lawnorderAvatar border
TS
lawnorder
Muhammad Riza Chalid - GOOGLE him
http://cahayareformasi.com/berita/20...-triliuntahun/

semua harus tau ini siapa

lu naik mobil scr tak langsung bayar sekian persen ke dia

lu naik motor kasih sekian persen ke dia

rumah lu mati lampu nyalain genset, sumbang lagi deh ke dia


SELAIN ARTIKEL INI, KASKUSER SILAHKAN CARI TAU SENDIRI SIAPA riza chalid..... di internet artikel banyak sekali tentang dia, dari jaman 2002-2013 (jadi bukan pas pemilu aja baru muncul)...
no fitnah ya, nilai sendiri saja emoticon-I Love Indonesia (S)emoticon-I Love Indonesia (S)


Quote:



KPK Hendaknya Segera Sidik Korupsi Migas Hatta Radjasa Dan Muhammad Riza Chalid, Rugikan Negara Rp 36 Triliun/Tahun
Pada Selasa, 17 Juni 2014 | 06:48 WIB kategori Nasional Tinggalkan Pesan


SKK Migas dan BP Migas, mengadukan mafia migas Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid kepada KPK Senin (16/6), yang menghisap darah rakyat sedikitnya Rp 36 triliun per tahun.

SKK Migas dan BP Migas, mengadukan mafia migas Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid kepada KPK Senin (16/6), yang menghisap darah rakyat sedikitnya Rp 36 triliun per tahun.
Jakarta(Care) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendaknya segera menyidik mafia minyak dan gas (migas) yang membuat ekonomi biaya tinggi, oleh Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid. Negara ini sengaja tidak membangun kilang pengolahan minyak mentah, hanya supaya terus-menerus impor bahan bakar minyak (bbm), sebab dari impor bbm itulah mafia migas meraup untung sedikitnya Rp 100 miliar per hari atau Rp 36 triliun per tahun.

Mafia migas membuat harga bbm menjadi lebih mahal dari seharusnya. Pengeluaran rakyat dan pemerintah untuk anggaran bbm, jadi lebih mahal, termasuk bbm untuk mobil-mobil operasional KPK untuk memburu koruptor. Maka jika KPK berdiam diri atas praktik mafia migas, sama dengan membiarkan KPK/rakyat diperbudak mafia migas. Jika KPK tidak segera menyidik mafia migas, maka posisi KPK layak dipertanyakan, ada pihak rakyat atau malah melindungi mafia migas.

Kalau mafia migas bisa dibasmi, uang rakyat yang dihemat, setara dengan secara gratis membagi-bagi 50 ribu unit rumah Tipe 36 setiap tahun kepada rakyat. Pembangunan rumah Tipe 21 sekarang ini sekitar Rp 72 juta per unit. Jumlah 50 ribu unit rumah adalah angka yang luar biasa, sebab target rumah baru bersubsidi tahun 2014 hanya 75 ribu unit. Jika mafia migas bisa dibasmi, negara ini melakukan banyak hal menekan jumlah orang miskin, membangun rumah sakit, gedung sekolah/pendidikan dan banyak lagi. Bisa juga untuk menciptakan lapangan kerja, supaya Indonesia berhenti “ekspor manusia.”

Aneh bin ajaib, hingga kini Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid tidak berani berbicara mengenai mafia migas. SKK Migas dan BP Migas, siap berhadapan dengan Hatta Radjasa dan Riza di depan pengadilan, di depan hukum dan di depan rakyat. Kebenaran selalu menemukan jalannya sendiri, maka Hatta Radjasa dan Muhammad Riza Chalid jangan berlindung di balik topeng.

Menurut Politisi Partai Golkar Poempida Hidayatullah, Hatta Radjasa (semasih Menko Perekonomian), menjadi penyebab kebijakan energi menjadi tidak jelas dan praktik mafia migas sulit diberantas.
“Mafia migas gagal dibasmi karena saat Menko Hatta tidak punya konsep mengenai energi terbarukan. Akibatnya, kita terus impor minyak yang banyak mafia bergentayangan,” kata Poempida di Jakarta. Poempida Hidayatullah menegaskan, Hatta Rajasa seharusnya bertanggung jawab atas merajalelanya mafia migas. (Metrotvnews.com, Rabu (11/6/2014).
Selama ini Indonesia terus bergantung pada bahan bakar minyak (bbm) impor, sengaja tidak mendirikan kilang pengolahan, hanya supaya impor jalan terus dan komisi diperoleh mafia.

Menurut penelusuran Soliodaritas Kerakyatan Khusus Migas (SKK Migas) dan Badan Pemerhati Migas (BP Migas), mafia Hatta-Riza bukan hanya impor bbm untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi cengkeraman luas dalam seluruh bisnis ekspor-impor migas di Indonesia, termasuk pembagian ladang minyak kepada perusahaan asing.

