Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

male62archAvatar border
TS
male62arch
Golput Adalah Pilihan Terbaik
Langsung aja gan, sis..

Pertama-tama saya ingin menegaskan
terlebih dahulu bahwa tulisan ini adalah
murni pendapat saya pribadi dan sama
sekali tidak mewakili pandangan Hitman
System sebagai organisasi. Karena saya
tidak punya blog pribadi (dulu sempat
punya tapi sudah digabung ke sini sejak
2010) jadi terpaksa deh nulisnya di sini,
ya sekalian naikin traffic juga sih, boleh
dong? Jadi silakan lontarkan segala
hujatan, makian (dan juga pujian), pada
saya pribadi
Kurang dari sebulan lagi, pada tanggal 9
Juli 2014, Pemilihan Presiden akan
diadakan, di mana-mana semua orang
sedang beramai-ramai menyuarakan
posisinya. Yang pro Jokowi, yang pro
Prabowo, semua bersemangat
memberikan argumen kenapa
pilihannya yang paling benar. Sebegitu
ramainya sampai terasa menjengkelkan.
Saya sudah cukup sering menyuarakan
posisi saya sebagai golput militan lewat
twitter, tapi kali ini saya terdorong
untuk menuliskan isi kepala saya dengan
lebih panjang dan menawarkan sebuah
perspektif lain di masa kegilaan politik
ini.
Pertama kali saya partisipasi dalam
pemilu itu tahun 1999. Waktu itu saya
masih mahasiswa tingkat pertama, saya
nyoblos PDIP yang baru saja berdiri.
Saya nyoblos PDIP karena pada saat itu
ia merupakan simbol reformasi dan
harapan akan masa depan Indonesia
yang lebih cerah (yang ternyata sama
saja seperti partai lainnya). Cuma sekali
itu saja saya ikut nyoblos. Semakin saya
bertambah umur dan pengetahuan, saya
tidak pernah nyoblos lagi. Saya menolak
untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Banyak orang mencemooh ketika saya
menyuarakan posisi saya sebagai golput,
mereka mengatakan bahwa saya tidak
cinta negara, bukan warga negara yang
baik, tidak berhak protes pada
pemerintah, dan segala macam argumen
basi lainnya yang gampang sekali
dipatahkan. Saya tidak masalah, selama
tidak nimpuk pakai batu atau ngebakar
rumah, silakan saja berkata apapun
tentang saya, itu namanya kebebasan
berpendapat. Tapi paling tidak yang
bisa kamu lakukan sebelum mencela
saya adalah membaca dulu beberapa
alasan mengapa menurut saya golput
adalah pilihan terbaik, bukan hanya
bagi saya, tapi juga bagi kamu.
DEMOKRASI DI INDONESIA
ADALAH ILUSI
Agar sebuah demokrasi bisa berjalan
dengan baik demi kepentingan dan
kesejahteraan rakyat, maka orang-orang
yang ikut pemilu harus memiliki
pendidikan dan pengetahuan yang
memadai agar mereka bisa memahami
kondisi negara dan mempertimbangkan
dengan baik siapa pemimpin yang akan
mereka pilih. Saya rasa kamu juga setuju
dengan premis ini, ya kan? Jangan cuma
asal milih, tapi jadilah pemilih cerdas,
begitu kan kata slogannya? Pemilih yang
cerdas akan membuat bangsa ini jadi
maju, tapi pemilih yang bodoh akan
membuat bangsa ini jadi bobrok.
Saya sangat setuju dengan premis diatas,
justru di situlah letak permasalahan
pemilu di negara kita ini: sebagian besar
pemilih tidak memiki kapasitas dan
pengetahuan yang cukup untuk memilih
dengan baik dan penuh pertimbangan.
Orang-orang yang ikut pemilu sebagian
besar adalah orang-orang yang tidak
mengerti apapun tentang politik,
ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum
atau tentang hak asasi manusia.
Berapa banyak diantara pemilih yang
sungguh-sungguh mencari tahu tentang
pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Berapa banyak pemilih yang tahu bahwa
hampir 50 persen rakyat hidup dibawah
US$2 per hari, bahwa 30 juta penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan, bahwa
hampir setengah penduduk kesulitan
dan tidak mempunyai akses air bersih,
bahwa setiap 4 menit ada anak kecil
yang mati karena sakit, bahwa 8 juta
anak kekurangan gizi, bahwa siswa
Indonesia dapat peringkat kedua paling
bawah tes PISA, bahwa hanya 7 persen
penduduk sampai bangku kuliah, bahwa
30 persen wilayah Indonesia belum
dialiri listrik, bahwa kasus pelanggaran
HAM dan penindasan minoritas semakin
tinggi?
Berapa banyak orang yang mengerti dan
peduli tentang berbagai masalah
kompleks yang dihadapi negara ini?
