Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

payjanAvatar border
TS
payjan
ojek gunung b 29 Lumajang


Liburan saat ini identik dengan wisata, entah itu wisata kuliner maupun tempat wisata. Sebelum tahun 2000 ketika mendengar kata libur, orang akan lebih memilih untuk memanjakan diri dengan bangun lebih siang atau hanya sekedar menghabiskan waktu dengan keluarga.

Makanan atau yang saat ini lebih familiar dengan sebutan kuliner. Menjadi tren untuk dicoba, entah itu karena rasa, menu baru atau hanya sekedar gaya hidup. Seperti ritual wajib bagi penikmat kuliner untuk memfoto makanan atau minuman yang baru dicoba dan men share nya di media social.

Begitu juga dengan tempat wisata. Ada ritual yang sepertinya wajib dilakukan, yup anda benar, memfoto hal-hal yang terkait dengan tempat wisata. Entah itu penunjuk jalan, pemandangan, ataupun human interest. Walaupun menjual hal yang dirasa sama, tiap tempat memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Nah ini yang membedakan antara satu tempat dan lainnya, kita harus pandai untuk melihat sisi tersebut.

Liburan pada Tanggal 30 April kemarin, kami sepakat untuk menuju puncak B 29 yang berada di Lumajang. Desa di atas awan, begitu slogan yang ditawarkan. Dengan ketinggian 2900 dpl. Desa ini pantas mendapat julukan tersebut. Apalagi puncak B 29 sangat dekat gunung bromo. Hal tersebut yang membuat kami memutuskan untuk mengunjunginya.

Salah satu yang menurut saya menarik adalah melihat awan dari atas awan. Biasanya saya Cuma bisa melihatnya dari bawah, maklum belum pernah naik pesawat terbang. Memang wisata alam tidak bisa kita paksakan untuk memperoleh hal yang indah sesuai dengan apa yang kita inginkan. Wisata alam selalu diiringi dengan suasan alam, ya memang terkadang alampun harus angkuh untuk menunjukkan keindahannya.

Kami sepakat berangkat jam 2.30 dan berkumpul di terminal tawangalun. Namun dasar kawan-kawan saya sudah nyaman dengan hidup masing-masing. Bangun jam 2 merupakan hal yang sangat ingin dihindari. Berbeda dengan saya yang jarang bisa tidur hingga pagi. Dan ternyata benar, saya dan yopi harus sendirian di tawangalun mulai jam 2.45 hingga tanpa merasa berdosa feri dan dendi tiba jam 3.30. malah yang lebih menyakitkan benek yang rumahnya paling dekat datang paling akhir. Setelah berkumpul lima orang kami menuju rumah salah satu peserta wanita pada uji nyali kali ini. Maaf, maksudnya pada liburan kali ini, kami biasa menyebutnya nyot.

Perjalanan memakan waktu hingga 2 jam setengah. Begitu memasuki wilayah pegunungan kita akan terhenyak dengan keindahannya. Hingga menggelitik kita untuk berheneti sebentar untuk sekedar mengambil gambar. Jam 6.30 kami mencapai parkiran pertama, berbeda dengan gunung lain. Di sini kita bisa melihat ojek gunung dengan tarif yang bervariasi. Dari bawah ada yang menawarkan 50 ribu pulang pergi. Namun ada juga yang mematok tarif 50 ribu sekali jalan.

Sangat menjengkelkan, pada saat itu saya dan feri berada sekitar 300 meter dari kawan kami benek. Ketika saya Tanya pada pengojek, kira-kira kurang berapa kilometer lagi, jawabnya 7 km. sedangkan saya dengar benek bertanya pada pengojek yang lain katanya tinggal 4 km. hal seperti ini yang menurut saya menjadikan daya tarik b 29 menjadi berkurang. Yang pertama ojek gunung, yang kedua masyarakat yang sudah mulai terkena pengaruh luar. Padahal setahu saya orang gunung cenderung suka membantu dan jarang menipu. Memang kalau mengingat salah satu kata guru besar, wilayah Indonesia yang siap untuk pariwisata hanya bali dan jogja. Yang lain masih belum.

Akhirnya kami memutuskan untuk memaksa naik, dengan menggunakan sepeda masing-masing sedangkan penumpang jalan kaki. Kurang lebih 1 km kami memutuskan memakirkan sepeda motor dan berjalan bersama ke atas. Pada tempat ini harga ojek sudah turun menjadi 30 sekali jalan. Saya mengira perjalanan kami tinggal 1,5 km karena sebelumnya kawan saya yang pernah ke b29 pernah berkata bahwa dari parkiran tinggal 1,5 km. tidak tahunya parkiran terakhir masih 1,5 km lagi.

Untungnya perjalanan kami ditolong dengan pemandangan yang indah. Daun bawang, perbukitan, kentang dan kubis cukup menghibur. Diantara teman-teman semua, saya yang paling ganteng eh, paling gemuk. Jadi membutuhkan usaha ekstra untuk naik ke puncak. Semangat untuk mencapai puncak secepatnya sudah berkurang drastis ketika bertemu salah satu rombongan yang turun dan kebetulan adik angkatan kami. Mereka bilang kira-kira masih membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai puncak. Lemes. Mau balik tapi nanggung, yang penting harus sampai entah berapa jam.