“Siapa yang menjadi direksi dan komisaris di Pertamina, juga keluar dari kantong mafia. SBY gagal membasmi mafia migas, malah menyuburkan. Ini jadi pertanyaan, SBY tahu tetapi tidak dibasmi,” kata Ferdinand Hutahayan, Direktur Pengolahan SKK Migas.

BP Migas berharap, KPK hendaknya mendahulukan kepentingan bangsa ke depan ketimbang melindungi rejim Hatata Radjasa dan Muhammad Riza Chalid. “Puluhan tahun Indonesia tidak mempunyai kilang pengolahan minyak. Kenapa bisa begitu? Kenapa? Silakan dijawab oleh KPK,” tukas Syafti Hidayat, Direktur Riset BP Migas.
Mafia Kakap

Migas di Indonesia dikuasai mafia kakap. Mafia legendaris sejak jaman Orde Baru adalah Riza, yang kini “mempekerjakan” Hatta Radjasa sebagai hulu-balang. Mafia mengendalikan Pertamina Trading Energy Ltd (Petral), anak perusahan Pertamina yang bergerak dalam perdagangan minyak. Tugas utama Petral adalah menjamin supply kebutuhan minyak kebutuhan Pertamina/Indonesia dengan cara impor.

Nilai impor oleh yang sedikitnya Rp 300 triliun per tahun, sejak lama diatur mafia, yaitu Muhammad Riza Chalid. Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy pernah mengatakan, Riza sudah dikenal sebagai mafia minyak sejak era Soeharto. Riza powerful, mengatur berbagai transaksi.
Riza menguasai Petral selama puluhan tahun, melalui kerja sama dengan lima broker minyak: Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil dan Cosmic Petrolium — berbasis di Singapore, terdaftar di Virgin Island (negara yang bebas pajak). Kelima perusahaan inilah mitra utama Pertamina/Petral. Tender, hanya formalitas, yang menang adalah anggota “pasukan lima.”

Nama Riza tidak tercantum dalam akte Global Energy Resources, yang tersurat dalam kepengurusan adalah Iwan Prakoso (WNI), Wong Fok Choy dan Fernadez P Charles. Namun sesungguhnya, pengendali adalah Riza. Akan halnya Hatta Radjasa, 10 tahun ini sebagai “kaki tangan” Riza.
Riza mengatur agar Indonesia bergantung pada bbm impor yang sedikitnya 200 juta barel per tahun. Kelompok Riza selalu menghalangi pembangunan kilang pengolahan bbm dan perbaikan kilang minyak di Indonesia. Kenapa, supaya impor bbm terus berlangsung, sehingga Riza cs memperoleh untung besar.

Mark Up Harga Impor Minyak
Harga beli minyak mentah Petral sepanjang tahun 2011 rata-rata US$ 113,95/barel. Padahal, harga rata-rata minyak dunia jenis brent (kualitas baik) pada tahun 2011 hanya US$ 80-100/barel, di mana harga tertinggi US$ 124/barel.

Ada mark up harga oleh Petral minimal sebesar US$ 5 /barel. Jika diaudit lebih rinci, mark up bisa sampai USD 30/barel. Mafia minyak mengatur untuk membeli minyak mentah dari Arab/Afrika, lalu diolah di kilang Singapura, baru diekspor ke Indonesia.

Meski ada indikasi terjadi mark up, menurut Ichsanuddin Noorsy, sulit mencari auditor yang bisa kita percaya bahwa ada mark up US$ 5 per barel.
Lalu, siapakah Muhammad Riza Chalid? Dia adalah WNI keturunan Arab yang dulu dikenal dekat dengan Keluarga Cendana. Riza, pria berusia 55 tahun ini disebut-sebut sebagai “penguasa abadi” dalam bisnis impor minyak RI. Dulu dia akrab dengan Suharto, kini “merapat” ke SBY dan Hatta.
Dirut Pertamina akan gemetar dan tunduk jika bertemu Riza. Siapa pun pejabat Pertamina yang melawan kehendak Riza, akan lenyap alias terpental. Termasuk Ari Soemarno, Dirut Pertamina yang tiba-tiba dipecat.
Ari Soemarno terpental dari jabatan Dirut Pertamina, hanya karena hendak memindahkan kantor pusat Petral dari Singapura ke Batam. Riza tidak setuju, maka Ari pun dipecat. Jika Petral berkedudukan di Batam/Indonesia, pemerintah dan masyarakat akan lebih mudah mengawasi operasional Petral yang terkenal korup. Ini yang dicegah Riza.

Kalangan perusahaan/broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai God Father bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, Riza dijuluki sebagai Gasoline God Father, sebab lebih separuh impor minyak RI dikuasai Riza. Banyak sumber mengatakan, bukan lebih separuh, tetapi seluruh impor bbm Indonesia dikontrol Riza. Tidak ada yang berani melawan Riza.