Apakah kamu tahu tentang hal-hal
tersebut? Apakah kamu tahu apa
rencana konkrit capres pilihanmu untuk
mengatasi masalah-masalah di atas?
Di negara miskin yang hanya sekitar 30
persen penduduknya lulus SMA, yang
bahkan tidak tahu apa itu artinya
demokrasi, mengharapkan penerapan
demokrasi yang baik, di mana setiap
pemilih memiliki pengetahuan dan
informasi yang memadai untuk
dipertimbangkan sebagai dasar atas
keputusannya memilih, adalah sebuah
ilusi.
Kamu tidak akan meminta orang yang
tidak mengerti apapun tentang ilmu
kedokteran untuk memeriksa penyakit
kamu, kan? Kamu menginginkan
seorang dokter yang profesional,
mengerti tentang ilmu medis dan
berpengalaman, untuk memeriksa tubuh
kamu. Tapi kalau soal politik, kenapa
semua orang disuruh nyoblos meskipun
tidak mengerti sama sekali tentang
politik dan masalah kenegaraan?
Sadarilah satu hal ini: TIDAK SEMUA
ORANG PUNYA KAPASITAS SEBAGAI
PEMILIH. Memaksa setiap warga untuk
ikut serta dalam pemilu padahal mereka
tidak punya kapasitas sebagai pemilih
yang baik, adalah hal yang sangat
berbahaya. Akibatnya mereka memilih
bukan karena pertimbangan matang
yang rasional berdasarkan data dan
fakta, tapi berdasarkan hal-hal bodoh,
seperti agama sang capres, keturunan
Cina, foto ciuman dengan kuda, anak
sang capres yang gay, blusukannya sang
capres macul lumpur di waduk, atau
cuma karena gak suka sama capres yang
satu makanya pilih capres lawannya,
dan segala macam isu yang sama sekali
tidak menyentuh masalah-masalah
krusial di atas.
Kalau pemilihnya model begitu, ya wajar
kalau suara pemilih jadi gampang disetir
dengan gossip dan gambar meme, bisa
dibeli seharga Rp. 30.000, atau disogok
dengan segelas kopi Starbucks serta
promosi marketing lainnya. Kamu pasti
tahu video YouTube Pemiyuk , di mana
segerombolan selebritis mendorong
orang supaya nyoblos. Mungkin buat
kamu video itu biasa saja, tapi buat saya,
orang yang jadi pengen nyoblos gara-
gara melihat selebritis dan pelawak
berjoget lucu-lucuan justru adalah orang
yang seharusnya jangan nyoblos! Kamu
mau orang-orang seperti itu yang
menentukan nasib bangsa ini? Coba deh
dipikir lagi baik-baik.
Demi kepentingan negara dan orang
banyak, justru sebagian besar pemilih
yang terdaftar seharusnya tidak boleh
ikut pemilu. Karena pemilih yang tidak
rasional seperti itu, makanya hasil
pemilu sebelumnya kita jadi punya
Presiden yang percaya santet, menteri
yang percaya kalau nonton pornografi
akan merusak sel otak, dan menteri
agama yang tukang korupsi. Pemimpin
mencerminkan rakyatnya, kalau
pemimpinnya bego ya itu karena
rakyatnya bego. Mungkin seharusnya
untuk ikut pemilu ada ujiannya dulu,
untuk memastikan sang pemilih
memiliki kapasitas untuk memilih.
Mungkin.
Jason Brennan, seorang filsuf dari
Georgetown University, dalam bukunya
The Ethics of Voting , mengatakan bahwa
mendorong orang yang tidak memiliki
pengetahuan yang memadai untuk
memilih, bukan cuma hal yang sia-sia,
tapi juga salah secara moral. Memilih
bukanlah sebuah kewajiban, tapi bagi
banyak orang mungkin sebaiknya punya
kewajiban untuk tidak memilih.
Pertanyaan berikutnya adalah:
pemerintah tahu bahwa sebagian besar
rakyatnya tidak punya kapasitas sebagai
pemilih yang baik dan cerdas (baca:
bego), lalu mengapa semua orang
disuruh nyoblos, bahkan yang golput
sampai dijadikan sebuah stigma sosial?
Seolah-olah pemerintah negara ini
memang senang dipilih oleh rakyat yang
bego, seolah-olah sistem pemilu ini
memang dibuat untuk orang bego yang
gampang disetir. Saya tidak ingin
terdengar seperti penggemar teori
konspirasi, tapi harusnya kejanggalan
ini mengusik siapapun yang bisa
berpikir kritis.
