Quote:
Wahai FADLI ZONK baca ini dan silahkan anda malu bertubi tubi dengan statement anda sendiri yang selalu bilang : "Kasus HAM 1998 kenapa baru diungkit SEKARANG? Kenapa ketika Prabowo mau jadi Presiden?!!"
Ini bukti nyata Kasus 1998 bukan cuma diungkit ungkit pas Bowo mau jadi Capres tapi tiap Kamis juga diperingati kok!!!
*ane coba cari sumber Berita yang valid tapi cuma dapet yang ini tentang "Kamisan" yang udah jarang diliput temen2 Pers :
kabar24..com, JAKARTA— Happy Salma menyebut film pendek "Kamis Ke-300" sebagai hasil gotong royong.
Dia berinisiatif membuat film tentang perjuangan menuntut pemenuhan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia tahun lalu, setelah mendadak teringat bahwa aksi Kamisan dari para keluarga korban pelanggaran HAM menginjak tahun keenam.
Perempuan yang kerap terlibat dalam pembacaan puisi dan cerpen di acara Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan itu lantas membuat film pendek "Kamis ke-300" berdasarkan cerita pendek berjudul "Kamis Ke-200" yang terbit di surat kabar tiga tahun lalu.
Happy Salma banyak bantuan selama menggarap film hitam putih yang mengisahkan perjuangan seorang kakek yang setiap Kamis, bahkan saat sakit sekali pun mengikuti aksi di depan Istana Negara demi anaknya yang hilang.
Naskah film yang diadaptasi dari cerpen Happy tersebut digarap oleh budayawan Putu Wijaya dalam waktu dua hari.
"Padahal Pak Putu sedang sakit setelah terkena stroke. Tapi dia tetap membantu," kata aktris kelahiran 4 Januari 1980 silam itu.
Selain Putu, ada penata sinematografi Bambang Supriadi, editor Andhy Pulung, dan penata musik Ricky Lionardi ("Rectoverso The Movie", "Berbagi Suami") yang membantu dia menggarap film itu.
Key Mangunsong juga membantu sebagai asisten sutradara dan Ritchie Ned Hansel membantu membuat poster film itu.
Sementara, Amoroso Katamsi, Sita Nursanti, Nugie, dan Aji Santosa termasuk di antara pemeran dalam film tersebut.
"Saya tidak menyangka akan ramai begini, gotong royong sangat terasa salam kegiatan ini. Rupanya banyak orang punya keprihatinan yang sama," kata Happy Salma.
Happy Salma merasa bantuan dari kawan-kawannya dalam pembuatan film yang dananya dia rogoh dari kocek sendiri itu tidak ternilai.
"Teman-teman justru memberi diskon 90-99 persen," selorohnya.
Sumber: http://m.kabar24..com/infotainment/read/20140118/36/208967/kamis-ke-300-potret-perjuangan-keluarga-korban-pelanggaran-ham
Quote:
"KAMISAN" adalah ritual rutin yang diselenggarakan keluarga korban 1998 di depan Istana Negara tiap hari Kamis setiap bulan setiap tahun dalam menuntut KEJELASAN nasib keluarganya yang hilang pada peristiwa MEMALUKAN dan KELAM tahun 1998 dimana ada anak bangsa sendiri yang TEGA Menculik,Menyiksa dan Menghilangkan sesama anak bangsa Indonesia.
Untuk yang sering lewat depan Istana kalau hari Kamis tiap minggu ke 2 tiap bulannya pasti sering lihat segerombolan orang pake baju hitam2 dan payung hitam membawa photo2,lilin dan berdoa depan Istana aksi mereka tergolong simpatik dan selalu meminta ijin resmi kepada pihak kepolisian.
Ane sendiri pernah pas nganterin saudara ane dari daerah jalan2 ke Monas parkir di depan pintu masuk Monas depan Istana dan kebetulan pas mereka lagi gelar aksinya,karena sodara ane sibuk photo2 bareng keluarganya ane ngobrol2 sama Polisi yang lagi jaga demonya.
Ane (A) : Pada ngapain nih pak?
Polisi (P) : Oh ini kegiatan rutin tiap Kamis minggu ke dua tiap bulannya,dari keluarga korban 98 mas
A : Ohhh korban 98? (Ane yang pernah jadi aktivis 98 pun tertarik mendekat ke arah kerumunan itu)
Ane (A) : Bu dari mana?
Ibu (I) : Saya dari Depok mas..
A : Ohhh keluarga Ibu jadi korban 98?
