Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

maniax1845Avatar border
TS
maniax1845
bochor news : KJP Jokowi Dipersoalkan, Apa Kata Ahok?
tkp : http://m.news.viva.co.id/pemilu2014/read/518894-kjp-jokowi-dipersoalkan--apa-kata-ahok-

KJP Jokowi Dipersoalkan, Apa Kata Ahok?
"Jadi memang banyak kebocoran," kata Plt Gubernur Jakarta itu.
Tweet
Siswa memperlihatkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) saat dibagikan oleh pemerintah DKI
Jakarta dan Bank DKI
Suryanta Bakti Susila, Rohimat Nurbaya | Jum'at, 4 Juli 2014, 22:18 WIB
VIVAnews - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama,
menyebutkan sistem input data Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang saat ini diterapkan di Ibu
Kota Jakarta sama persis dengan yang digunakan Gubernur Non Aktif, Joko Widodo,
ketika menjabat sebagai walikota Solo.
Karena menggunakan sistem yang sama persis dengan yang digunakan Joko Widodo
ketika di Solo, maka KJP yang saat ini diterapkan di Jakarta banyak nama-nama siswa
yang dobel atau duplikasi nama. Kemudian ada nama-nama fiktif yang dimasukkan di
dalam KJP.
"Tahun lalu (2012-2013) yang sama. Tahun ini sudah kita ubah. Sekarang kita ubah
harus ada Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) dulu baru kita kasih. Jadi 2015 bisa
lebih rapi lah," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Jumat, 4 Juni 2014.
Disampaikan Ahok, bahkan dari satu nama siswa bisa terdaftar menjadi tiga KJP. Hal itu
membuat dia berusaha terus melakukan perbaikan-perbaikan supaya KJP bisa tepat
sararan, manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh siswa tidak mampu dan tidak
disalahgunakan.
Terkait dengan program KJP juga, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat ditegur oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga BPK meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk
memperbaiki sistem KJP tersebut.
"Jadi data itu ada misalnya Basuki Tjahaja Purnama. Lalu ada lagi nih, B. Tjahaja
Purnama. Kemudian, ada juga BT Purnama. Jadi dobel-dobel gitu, ada tiga nama kan
tuh . Tapi, yang dapet cuma satu orang. Jadi memang banyak kebocoran. Gara-gara itu,
BPK kan ngomong," kata Ahok.
Seperti diberitakan sebelumnya, Konsultan IT Joko Widodo ketika di Solo, Wahyu Nugroho,
menjelaskan, adanya duplikasi nama-nama penerima kartu pintar di Solo.
Hal itu disebabkan karena penginput datanya hanya menggunakan microsoft excel, bukan
data base yang telah diatur melalui sistem online komputer.
Kata Wahyu, waktu pendataan itu jumlahnya 110 ribu siswa dengan total Rp23 miliar.
Data itu dari Pemerintah Kota Solo. Dia menduga ada permainan datanya. Kemudian,
setelah divalidasi ternyata hanya 65 ribu siswa. Dan ditemukan angka Rp10,6 miliar.
"Jadi rawan penyimpangan karena bisa diganti datanya karena hanya gunakan excel itu,"
kata Wahyu.
Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Solo, Ali Usman, menuturkan, pada
saat Joko Widodo terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian hendak menerapkan
sistem itu di Jakarta sempat diingatkan oleh Wahyu dan dia supaya sistem itu harus
diperbaharui dan jangan sampai digunakan di Jakarta. Tetapi, Joko Widodo tak
menghiraukannya.
"Saya melihatnya seperti ada kesengajaan supaya bisa, bahasa kasarnya itu merampok
uang rakyat lewat kartu pintar itu," ucap dia. (one)

sebelumnya : http://m.news.viva.co.id/pemilu2014/read/518661-konsultan-it-joko-widodo-bongkar-proyek-kartu-jakarta-pintar

