Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

casepadAvatar border
TS
casepad
VOTE AHOK FOR GUBERNUR JAKARTA
Kesan Menonton Ahok di Mata Najwa 25 Juni 2014

Semalam menonton Mata Najwa di MetroTV yang lagi-lagi menghadirkan Ahok sebagai narasumber. Meskipun selama ini saya sudah berkali-kali menonton Ahok di TV, namun tetap saja ia selalu menjadi tokoh yang menginspirasi. Dan saya rasa bukan hanya saya, namun juga kebanyakan penonton acara tersebut.

Dalam acara tersebut, Ahok sepertinya tampak lelah karena diwawancara pada malam hari, di saat ia sudah lelah bekerja, mengurus berbagai hal, termasuk Jakarta Night Festival. Selain itu ia juga tampak kepanasan karena bicara di udara terbuka, bukan di ruangan ber-AC seperti biasanya. Namun ia tetap tampak bersemangat menjawab segala hal dengan antusias, layaknya seorang pekerja keras. Saya tidak akan mengulas setiap hal dari wawancara tersebut, anda bisa menontonnya sendiri, tapi saya akan ceritakan beberapa hal yang berkesan menurut saya.

Pertama, mengenai penyerapan anggaran. Mungkin banyak yang heran kenapa anggaran DKI sampai dengan bulan Mei baru terserap 5-6% saja, yang katanya merupakan catatan penyerapan terburuk sejak 30 tahun terakhir. Ahok menjelaskan bahwa itu dikarenakan ia mewajibkan setiap dinas memberikan catatan rinci mengenai rencana pengeluaran mereka, yang ternyata dinas-dinas tersebut tidak bisa melakukannya. Contohnya ketika Dinas PU meminta anggaran 1 Triliun, ia meminta rincian harga satuannya, eh ternyata mereka tidak bisa memberikan. Saat mereka mengatakan bahwa anggaran tidak akan terserap kalau mereka tidak diberi 1 Triliun itu, Ahok bilang “Emang gue pikirin?”

Ahok juga berkisah mengenai Dinas Pendidikan, di mana ia mengganti kepala dinasnya dan menyuruh kepala dinasnya yang baru untuk memeriksa seluruh anggaran Dinas Pendidikan dan memotong semua anggaran yang mencurigakan atau tidak perlu. Hasilnya? Ia berhasil memotong anggaran hingga 2400 M alias 2,4 Triliun! Jadi selama ini Ahok tidak main pencitraan. Ia tak peduli dirinya dicap buruk oleh masyarakat gara-gara penyerapan anggaran yang buruk. Baginya yang terpenting adalah memberantas korupsi pejabat, tidak masalah kalaupun akibatnya penyerapan anggaran tersendat dan dirinya dicap buruk.

Kedua, mengenai pembuatan transportasi massal. Ia menceritakan bahwa pembuatan MRT, monorel dan semuanya itu menyebabkan berbagai masalah dalam pembebasan lahan, dan juga membuat Jakarta makin macet. Sedangkan proyek-proyek itu baru bisa selesai paling cepat 2018, saat dirinya kemungkinan sudah tidak lagi menjabat gubernur/wakil gubernur DKI. Jadi yang akan diuntungkan oleh rampungnya proyek tersebut justru adalah penerusnya nanti, bukan Ahok. Namun Ahok tetap mati-matian meneruskan proyek itu demi memperbaiki Jakarta, tak peduli meskipun akibatnya dirinya mungkin tidak terpilih lagi di pilkada 2017 nanti.

Ketiga adalah tentang usaha penertiban monas. Ahok yang bukan asli Jakarta ternyata memahami betul nilai sejarah dan pentingnya monas bukan hanya bagi Jakarta, namun bagi Indonesia. Ia meminta perusahaan dari Jerman yang membersihkan itu bukan hanya karena mereka sangat profesional dan sudah berpengalaman membersihkan monumen nasional di negara-negara lain, namun juga karena mereka berjanji akan mengiklankan monas tersebut kepada dunia. Ahok juga berusaha mensterilkan monas dari para PKL dan preman, meskipun tantangannya sangat sulit. Pagar yang digergaji, para satpol PP yang diancam dengan pisau dan dilempari batu, dan sebagainya. Ahok menceritakan bahwa Monas adalah monumen kebanggaan Indonesia, jadi seharusnya dihormati, bukan malah dikotori seperti sekarang yang semakin tidak beraturan.

Sambil menonton Mata Najwa, saya juga penasaran dengan kesan para pemirsa lainnya. Jadi saya membuka Twitter saya dan search tweet-tweet dengan keyword “Ahok”. Dan apa hasilnya? Ini beberapa contoh tweet-tweet yang saya temukan:

“Keren banget wawancara Pak Ahok di Mata Najwa. Top!”

“Harus diakui, kualitas Ahok di atas kedua bosnya hehe emoticon-Stick Out Tongue

“Pak ahok, please…can u stop being so awesome. Just for a day.”

“if i could choose, any political man, considered deserve to be our president.

that man would be

AHOK!”

“Just watched Ahok at @MataNajwa. He is the only person qualified to fill RI1 post. #ahokforpresident #ahok2019 #ahokforri1″

“Indonesia menjadi sempurna saat Ahok jadi Presiden.. bangsa Indonesia menjadi utuh. Dan hanya akan ada satu manusia, manusia Indonesia”

“Semoga Ahok dimudahkan jalannya untuk jadi Presiden atau Wakil Presiden RI.”

