Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

peaceajaAvatar border
TS
peaceaja
Kisah Mas Marco Kusmawijaya (mantan Ketua Dewan Kesenian jakarta) ketemu Jokowi
Kisah Mas Marco Kusmawijaya (mantan Ketua Dewan Kesenian jakarta) tentang Jokowi
Today 10:18
by: Marco Kusumawijaya

Jumpa Joko Widodo: Kesaksian.

Saya pertama kali jumpa Jokowi pada pembukaan festival SIEM (Solo International Ethnic Music) ketika beliau belum lama menjabat walikota.
Saya sampai duluan di arena. Kemudian seseorang dg baju putih berbalut jaket lusuh warna coklat-khaki dan celana sewarna menghampiri sambil senyum. Kecil, kurus, lusuh, sederhana. Saya balas senyum tapi tidak bangkit dari duduk, apalagi menyalami. Saya tidak kenal dia, dan tidak menyangka dia walikota. Saya pikir dia petugas atau kepala dinas apa begitu. Saya baru sadar dia walikota ketika ada panggilan agar "Walikota Solo naik ke panggung untuk membuka festival, didampingi oleh Ketua Dewan Kesenian Jakarta (saya ketika itu)"..

Setahun kemudian, saya mengundang beliau berbicara kepada ketua-ketua Dewan Kesenian se Indonesia di Jakarta, karena sikap dan prestasinya mendukung kesenian di Solo. Saya pikir lebih tepat Walikota Solo, daripada Gubernur Jakarta (Fauzi Bowo ketika itu), yang berbicara, karena rekan-rekan ketua dewan kesenian itu datang dari daerah-daerah yang lebih berskala Solo ketimbang Jakarta. Maksudnya: agar mereka bisa belajar meyakinkan walikota/gubernur masing-masing untuk mendukung kesenian. Jokowi kami minta menjelaskan mengapa dia mendukung kesenian di Solo, dan apa/bagaimana kongritnya. Para ketua itu tidak begitu khusuk di awal. Duduk dengan sikap seenaknya. Bahkan berbicara satu sama lain selama 5 menit pertama. Jokowi berdiri. Dan sesudah 5 menit, banyak para ketua itu menegakkan sikap duduknya dan memusatkan perhatian pada Jokowi. Ruangan hening. Itu karena substansinya, bukan karena gaya pidatonya yang cenderung sangat sederhana dan tidak meyakinkan. Saya lega.

Pertemuan ketiga kembali di Kota Solo. Waktu itu ada pembicaraan tentang lahan benteng yang terlanjur dijual (tukar guling) oleh tentara kepada swasta jauh hari sebelum Jokowi jadi walikota. Para aktivis (sebagian budayawan dan seniman) ingin lahan itu dibeli kembali. Saya tahu itu sulit dan akan membebani APBD Solo yang tidak seberapa. Maka saya menenangkan teman-teman seniman dan aktivis dan cenderung mendukung posisi Jokowi yang ingin membatasi pengembangan di atas lahan itu saja dengan berbagai syarat agar lahan itu tetap menjadi ruang publik. Itu wewenang pemerintah kota. Saya sempat tanya, "Bagaimana Pak Joko, apakah APBD Solo sanggup beli kembali itu tanah?" Kecerdasan Jokowi tampil ketika ia mengatakan, "Tidak apa-apa kalau teman-teman mau kita beli kembali, tapi mari sama-sama kita kumpulkan dana masyarakat, dan sama-sama membujuk DPRD!" Tidak seorang pun berani menyanggupi.

(psst...sesudah diskusi ditutup, beliau mendekati saya, menyalami, dan mengatakan "Terima kasih ya, Mas!".... )

Jawaban itu mengingatkan tanggapan beliau beberapa tahun kemudian atas gagasan memindahkan ibukota Jakarta. Beliau mengatakan, "Kalau Jakarta sudah sama sekali tidak bisa diperbaiki, tidak apa-apa ibukota dipindahkan!" Tidak seorang pun berani menjawab dengan "Jakarta tidak bisa diperbaiki sama-sekali."

Kesederhanaan, down-to-earth, tapi sekaligus cerdas secara politik. Dan orisinil, serupa dengan ketika beliau mengatakan "Kita bikin rame!"
Itulah Jokowi.

Ada beberapa pertemuan lagi. Tapi yang saya sangat ingat adalah juga ketika ia mengambil keputusan dalam suatu rapat dengan beberapa kepala dinas. Saya kebetulan hadir. Dengan sabar dia bertanya, "Masih ada masalah dari tiap kelapa dinas? Ayo disampaikan satu satu, biar tuntas dan tidak ada kekhawatiran lagi. Ndak apa-apa" Lalu dengan sabar dia mendengar dan membahas jalan keluar bagi tiap kekhawatiran/masalah yang diutarakan tiap orang.

Kesabaran yang membimbing bawahan, dan membuat orang nyaman menyampaikan masalah dan mendiskusikan solusi. Ini juga yang saya lihat pada Jokowi.

Ada juga yang saya dengar langsung dari orang yang mengalami, meskipun saya tidak langsung mengalami:

Ketika terlambat menghadiri rapat dengan sejumlah warga Waduk Pluit yang sudah menunggu di ruang tunggu di Balaikota, dia keluar sendiri dan menemui mereka untuk minta maaf, dan bertanya apakah masih mau menunggu satu jam lagi, mengingat pertemuan dia sebelumnya belum selesai, atau mau bikin janji baru? Dia tidak mengirim ajudan, tapi menemui mereka sendiri langsung, meninggalkan sementara rapatnya yang sedang berlangsung.

Ketika salah satu penghuni bantaran Waduk Pluit mantu di tengah-tengah kampung di sana, Jokowi dan isteri hadir sedikit terlambat, sehingga duduk di belakang. Tanpa wartawan, tanpa ajudan atau pendamping apapun. Pencitraan? sama sekali tidak. Dan saya ceritakan ini karena saya tahu tidak banyak yang tahu. Dia memang nyaman dengan lingkungan yang serupa dengan tempat asal-usulnya.

Saudara, mari pilih orang ini, seseorang yang dari kita untuk kita, untuk memimpin kita dan Republik Indonesia melanjutkan bukan saja cita-cita dasar Republik dan pelurusan reformasi, tapi juga mengantar kita ke masa depan demokratis yang jujur, adil dan bersih. Jangan lagi ragu! Sebarkan.
0
1.3K
4
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
Pilih Capres & Caleg
KASKUS Official
22.5KThread3.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.