Konsultan IT Joko Widodo Bongkar Proyek Kartu Jakarta Pintar
Dia membeberkan kejanggalan sistem bantuan pendidikan di Solo.
Tweet
Kartu Jakarta Pintar (KJP)
Eko Priliawito, Rohimat Nurbaya | Jum'at, 4 Juli 2014, 11:18 WIB
VIVAnews - Wahyu Nugroho, orang yang mengaku konsultan Informasi Teknologi (IT)
kepercayaan calon presiden Joko Widodo ketika di Solo, membeberkan kejanggalan
pengelolaan sistem Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS). Sistem ini
kemudian diterapkan di Jakarta dan menjadi Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Disampaikan Wahyu, kejanggalan yang pertama adalah data mentah daftar siswa tidak
mampu di Solo yang diberikan Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kota Solo. Kata dia, data
tahun 2010 jumlah siswa di Solo ada 105.000 siswa, sedangkan dinas memberikan data
kepada dirinya ada 110.000 siswa.
"Masa siswa di Solo semuanya orang miskin. Saya tidak langsung percaya dengan data
tersebut," kata Wahyu saat ditemui di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis malam,
3 Juli 2014.
Menurut Wahyu, merasa ada kejanggalan dengan hal tersebut, kemudian dia menginput
data nama-nama siswa tersebut melalui sebuah sofware komputer. Tujuannya agar tidak
ada nama siswa dan nomor induk siswa yang ganda.
Tapi Pemerintah Kota Solo justru menolak data tersebut untuk diperbaharui dan meminta
untuk diinput apa adanya sesuai data yang diberikan. Menurut Wahyu, data mentah yang
diberikan kepada dirinya diinput melalui program komputer Microsoft Excel.
Data itu kemudian disaring lagi karena harus dimasukan dalam data base program PHP
yang berbasiskan website online.
"Kalau data base PHP kan tidak bisa ada nama yang sama atau dobel-dobel. Kalau excel
kan mau dobel sepuluh kali juga bisa saja," katanya.
Setelah dimasukan ke dalam data base PHP, ternyata data nama siswa yang tidak dobel
hanya ada 65 ribu siswa. Menurutnya, itulah data siswa tidak mampu di Kota Solo yang
sebenarnya.
Dia kemudian melaporkan tapi sempat tidak diterima oleh pihak Pemerintah Kota Solo
karena menginginkan data yang 110 ribu siswa itu bukan yang sudah disaring jadi 65
ribu siswa tidak mampu. Karena itu, Wahyu kemudian mengundurkan diri dari proyek
besutan Joko Widodo di Solo.
"Daripada saya bohongi masyarakat, lebih baik saya tidak dipakai lagi. Masih banyak
pekerjaan lain," katanya.
Kemudian kejanggalan yang kedua adalah masalah anggaran untuk pelaksanaan kartu
pintar di Kota Solo itu. Pada tahun 2008 dan 2009 anggaran untuk kartu pintar itu Rp10
miliar. Kemudian, pada tahun 2010 tiba-tiba anggarannya membengkak menjadi Rp23
miliar, lalu pada tahun 2011 menjadi Rp21 miliar. Lalu pada tahun 2012 membengkak
menjadi Rp30 miliar.
"Padahal kan jumlah siswanya hanya segitu-segitu juga. Paling kalau bertambah juga
hanya 100 atau 200 siswa saja," katanya.
Sementara itu, mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Solo, Ali Usman
menuturkan, sebenarnya pada saat Joko Widodo terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta
dan menerapkan sistem yang sama.
Ali Usman dan Wahyu kemudian mengingatkan agar Joko Widodo agar sistem itu
diperbaharui dan jangan sampai digunakan di Jakarta. Tetapi dihiraukan. Padahal
program kartu pintar yang pertamakali diterapkan tahun 2008 di Solo masih bermasalah.
"Saya melihatnya seperti ada kesengajaan. Sekarang diterapkan di Jakarta dan sekarang
mau diterapkan di nasional," katanya.
Terkait kejanggalan-kejanggalan itu, dia sudah dua kali melaporkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Ali Usman mengakui sudah beberapa kali dimintai
keterangan oleh penyidik KPK. Tapi tidak ada tindak lanjutnya.
"Saya harap itu jangan sampai digunakan di nasional. Kalau digunakan negara bisa rugi
ratusan trilliun," tutur Ali.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai ada permasalahan dalam laporan
keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2013. Termasuk Kartu Jakarta Pintar, Biaya
Operasional Pendidikan (BOP), dan sejumlah program lainnya.
