JAKARTA- Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono menilai buruh tidak harus selalu memiliki partai karena buruh bisa mempengaruhi kebijakan politik dengan cara menguasai salah satu partai yang ada.

Arief pun mencontohkan seperti zaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dikuasi oleh kaum buruh. Saat itu, kata Arief, faksi buruh sangat berpengaruh sekali.

"Buruh bisa menguasai salah satu partai saja. Golkar misalnya. Golkar penjawataan golongan buruh. Kan Golongan Karya, Golongan yang berkarya. Namun saat Orde Baru, gerakan buruh dimatikan lalu reformasi serikat pekerja bernaung dibawah korpri," kata Arief dalam diskusi publik DPP Barisan Insan Muda (BIMA) 'Peran buruh dalam Pemilu 2014' di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2014).

Politikus Gerindra itu juga mengungkapkan, ketidakberpihakan pada buruh mulai dirasakan kala pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yang saat itu membuat Undang-undang nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dia menuding Megawati penyebab penderitaan buruh.

"Cacatnya di reformasi, saat itu seharusnya Mega berpihak pada buruh. Tapi waktu itu Mega tidak berpihak pada buruh. Undang-undang ketenagakerjaan itu yang mengatur adanya upah dan adanya sistem outsourcing ini hasil dari pemerintah Mega yang dahulu menterinya sama seperti Mega. Wakil buruh di parlemen juga tidak bisa mempengaruhi kebijakan yang pro buruh," terang Arief.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI), Mudhofir, menilai buruh perlu memiliki partai politik sendiri. Pasalnya, hanya buruh yang mengerti nasib buruh sehingga ideologi buruh bisa terus tertanam di dalam diri buruh.

"Tahun 2014 memang belum saatnya buruh mempunyai kendaraan politik, tapi ini proses. Paling tidak 2014 menjadi batu latu loncatan buruh. Tahun 2019 buruh harus punya wadah, aspirasi politik dari partai buruh," kata Mudhofir. (ugo)
http://news.okezone.com/read/2014/01...deritaan-buruh