Beberapa waktu lalu Global Energy Resources, perusahaan milik Riza pernah diusut karena temuan penyimpangan laporan penawaran minyak impor ke Pertamina. Tapi kasus tersebut hilang tak berbekas, para penyidik pun diam tak bersuara. Kasus ditutup. Padahal itu diduga hanya sebagian kecil saja.
Hatta Rajasa adalah tokoh yang berada di belakang Riza. Menurut Majalah Forum Keadilan, dalam menjalankan operasinya, Riza-Hatta melakuan segala cara.

Hatta dan Riza adalah mafia yang merekomendasikan 60 persen jago-jagonya sebagai anggota Kabinet Presiden SBY. Semua biaya, dari Riza. ***



Quote:






================================
ARTIKEL TAHUN 2009 from the global review

http://www.theglobal-review.com/cont...2#.U7F1hvmSyYI

17-11-2009
Hatta Rajasa and the mystery of the Singapore oil mafia
Author : The Research Team of GFI


Here is an important information which has almost been uncovered by various mass media in the country. Fortunately, the Intelligence Magazine, dated on 5-18 November 2009, raised an important fact, which should considerably be investigated more deeply.


Starting from the news about the big influence of Coordinating Minister for Economic Hatta Rajasa in the arrangement of the second United Indonesian Cabinet, in its development, the information has led to an interesting finding that Hatta Rajasa allegedly had a close relationship with the Singapore-based oil mafia, Mohammad Reza of the Global Energy Resources.

Interestingly,the cabinet intelligence operations in the version of Hatta successfully recommending some 60 percent of his men to be ministers in the SBY's cabinet were reportedly financed by Mohammad Reza.

Even what is more interesting to note here is that, the Global Energy Resources managed by Mohammad Reza, its shares are owned by 5 companies, namely Supreme Energy, Orion Oil, Paramount Petro, Straits Oil, and the Cosmic Petroleum. All the companies are shareholders of Global Energy which are based in the small country: British Virgin Island.

The problem is that, Intelligence Magazine writes in its coverage, some of the companies have a business partnership which tends to be not transparent with the State Oil Company Pertamina. As a result the companies have even been accused of not being efficient and even dragged the President Director of Pertamina served by Arie Soemarno in the time.

Was Hatta Rajasa really involved in the conspiracy business with the Global Energy Resources network based in Singapore? The question is still in need of more in-depth investigations.

It is a fact tha Hatta Rajasa has since the beginning been a business actor in the field of oil and energy. Before joining the National Mandate Party, Rajasa was known as one of the businessmen who joined the Medco Energy operated by a famous businessman Arifin Panigoro.

Have both Rajasa and Medco also been part of the chain of business networks based in Singaproe? Based on the observation of the Global Future Institute, Arifin Panigoro and Medco business networks could considerably be opposed to the Arie Soemarno's camp along with his business cronies related to the business interests with Pertamina.

Despite being in the political protection of the Indonesian Democratic Party of Struggle at the time, Arie Soemarno had closer relationship with the Taufik Kiemas camp than the Pramono Anung camp whose tendency to the Megawati Sukarnoputri camp.

That is why, although we should appreciate the Intelligence Magazine coverage for fairly giving deep investigations and reports, it seems unfair if we later relate Hatta to the Mohammad Reza's camp and the Global Energy Resources. Nevertheless there is still a possibility that Mohammad Reza and the Global Energy could be related to the Pertamina as a business crony in the era of Arie Soemarno.

At glace Hatta and Taufik Kiemas were in a camp because both are from Palembang. Moreover when Marzuki Alie who is also a son of the Palembang's Democratic Party figure was later elected as spokesperson of the House of Representatives (DPR).

But it would be naive if the Palembang network connection is viewed as a compact group. Hatta Rajasa, the ITB alumnus, even more represents the ITB connection which makes him in line with and closer to Arifin Panigoro and the PDIP Secretary General Pramono Anung who are from the same party, PDIP.

That way, relating Hatta to Mohammad Reza of the Singapore-based Global Energy Resources, will possibly make us trapped into disinformation.

However, the Intelligence magazine coverage indicating business maneuvers of Mohammad Reza and the Global Energy Resources, should still be considered as valuable information. Because it is not impossible if their movement has now been taken into action aimed at destabilizingthe SBY's government.

The question is, from which door did their network come in? Moreover, at present, such figures as Hatta Rajasa, Vice President Budiono and Minister of Finance Sri Mulyani are the figures whose authority in economic affairs.

But who knows that Hatta Rajasa is a slick player who successfully hides the the real political agenda. That is why, let's wait for the Indonesia's political performances in the coming months.
Diubah oleh lawnorder 05-07-2014 06:10
0
45.3K
175
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.8KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.