor Rakyat
ya walaupun Berbeda ya Isi Playboy dengan Obor Rakyat, tapi disini Polisi Bertindak Cepat, Begitu PlayBOy Terbit, Erwin Arnada langsung di Jadikan Tersangka, disisi lain Tabloid Obor Rakyat Sudah Jelas2 Bukan Karya Jurnalistik dan Sudah 3x Terbit tetapi Kepolisian Republik Indonesia Tercinta kita tetap Lamban untuk menetapkan Setiyardi dan Darmawan Menjadi Tersangka.
apakah Keadilan Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah ?
setidaknya, saya ngak perlu panjang lebar untuk menjelaskan, biar Para kaskuser pintar yang menilainya.
0
4.5K
Kutip
19
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
676.5KThread•46.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya