Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

theunlearnidAvatar border
TS
theunlearnid
To Define or Not To Define Happiness
Pagi-pagi menemukan kiriman tulisan dari teman kita Theo (@ardhiantohp) yang ikutan #kopdartheunlearn perdana hari Sabtu kemarin. Tulisannya membuat mikir, bukan tentang mendapatkan kebahagiaan, tetapi apakah ‘penting’ untuk mulai mempertanyakan dan mendefinisikan kebahagiaan? Karena biasanya hidup bukan tentang mendapatkan jawaban yang terbaik, tetapi bertanya pertanyaan yang benar.

Apa kebahagiaan itu untuk kamu? Yuk baca dulu tulisan Theo emoticon-Smilie

—————————


To Define or Not To Define Happiness


Oke, kali ini gw mau cerita hasil yg gw bawa pulang dari kopdar ama temen-temen komunitas “The Unlearn”.

Sebagai sedikit gambaran, komunitas ini boleh dibilang semacam miniatur “Hitam Putih”, acara talkshow-nya Deddy Corbuzier. Bukan konsep talkshow-nya yg mau gw tekanin, tapi lebih ke life lesson yang menjadi bahan obrolan utama di dalam komunitas ini. Kalo ada yg nanya ke gw,”Emang topik life lesson tuh yg kayak apa sih?”, maka gw bisa jawab,”Banyak, bro! Salah satunya, dan yang menjadi salah satu topik pada kopdar tadi, adalah: Defining Happiness.”

Apa sih “kebahagiaan” itu?Simple question, many different answers. Gw sempet liat definisi-definisi “kebahagiaan” yang dituliskan oleh temen-temen peserta kopdar tadi (sory ya, gw lupa buat nge-foto emoticon-Frown ). Ada yang nulis: “Kebahagiaan adalah ketika kita bisa menjadi alasan bagi kebahagiaan orang lain”, “Kebahagiaan adalah bisa ketemu temen baru, diskusi, sharing, dapet cerita keren dan belajar ttg kebahagiaan masing-masing”, and many more. Gw juga nulis sih, tp pamalik ah kalo nulisin punya gw sendiri di sini, hehe.

But then I realized something when I got home. It is another question,”Do we need to define happiness?”, “Why do we define happiness?” “Ngaruh ya ke hidup kita?”, “Efeknya apa?” Toh kalo gw sendiri perhatiin, banyak kok orang yang kalo ditanya,”Eh, menurut lu, kebahagiaan itu apa sih?” Mereka bakal jawab,”Waduh, sory bro, gw bukan pemikir kayak Aristoteles ato Plato.” Tapi kalo kita tanya,”Eh, menurut elu, lu udah bahagia belom, sih?” Kebanyakan dari mereka bakal jawab,”I’m fine, I love my life, Gw udah bahagia kok.” So, gw jadi mikir ulang, penting gak sih kita mikirin “What is happiness”? Here it is my answer.

Gw sedikit minjem istilah yg pernah gw baca di sebuah twit: “talented people” dan “gifted people”. Artinya kira-kira: “berbakat” dan “teranugerahi”. Dua istilah itu punya perbedaan mendasar: kalo “talented” artinya dia punya potensi, tp perlu dipoles dulu, diberi contoh, diasah, dilatih, atau something like that, supaya potensinya bisa muncul. Kalo “gifted” berarti tanpa perlu pusing-pusing, tanpa dilatih, tanpa perlu banting tulang, dia bisa memunculkan potensinya. The good news is setiap orang di dunia ini merupakan orang yg “talented” untuk bahagia, the bad news is cuma beberapa di antaranya yang merupakan orang “gifted” (lucky them!).

Gw ngomongin yg “gifted” dulu ya emoticon-Smilie . Ada orang yg tanpa perlu mikirin panjang lebar arti “bahagia” tapi mereka udah bisa bahagia dengan cara mereka masing-masing, setuju ya? Kenapa gw bisa ngomong gitu? Karena gw sering nemuin orang kayak demikian di sekitar hidup gw. Kebahagiaan yang mereka gembar-gemborkan bukan omdo (omong doang), tapi emang keliatan di sikap hidup mereka. Kalo kata orang Jawa, mereka ini orang-orang yg “Nrimo”, meaning: tanpa perlu ada yg ngasih definisi “bahagia” ke mereka, dan tanpa perlu mereka ambil pusing, mikirin makna “bahagia”, mereka udah bisa berdamai ama hidupnya, dan mereka bahagia.

Tapi (There is always a “but” in everything, hehe), orang yg “talented” gak bisa kayak mereka yang “gifted”. Bukan karena mereka gak punya “potensi buat bahagia”. Misal gini, ada orang yang punya banyak duit, tapi masih juga ngeluh gak bahagia, ”Gw emang punya banyak duit sih, tapi gw tetep ngrasa hidup gw hampa (#tsaah)”. Kalo kita ngebaca contoh itu, kita pasti bakal mikir lagi, ”Ah, elu lebay, udah punya banyak duit, masih ngaku gak bahagia?!” Sebenernya, kalo menurut gw, itu mungkin aja, sih. Gw mikirnya gini, contoh itu, adalah contoh orang yg “talented” bukan “gifted”. Dia punya potensi untuk bahagia (mungkin potensi bahagianya bukan duit, tapi hal lain), tapi dia perlu “something” untuk memunculkannya. Something itu bisa macem-macem, mungkin suatu peristiwa di hidupnya yg bisa “melatih” dan “mengasah” munculnya potensi bahagia itu, atau mungkin hasil sharing definisi “bahagia” dengan orang lain.

Sedikit ngutip kalimat di film Robocop terbaru,”People don’t know what they want until you show it to them.” Ya, orang-orang “talented” ini sebenernya punya “potensi bahagia”, they just need others to confirm it for them. So, mungkin sekarang posisi elu adalah orang yg “gifted”, berarti elu emang beruntung. Mungkin juga elu adalah orang “talented” yg masih “samar” akan “potensi kebahagiaan” elu, atau maybe elu adalah orang “talented” yg sedang getol mikirin definisi “Happiness”. It’s not useless either. I guess, the biggest impact of defining “happiness” is to influence other “talented” people in finding their own “happiness”. Pernah denger kalimat “sharing is caring”? That’s what I’m thinking. What do you think? emoticon-Smilie
0
1.3K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.