Begitulah, saya pun juga merasa terharu karena ada orang seperti Ahok ini di Indonesia. Bahkan beberapa tweeps mengatakan seharusnya Ahok saja yang nyapres tahun ini. Well, menurut saya pribadi sih, sepertinya kebanyakan pemirsa lupa bahwa semua prestasi maupun pekerjaan Ahok di Jakarta ini bukan semata-mata usahanya sendiri, namun juga Jokowi. Justru mungkin sebenarnya Jokowi-lah yang lebih berperan banyak, hanya saja kurang terlihat dalam wawancara Mata Najwa semalam. Hal ini dikarenakan tema Mata Najwa semalam memang membahas tentang AHok, bukan Jokowi, sehingga wajar saja jika Jokowi tidak banyak dibicarakan. Seandainya temanya tentang Jokowi, seandainya Jokowi yang jadi narasumber, saya rasa puja-puji juga akan mengalir deras seperti pujian kepada Ahok semalam.

Namun demikian secara pribadi saya merasa bahwa Ahok ini orang yang lebih hebat daripada Jokowi karena perbandingan rekam jejak mereka. Saat Jokowi memimpin Solo, ia bisa begitu sukses, dicintai seluruh warga Solo, sampai mendapat perolehan suara 90,9% di periode keduanya. Ia bisa sesukses itu karena ia memimpin Solo selama 6-7 tahun, plus dia merupakan warga asli Solo, muslim tulen, sehingga lebih mudah diterima oleh rakyat Solo. Tapi bagaimana dengan Ahok di Belitung Timur? Di sana ia merupakan minoritas (Tionghoa-Kristen), bahkan saat ikut pilkada saja ia sampai diteror berkali-kali. Namun hanya dalam 2 tahun saja menjadi bupati ia sudah berhasil memikat warga Belitung Timur, sampai-sampai rakyat meminta anggota keluarga Ahok yang menjadi bupati. ”Hanya keluarga Bapak yang bisa mengubah nasib kami”, kata mereka. “Jangankan adik, emaknya (Neneknya) Ahok saja pasti kami pilih kok kalau maju (jadi calon bupati),” kata mereka. (Sumber: http://lipsus.kompas.com/gebrakan-jo...ap.Kami.Pilih. )

Mata Najwa semalam ditutup dengan kesimpulan Najwa yang sangat keren:

“Ahok adalah sebuah fenomena, untuk Jakarta dan Indonesia.

Sebagai minoritas yang kadang masih dicurigai, Ahok tampil dengan tindakan yang berani.

Dia tak mudah dikendalikan, bahkan oleh partai yang ikut melahirkan.

Integritas dan jejaknya sudah diakui, walau sepak terjangnya kadang bikin jeri.

Tapi Ahok hanya wakil gubernur, tak semua bisa dia atur.

Sebagai gubernur sementara, Ahok memimpin dengan banyak kendala.

Dia harus siap ambil kebijakan, walau undang-undang memberinya batasan.

Birokrasi harus terus diawasi, tapi setumpuk berkas administrasi, tetap wajib dia teliti.

Inilah dilema pejabat sementara, yang dihadapi Ahok hingga beberapa bulan berikutnya.

Selamat ulang tahun Jakarta, panjang umur ibu kota.

Seperti inilah pemimpin Anda, semoga dapat memimpin dengan berani dan bijaksana.”

Ada satu hal yang cukup menarik dalam wawancara Ahok tersebut. Pada 1 kesempatan, Najwa bertanya pada Ahok, “Kalau disuruh milih jadi gubernur DKI atau jadi mendagri, pilih yang mana?” Dengan yakin Ahok menjawab, “Ya jadi gubernur DKI dong.” Apakah ini isyarat bahwa dirinya menginginkan Jokowi saja yang presiden daripada Prabowo? Entahlah, namun jika anda berharap Ahok menjadi gubernur DKI, pilihlah Jokowi pada pilpres mendatang. Secara pribadi saya berharap memang sebaiknya Jokowi “dipindahkan” saja ke Istana negara daripada kembali menjadi gubernur DKI. Kenapa demikian? Karena Jokowi dan Ahok dua-duanya adalah tipe pemimpin hebat, menempatkan mereka bersama-sama di DKI ibarat pepatah “two captains in the same ship”. Ahok sendiri pernah mengatakan bahwa menjadi wakil kepala daerah memang ibarat menjadi “ban serep”. Sebuah ban serep tidak bisa mengeluarkan daya gunanya secara maksimal. Jadi supaya Ahok bisa mengeluarkan seluruh potensinya, sebaiknya Jokowi dipindahkan saja ke istana negara.

Ahok juga sempat berucap di akhir acara, “menurut teori Abraham Lincoln, karakter sebenarnya seseorang baru akan muncul saat dia diberi kekuasaan. Kita sudah lihat kan sejak reformasi di bangsa ini muncul banyak orang hebat yang keliatannya begitu ‘wah’, berujar mau melakukan ini itu dan sebagainya, tapi ternyata setelah diberi kekuasaan malah gagal.”.

Nah berdasarkan teori ini, menurut saya JANGAN memilih Prabowo menjadi presiden. Karena kita belum tau bagaimana sebenarnya Prabowo kalau ia diberi kekuasaan. Berbeda dengan Jokowi yang sudah jelas teruji saat ia diberi kekuasaan di Solo dan Jakarta.

sumur
Diubah oleh casepad 28-06-2014 12:48
0
5.1K
66
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.