I : Iya mas,suami saya dosen di Gun*darma
A : Ikut demo juga waktu 98 ya bu? (Tiba2 si ibu langsung cuek sama ane dan lanjut komat kamit mungkin sudah capek menjawab ribuan pertanyaan kayak yang ane sodorin)
I : Mas wartawan? Dari koran apa?
A : Saya bukan wartawan bu tapi dulu gabung di ASPJ salah satu underbow Forkot saya juga aktivis 98 bu...
A : Tiba tiba si ibu nangis gan dia bilang gini "Udah lama gak ada aktivis 98 yang ikut gabung disini mas,saya pikir mas cuma wartawan yang nanya2 tapi gak eprnah muat berita ini (Rupanya awal2 mereka Aksi seperti ini banyak yg liput tapi makin kemari makin sedikit bahkan gak pernah lagi diliput!).
I : Sudah enak ya hidupmu nak,naik mobil dan pasti punya posisi enak
A : Bu itu mobil yang saya parkir disana mobil kantor,saya masih karyawan juga bu,masih "berjuang" untuk diri sendiri tapi hati saya masih tetap "berjuang" untuk kawan2 98 lainnya kok...
I : Kalau suami saya masih ada dia mungkin sekarang sudah menyelesaikan S3nya,saya sudah bilang ndak usha ikut2an anak2 Mahasiswanya demo tiap hari.. (Si ibu gak bisa ngelanjutin kata2 lagi)
A : Bu saya titip salam hormat dan turut prihatin ya tolong disampaikan ke yang lain,bahwa kami Exponen 98 gak pernah dan gak akan pernah melupakan 98 walaupun kami sudah "berjuang" di jalan kami masing2,saya tiap 13 Mei masih suka menyempatkan diri berdoa sendiri kok bu walau cuma 5 - 10 menit untuk rekan2 98 yang belum kembali,ndak mungkin saya mau lupa teman2 98 yang lainnya,kami sama2 panas2an,disiram air water canon,dipentung sampe lari sembunyi ke got2 sampai saya beranak cucu saya tidak akan lupa,ibu yang sabar ya doa kami beserta ibu dan kawan2 semua"
Gak lama ada koordinatornya yang dateng ngobrol2 sama ane sebentar dan dia sempet jelasin banyak orang2 yg lewat ngasih cibiran dari "bikin macet aja" sampe "dibayar berapa demo ginian" mereka lupa tanpa jasa2 Pahlawan Reformasi gak bakal bisa kayak sekarang karena waktu itu Kesejahteraan Hanya Bagi Yang Kaya saja,itu yang ane inget!!
Sampe detik ini ane masih inget kejadian siang itu di depan istana dan itu pula salah satu alasan ane mau "berbodoh bodoh" ria jadi cyber warrior di B & P Kaskus tanpa dibayar walaupun sering curi2 waktu kerja dan jam istirahat dan pulan kerja walaupun cape harus sempet2in dulu mematahkan PROPAGANDA NEO ORDE BARU yang berseliweran di B&P ini,karena hanya ini yang bisa ane kasih buat rekan2 Ex Aktivis 98 yang belum beruntung...
"Kami terus BERJUANG kawan baik untukmu ataupun untuk ideologi kita di 1998 bahwasanya semua rakyat berhak kaya,bahwasanya Orde Baru HARUS DILAWAN!!!!
Walaupun "Perjuangan" kami tidak seperti dulu lagi tapi percayalah dihati dan jiwa ini terus mendoakan yang terbaik untuk kalian!!!
Apabila kalian masih hidup BERTAHANLAH apabila kalian sudah tenang di alam sana peganglah janji kami TIDAK AKAN KAMI BIARKAN DARAH KALIAN TERBUANG SIA SIA DI 1998!!!!
Tidak akan kami biarkan TIRANI ORDE BARU naik ke kursi Penguasa dengan gampangnya,percayalah kawan bahwa KAMI TERUS BERJUANG bahkan SAMPAI MATI!!!!!! "
#Reformasi 3x SAMPAI MATI
# WE WILL NEVER FORGET 1998 #
Ini ada update dari Kaskuser tentang Kamisan ane taro di page one:
Quote:
Update lagi dari Kaskuser:
Quote:
Original Posted By fuckspuds►Ane sering lewat sini nih gan kalo balik, daerah kantor ane hehee.
Menurut ane ya gan, kamisan itu satu2nya demo yg ga bikin macet, ga berisik, dan (mungkin) krn jumlahnya sedikit bener2 terkontrol sm polis. Dan jujur gan, agak miris lihatnya. Setahu ane sih itu tiap kamis, bukan 2minggu sekali CMIIW. Mirisnya gan, tuh SBY ga pernah lihat apa mau tahu, atau coba cariin solusi apa buat mereka
Tp emang hrs diakuin menjelang pemilu ini jumlahnya lebih rame. Semoga ada tanggung jawab lbh real deh gan dr pemerintahan besok.