Joko Widodo sejak lama sudah membantah terkait tudingan ini. Dia menanggapi santai
adanya pihak yang melaporkan tudingan dugaan korupsi dana BPMKS.
Saat Pilkada Solo periode kedua, dia juga dilaporkan ke KPK adalah dugaan korupsi
pembangunan pasar tradisional. Hasilnya ternyata tidak ada dugaan korupsi. Menurut
Joko Widodo, dia menduga kemungkinan yang dilaporkan itu hasil verifikasi awal.
Padahal verifikasi data siswa dilakukan berkali-kali hingga verifikasi terakhir.
"Memang kalau yang dipakai verifikasi awal kelihatan seperti itu, tetapi nyatanya tidak,"
katanya.
Selanjutnya Jokowi pun menyarankan untuk bertanya kepada Kepala Dinas Pendidikan,
Pemuda dan Olahraga Kota Solo terkait masalah penghitungan jumlah siswa yang
mendapat BPMKS.
Audit BPK
BPK menilai Kartu Jakarta Pintar yang terindikasi salah dalam penyalurannya ke
masyarakat. BPK menyebut ada 9.006 penerima ganda, yakni nama anak dan nama ibu
kandung yang identik dan merugikan senilai Rp13,34 miliar.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengakui bahwa dalam Kartu
Jakarta Pintar (KJP) yang dibawa Joko Widodo itu banyak kejanggalan, salah satunya
nama-nama siswa yang dobel. Ahok, sapaan Basuki, mengaku ingin memperbaiki sistem
tersebut karena dianggap merugikan negara.
"Masih banyak yang dobel-dobel. Mereka salah tulis nama. Bukan salah bank, sekolah
yang salah kirim data," katanya.
Kemudian, persoalan lain yang ditemukan dalam operasi Pemprov terkait distribusi KJP
yang tidak tepat sasaran. Banyak siswa miskin yang dihentikan dana KJP-nya karena
melanjutkan sekolah di swasta. Menurut Basuki, siswa tersebut seharusnya tetap
mendapatkan KJP.
"Anak sekolah dapat KJP di negeri, dia terpaksa masuk swasta karena tidak diterima di
negeri. Seharusnya KJP-nya diterusin karena KJP dari SD, SMP, sampai SMA," kata Ahok.
Data penerima KJP mencapai angka 401.767 siswa dengan perincian siswa SD/MI
sebanyak 265.695 anak, siswa SMP/MTs 81.945 anak, dan siswa SMA/MA/SMK 63.127
anak.
Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis hasil riset yang menyebutkan
bahwa 19,4 persen dari 405 ribu Kartu Jakarta Pintar (KJP) tidak tepat sasaran.
Penggunaan yang tidak tepat sasaran itu berasal dari semua jenjang pendidikan, yakni
SD/MI (14,6 persen), SMP/MTs (3,4 persen), dan SMA/MA/SMK (1,4 persen). Selain itu,
berdasarkan persepsi orang tua murid ditemukan bahwa 19,3 persen dari penerima KJP
memang tidak tepat sasaran. Sedangkan sisanya, 66,9 persen tepat sasaran.
Riset ICW berlangsung selama 3 Februari-17 Maret 2014. Metode yang digunakan adalah
Citizen Report Cards (CRC). Dengan metode CRC, ICW membagi kelompok siswa miskin
menjadi dua kelompok, siswa penerima KJP 2013 dan siswa miskin nonpenerima KJP.
Pada kelompok pertama, CRC menggunakan metode survei kuantitatif untuk menaksir tiga
aspek program, tepat sasaran, tepat waktu dan tepat guna/manfaat. Sampel dari siswa
kelompok pertama berjumlah 650 orang yang dipilih secara dua tahap (two stage random
sampling with probability proporsional to size).
Tahap pertama, periset memilih sekolah secara acak di antara daftar sekolah penerima
KJP. Tahap kedua, periset memilih siswa dari sekolah yang terpilih pada tahap pertama.
Margin of error sekitar 4-5 persen dengan tingkat signiifikansi 95 persen.
Sampel kedua diperoleh dengan mencari 10 siswa miskin yang belum/tidak menerima KJP
secara acak di 35 kelurahan di DKI Jakarta. Kriteria siswa miskin tersebut antara lain
orang tua bekerja dengan pendapatan di bawah Rp2,5 juta per bulan.
Sementara itu, biaya dari riset tersebut mencapai Rp80 juta yang berasal dari sponsor.
ICW tak bersedia membeberkan siapa sponsor mereka secara detail.
© VIVA.co.id


komeng : "Saya melihatnya seperti ada kesengajaan supaya bisa, bahasa kasarnya itu merampok
uang rakyat lewat kartu pintar itu," ucap dia.
=> atu atu tipu2 terungkap. "bohong" itu nama tengah ojo kuwi emoticon-Peace
0
3.3K
24
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.