“Elo gak ngerti apa-apa soal politik, gak
usah sok tau, mending ngomongin cinta
aja!” Ini kalimat yang sering sekali
ditujukan pada saya, dan ya, saya
mengakuinya. Saya bukan dosen ilmu
politik, bukan selebritis dalam video
Pemiyuk, bukan juga buzzer capres yang
dibayar mahal. Saya tidak mengerti
ribetnya politik, tidak mengerti cara
mengatur ekonomi negara, tidak
mengerti bagaimana mencapai
kesejahteraan sosial. Saya hanya belajar
lewat Google, membaca berita, artikel
Wikpedia, ngobrol di warteg dengan
tukang ojek, dan cuilan-cuilan informasi
dari sana dan sini.
Saya mengakui kalau saya tidak punya
kapasitas sebagai pemilih yang baik,
karena itu saya memutuskan untuk tidak
memilih. Saya tidak punya waktu untuk
nonton 5 episode debat capres, tidak
punya motivasi untuk mempelajari
segala aspek politik dan kenegaraan,
makanya saya tidak ikut berpatisipasi
dalam pesta demokrasi ini.
Oh iya, ngomong-ngomong soal
demokrasi, Indonesia itu bukan negara
demokrasi loh, tapi negara republik.
Apakah kamu tahu bedanya? Kalau tidak
tahu, mungkin kamu lah salah satu
orang yang seharusnya tidak perlu ikut
memilih. Saya berani mengakuinya, tapi
apakah kamu berani mengakui kalau
kamu juga tidak punya kapasitas sebagai
pemilih yang baik?
PEMILU ADALAH MASTURBASI
MORAL
“Saya memilih karena saya punya harapan
untuk Indonesia.” Ya, kedengarannya
indah dan menyentuh, tapi sebagai love
and relationship coach yang selalu
mengajarkan orang untuk berpikir sehat,
tidak terbawa emosi dan berharap
berlebihan, bagi saya ini adalah
argumen yang hanya memberikan
penghiburan semu. Ngarep itu virus
yang berbahaya, karena ngarep
membutakan mata seseorang dari fakta
yang sebenarnya. Bahkan Hitman
System punya produk audio lessons All
About Ngarep yang membahas betapa
bahayanya ngarep.
Kalau melihat seorang wanita yang tetap
tinggal bersama dengan seorang pria
yang selalu menyakitinya, menganiaya
dirinya secara fisik dan mental,
selingkuh berulang kali selama
bertahun-tahun, tapi tetap berharap
bahwa suatu saat sang pria akan
berubah, tentu kamu akan menyarankan
dia untuk berhenti berharap dan
meninggalkan sang pria. Kamu bisa
melihat betapa sang wanita tenggelam
dalam delusinya sendiri karena sudah
sekian lama terkungkung dalam
penderitaan sehingga tidak bisa melihat
fakta yang begitu jelas di mata orang
lain: pria itu tidak akan berubah, dia
tidak layak untukmu, pergi tinggalkan
dia dan cari kebahagiaanmu sendiri!
Tapi kalo soal politik kok tiba-tiba kamu
jadi sama dengan wanita tersebut?
Setelah puluhan tahun dan berkali-kali
pemilu kamu terus dibohongi,
dieksploitasi, ditelantarkan, dikhianati,
dirudapaksa oleh penguasa, tapi masih saja
tetap berharap suatu saat keadaan akan
berubah? Melakukan hal yang sama
terus menerus dan mengharapkan hasil
yang berbeda adalah sebuah kegilaan.
Posisi kamu seperti kasus wanita diatas,
dan posisi saya adalah orang luar yang
kasihan melihat kamu ngarep.
Mungkin saya sok tahu, mungkin
pesimisme saya didasari oleh sakit hati,
tapi rasanya wajar untuk kehilangan
kepercayaan ketika sudah dikecewakan
berulang kali. Seperti seseorang yang
selalu dikecewakan dalam kisah
percintaannya, wajar kalau ia jadi
sedikit terlalu berhati-hati, selalu
waspada, curiga dan tidak mudah
percaya janji-janji manis lagi.
Mungkin saya salah terlalu sinis
terhadap pemerintah, mungkin setelah
pemilu kali ini keadaan akan membaik,
hukum akan ditegakkan, korupsi
diberantas, pendidikan diperbaiki,
kesehatan diperhatikan, dan
kesejahteraan akan makin merata.
Kalau memang saya terbukti salah, justru
itu yang saya inginkan. Tolong buktikan
kalau saya salah! Kalau saya boleh
berharap, harapan saya adalah agar
saya salah. There’s nothing I want more
than to be proven wrong. Tapi sampai
hari itu terjadi, rasanya saya akan tetap
pada pendirian saya.
“Jangan golput, karena suaramu berarti.”