Quote:
Original Posted By headphon3►
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (15/3). Pada aksi ke-250 itu mereka mengusung tema menyerukan fakta atas 'kemacetan' penegakan hukum dan HAM.
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (15/3). Pada aksi ke-250 itu mereka mengusung tema menyerukan fakta atas 'kemacetan' penegakan hukum dan HAM. (sumber: Antarafoto)
'Lupa' adalah ciri khas masyarakat Indonesia. Setiap terjadi permasalahan berat mudah dilupakan karena tertutup permasalahan baru yang sama beratnya.
Belasan orang-orang, yang terlihat jelas dari fisiknya sudah berumur tua, selalu tak bosan-bosannya berada di kawasan elit itu setiap minggunya. Di hari yang sama tiap minggu, di sore hari, mereka selalu berkumpul di luar gerbang gedung istana itu; berdoa, bernyanyi, dan kadang bersajak.
Kumpulan itu, mengutip sajak puisi Wiji Thukul, bukanlah, "Artis pembuat berita tapi kabar buruk buat para penguasa." Individu-individu yang berkumpul itu adalah korban, orang tua, sanak-saudara dari para korban pelanggaran HAM masa lalu.
Di luar gerbang Istana Merdeka, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, tiap Kamis, mereka berkumpul untuk ritual yang diberi nama "Kamisan".
Menurut Maria Catarina Sumarsih, Ibunda dari Benardinus Realino Norma Irawan, Korban penembakan Semanggi 1998, Kamisan adalah bagian dari perjuangan mereka untuk mendorong penuntasan beberapa kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu. Korban pembantaian 1965/1966, korban penculikan maupun penembakan Trisakti, dan Semanggi I/II.
Dalam ritual Kamisan itulah Sumiarsih dan kawan-kawan menemukan ruang dialog antarwarga bangsa harusnya dibuka sejak dahulu. Seandainya ruang dialog terbuka, kehendak rakyat didengar, peristiwa pelanggaran HAM seharusnya tak terjadi di masa lalu.
Ritual Kamisan juga merupakan 'perlawanan' keluarga korban atas negara yang sengaja mengabaikan penuntasan hukum pelanggaran HAM masa lalu.
Sumiarsih mengatakan betapa sedihnya mereka mengetahui Pemerintah dan Kejaksaan Agung tak menindaklanjuti temuan Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM dalam beberapa peristiwa di atas.
"Setelah sekian tahun berkas penyelidikan dikembalikan Kejaksaan Agung, di Komisi III DPR juga diputar-putar, kami keluarga korban tetap menuntut penyelesaian terkait agenda ketiga reformasi yakni tegakkan supremasi hukum," ungkap Sumarsih.
Dengan demikian, 'Kamisan' adalah cara para keluarga korban bertahan untuk mewujudkan tegaknya supremasi hukum. Di saat bersamaan, kata Sumiarsih, kegiatan itu juga menjadi bagian dari pembelajaran politik penguasa.
Pasalnya, selain bernyanyi atau bersajak, para peserta pun mengirimkan surat kepada penghuni tertinggi Istana Negara, Sang Presiden, yang selalu mengingatkannya untuk bertindak sesuai hukum terkait topik terkait peristiwa masa lalu dan masa kini.
Satu hal lagi yang paling utama dari Kamisan adalah bahwa ini adalah usaha untuk melawan lupa, kata Sumiarsih.
"Karena kalau kami diam, pemerintah juga akan terus diam saja dan tak membawa penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu ke pengadilan," tutur Sumiarsih.
Bagi Sumiarsih dan keluarga korban, 'lupa' adalah ciri khas masyarakat Indonesia. Setiap terjadi permasalahan berat mudah dilupakan karena tertutup permasalahan baru yang sama beratnya.
"Kasus pembantaian 1965 tak diselesaikan atau sengaja dilupakan? Semakin lama, mekanisme lupa berjalan, lalu terjadi peristiwa 1998. Itupun juga dilupakan," sesal dia.
Bagi para korban maupun keluarganya yang masih hidup, kondisi 'melupakan' itu sangatlah ironis. Akibatnya pun fatal bagi para keluarga korban. Sumiarsih mengatakan mereka harus menyaksikan Prabowo bisa mendirikan Partai Gerindra, bahkan pernah mencalonkan diri jadi cawapres di Pemilu 2009.
Prabowo diduga terlibat erat dalam kasus-kasus kekerasan masa lalu, diduga erat kaitannya dengan pembelaan terhadap mertuanya saat itu, Soeharto.