Pos pertama menurut kami adalah warung atau toko yang jualan kopi. Maklum kita semua penikmat kopi walau belum bisa dikatakan pecandu kopi. Menurut saya selalu ada kopi menarik di tempat menarik. Yang paling penting tidak membeli kopi sachet atau kemasan. Saya lebih memilih kopi lokal asli olahan penduduk setempat yang selalu memiliki ciri khas. Di pos pertama tersebut, kami bertemu dengan rombongan dari SMA Muhamadiyah Lumajang mereka berjumlah 20 orang dengan 2 guru. Seperti biasa, setiap bertemu rombongan yang enak, pasti ada salah satu dari kami yang sok kenal sok dekat. Hingga saya bisa berfoto bareng dengan mereka.

Setelah kopi habis, kamipun beranjak naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja, hanya teman yang tertawa hahahaha. Tibalah kami pada pos tiket masuk. Murah kok hanya 2 ribu per orang sangat terjangkau kan. Disini ojek gunung tinggal 10-20 ribu hingga puncak. Namun kami sepakat untuk tetap jalan kaki hingga puncak. Kira-kira 500 meter dari pos tiket masuk, perut saya mulai keroncongan. Kami pun berhenti di salah satu warung yang jualan mie instan. Ternyata Cuma saya yang pesan, yang lain tidak lapar katanya. Yang jadi menarik, mie yang dibandrol dengan harga 4 ribu per porsi cukup mengecewakan. Mie hanya ditaruh di mangkok dan dituangi air panas dari termos, kami sepakat menyebutnya mie kriuk. Bagaimana tidak di tempat yang bersuhu dingin tentu air panas cepat hangat dan mie tidak bisa empuk secara sempurna. Hemmmm

Mie saya habis, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan dengan sisa-sisa tenaga. Ada yang menarik perhatian sebuah plang dengan peringatan melintas lahan kena denda 500 ribu. Wow denda yang lumayan mahal. Sampai ada tulisan tersebut berarti memang pernah ada orang yang melintasi lahan tersebut dan mengakibatkan kerusakan sehingga harus ada papan peringatan tersebut.

Dan akhirnya, setiap perjuangan pasti ada hasilnya, ya Puncak. Puncak b 29 tidak seperti yang saya bayangkan banyak warung, juga ada kumpulan Ojek gunung dan ada tempat pemujaan untuk agama Hindu. begitu sampai puncak kami langsung mencari tempat duduk untuk melepas penat dan lelah. Tak lupa mengambil gambar tentunya. Pemandangan dari sini memang bagus, gunung Bromo terlihat jelas, namun sayang sekali saya tidak kebagian awan yang menarik. Kurang pagi atau siang sekalian begitu kata salah satu pemilik warung. Namun kalau menunggu hingga siang yang kami takutkan bila turun hujan dan tentunya akan mempersulit kami untuk turun ke tempat parkir.

Pemilik warung merupakan seorang ibu rumah tangga yang setiap hari berjualan di puncak B 29 sedangkan suaminya memilih ojek gunung. Dalam sehari pengojek gunung bisa mendapat 300 ribu. Namun bila sepi atau ada acara di Bromo para pengojek gunung memilih berjualan di Bromo. Maklum B 29 belum bisa sepopuler tetangganya.

Salah satu kawan merasa jenuh di warung sehingga memutuskan untuk jalan-jalan. Dasar sedang beruntung atau apa, bulenk begitu biasa kami memanggilnya. Dimintai tolong orang untuk memfotokan mereka. Memang diantara kami berenam, Bulenk merupakan Tukang photo professional yang karyanya sudah banyak ditayagkan di pernikahan-pernikahan. Salah satu kelompok yang minta di foto ada yang berasal dari SMA 2 Lumajang.

Setelah merasa cukup puas, kami memutuskan untuk turun gunung. Capek, lelah, malas itu jelas. Namun tujuan untuk pulang dirasa lebih kuat sehingga kami pun bergegas. Di tengah jalan, kami bertemu lagi dengan rombongan dari SMA 2 Lumajang, seperti teman lama yang tidak pernah bertemu. Candaan dan olokan sudah meluncur dengan mesranya. Hingga akhirnya tukeran Pin BBM dan komunikasi terjalin hingga tulisan ini dibuat.

Yang membuat saya malu adalah ketika bertemu dengan teman-teman dari SMA Muhammadiyah yang sempat meminta foto dengan saya hehe. Ternyata mereka mengumpulkan sampah dari atas untuk dibawa turun. Salut. Kegiatan ini seperti menonjok peri kegunungan saya dan mengingatkan apa yang pernah di pesankan oleh Benekdiktus Bimantoko. Jangan mengambil kecuali gambar, jangan meninggalkan kecuali jejak dan jangan membunuh kecuali waktu. Kata-kata itu benar-benar dilaksanakan oleh teman-teman dari SMA Muhammadiyah. Sedangkan para pendaki yang lain dengan enaknya membuang sampah, mereka dengan sadar dan gembira membersihkannya. Ya, Dunia memang selalu punya cara untuk menyeimbangkan diri.

0
3.3K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Catatan Perjalanan OANC
Catatan Perjalanan OANCKASKUS Official
1.9KThread1.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.