Ini juga argumen klasik yang selalu
dikumandangkan oleh agen-agen
propaganda demokrasi, entah dibayar
berapa mereka ini. Bukan saja argumen
ini lemah, tapi juga salah secara
matematika. Iya, suara kamu berarti
dalam pemilihan ketua kelas misalnya,
di mana pemilihnya hanya beberapa
puluh orang. Tapi dalam pemilu skala
nasional, suara kamu tidak lah sebegitu
berartinya. Kecuali kamu Ketua NU atau
LSM yang bisa membawa ribuan atau
jutaan suara pemilih, suara kamu
seorang nyaris tidak bernilai.
Dari pileg April 2014 kemarin, tercatat
ada 185 juta pemilih yang terdaftar, itu
artinya suaramu hanya bernilai
1/185.000.000 saja. Itu bagaikan sebutir
gula pasir dalam satu kantung gula
seberat satu kilogram. Kalau sebutir
hilang juga nggak akan mengubah
beratnya. Begitu juga suara kamu, tidak
akan menjadi penentu kemenangan
siapapun. Jason Brennan juga membahas
masalah ini dan memberikan
perhitungan matematika dalam
bukunya. Menurutnya, jauh lebih tinggi
kemungkinan kamu ketabrak mobil
dalam perjalanan menuju tempat
nyoblos, daripada suaramu menjadi
penentu kemenangan capres tertentu.
“Dengan memilih kita sudah ikut
memberikan kontribusi pada masa depan
negara.” Banyak orang merasa puas
ketika nyoblos, merasa bahwa dirinya
sudah memberikan sumbangsih pada
negara, merasa sudah melakukan tugas
sebagai warga negara yang baik. Tapi
itu semua hanya masturbasi moral,
karena pada kenyataannya nyoblos
secarik kertas tidak akan mengubah
apapun. Sejak negara ini merdeka
hingga hari ini, pemilu hanya
menguntungkan kelompok penguasa
yang sama, saya menyebutnya Gank L4
(Lu Lagi Lu Lagi). Negara ini adalah
oligarki yang berkedok demokrasi.
Pemilu di negara ini adalah sebuah
sistem ilusi di mana rakyat seolah punya
andil menentukan nasib negara. Gak
perlu lah saya jelaskan panjang lebar,
karena jelas kamu kan lebih mengerti
politik daripada saya.
Sama seperti memberikan uang seribu
rupiah pada anak jalanan tidak akan
mengubah keadaannya, melainkan
hanya membuat kamu puas atas diri
kamu sendiri karena telah melakukan
sebuah kebaikan. Sama seperti
mematikan lampu selama sejam untuk
menghemat energi dan melawan global
warming tidak akan mengubah apapun,
begitu juga dengan pemilu, tidak akan
mengubah apapun, tapi, hey, setidaknya
nyoblos bisa bikin kamu jadi happy dan
merasa menjadi orang baik.
Semua orang berhak untuk merasa puas
dengan dirinya sendiri, jadi silakan saja
kalau kamu memang ikut pemilu untuk
alasan seperti itu. Sama seperti kamu
makan permen, manis dan enak di
mulut, meski tidak memiliki kandungan
gizi apapun dan tidak membuat perut
kenyang. Sama seperti masturbasi,
orgasme dan nikmat sih, tapi hanya
nonton film porno dan elus-elus pakai
tangan sendiri. Ya tidak apa-apa kalau
kamu suka, masturbasi itu sehat dan
menyenangkan kok. Silakan masturbasi
sepuasnya.
Tapi kalo kamu gak mau masturbasi dan
ingin merasakan kepuasan yang lebih
nyata, mungkin kamu bisa melakukan
beberapa hal ini: pada tanggal 9 Juli
2014 nanti, daripada nyoblos, lebih baik
pakai waktumu untuk traktir orang tua
kamu makan enak, kalau kamu tinggal
berjauhan dengan orang tua, kamu bisa
telpon mereka dan katakan bahwa kamu
sayang mereka. Setelah itu kamu bisa
sisihkan sebagian gaji kamu yang masih
hangat itu untuk didonasikan pada
yayasan yang mengurus anak-anak
terlantar, lalu sore atau malam harinya
kamu bisa ngumpul nongkrong bareng
pacar atau sahabat-sahabat kamu dan
menikmati hidup tanpa memusingkan
orang-orang haus kekuasaan yang tidak
pernah memikirkanmu. Itu sih yang
akan saya lakukan nanti. Apakah kamu
mau ikutan?

Golput forever,
Kei Savourie

Tulisan ini ane ambil dari salah satu blog. Penulis adalah konsultan cinta yang agak fenomenal di Twitter. Ane bukan menyuruh kalian golput, cuman pengen komentar dari kalian. Ane sendiri saat ini masih bingung mau pilih siapa. Kalo ane ditanya "lo mau pilih 1 atau 2?" gue jawab dengan candaan "gue pilih nomor 3. farhat abbas. untuk Indonesia yang lebih lucu"

Sumber:
http://www.hitmansystem.com/blog/ken...-kamu-2876.htm
0
5.1K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.