Sumiarsih mengaku mereka sangat marah ketika mengetahui Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei bahwa capres nomor satu di 2014 adalah Prabowo.
"Kami datang ke mereka. Setelah kami tanyakan, LSI mengaku bahwa memang faktor HAM masa lalu tak dimasukkan sebagai indikator dukungan selama survei," kata Sumiarsih.
"Bayangkan, Peneliti saja lupa memasukkan masalah HAM menjadi bagian penelitian. Bagaimana dengan masyarakat biasa? Ingatlah, masalah 'lupa' ini menjadi peluang mereka untuk menutupi kejahatan dengan kekuasaannya."
Sumiarsih mengaku dirinya yakin, apabila Prabowo dan partainya semakin besar, perlawanan anggota partainya akan semakin besar melawan penuntasan kasus HAM masa lalu.
Contoh 'lupa' lainnnya adalah bagaimana kroni-kroni Soeharto masih hidup, dan bahkan semakin kuat kekuasaanya. Salah satu agenda reformasi adalah adili Soeharto, tapi ternyata tidak dilaksanakan, kata Sumiarsih.
"Saya menilai Soeharto sendiri sih bersedia diadili. Tapi justru kroninya sendiri yang melawan itu. Kenapa? Karena mereka takut kena imbasnya juga. Sehingga mereka mendorong agar itu dilupakan," kata dia.
Presiden SBY sendiri sudah mengumumkan permohonan maafnya secara pribadi kepada korban pelanggaran HAM masa lalu. Namun Sumiarsih menegaskan bahwa itu tak cukup apabila tak diikuti dengan penyelesaian hukum kasusnya.
Sebagai informasi, ujar Sumiarsih, permintaan maaf SBY bukanlah yang pertama. Presiden Habibie juga sudah pernah melakukannya. Presiden Megawati meminta maaf untuk korban Aceh, Presiden Abdurrahman Wahid meminta maaf untuk kasus 1965.
"Tapi setelah minta maaf, tak ada tindak lanjut membawa kasusnya ke pengadilan. Keinginan kami adalah bukan presiden minta maaf, tapi penyelesaian kasus yang prosesnya sudah dimulai Komnas HAM," tegas dia.
Dia melanjutkan permintaan maaf seharusnya diberikan kalau sudah diketahui siapa yang benar dan salah di muka hukum. Semua harus dilakukan lewat pengadilan.
"Bagi kami keluarga korban dari tragedi, hasil pengadilan adalah bukti keberadaan negara, bukti soal kebenaran klaim bahwa Indonesia menjunjung tinggi demokrasi, hukum, dan HAM," tandas dia.
Sumiarsih kini menjalani hidup seperti orang biasa. Yang membedakan dirinya, dan ibu para korban pelanggaran HAM masa lalu, dengan orang kebanyakan adalah soal kebahagiaan memiliki anak yang direnggut paksa dari mereka.
Ada para orangtua yang mencoba terus bertahan hidup, sementara yang lainnya akhirnya meninggal dunia seperti orangtua Elang Mulia Lesmana, korban penembakan Trisakti, tanpa mengetahui bagaimana akhir dari perjuangan mereka.
Bagi para ibu korban, mereka bukanlah sedang berada dalam kondisi nelangsa. Hanya menangis mengingat bahwa anaknya meninggal dengan tidak normal dan akibat pelanggaran HAM.
"Soeharto saja, ketika meninggal dengan tenang, anak-anaknya menangisinya. Saya melihat bagaimana tangis Mbak Tutut (putri Soeharto). Ini contoh betapa cinta kasih seseorang tetap harus mendapat tempat," kata Sumiarsih.
Sumarsih mengaku dirinya kerap menangis bila membayangkan bahwa seharusnya putranya meninggal setelah dia rawat terlebih dahulu.
Cara meninggal Wawan yang tak wajar, sesuai temuan forensik adalah akibat tubuhnya tertembus peluru standar ABRI, selalu membuatnya menangis.
"Ini tak boleh dibiarkan. Jangan sampai ada keluarga lain yang mengalami juga. Kami menuntut pemberesan ini supaya tak terjadi lagi. Makanya kita jangan melupakannya," kata Sumarsih.
Harapan yang sama juga pernah dikemukakan Tuti Koto, ibu Yani Afri, seorang korban penghilangan paksa. Dia mengaku sampai sekarang dirinya masih merasa kurang yakin dengan komitmen negara mencari tahu nasib anaknya dan korban lain.
“Tapi setidaknya dengan perjuangan ini, penghilangan paksa takkan terjadi lagi di masa depan, takkan menimpa generasi selanjutnya," kata Tuti.
(
sumber)