aqu4r1uz88Avatar border
TS
aqu4r1uz88
Kivlan, Prabowo dan Para Jenderal dalam Misteri Penculikan
Kivlan Zen dalam sebuah acara debat di TV One yang mengatakan bahwa ia tahu di mana 13 aktivis yang hilang itu ditembak dan dikuburkan. Bermula dari ucapan ini masyarakat mendesakl agar Komnas HAM kembali memanggil dia untuk bersaksi. Mestinya pada tanggal 14 Mei 2014 yang lalu dia datang untuk mengaklarifikasi ucapannya. Ia mangkir, seperti juga pada tahun 2006 ketika ia dipanggil Komnas Ham pertamna kali, di bawah pimpinan Abdul Hakim Garuda Nusantara waktu itu. Alih-alih datang, ia malah mbulet omong ora karu-karuan bahkan menelan kembali ludahnya yang kadung muncrat “Konteksnya tidak seperti itu. Jadi, saya tahu itu karena membaca sebuah majalah berita. terbitan Agustus 2013. Di situ disebutkan, orang-orang itu ditembak, kemudian mayatnya dibuang di Pulau Seribu.”

Intinya pensiunan jenderal yang sekarang kader PPP ini tidak tahu, ya asal njeplak saja untuk membela boss-nya, Prabowo. Harap dicatat Kivlan Zen dan Muchdi PR adalah anak buah Prabowo yang pada 22 Mei 1998 pagi hari diminta Prabowo “menodongkan” surat kepada Jenderal Nasution untuk ditandatangani. Surat berisi saran agar Subagyo HS diangkat menjadi Panglima ABRI, Wiranto sebagai menteri Hankam dan Prabowo sebagai KSAD. Surat itu diserahkan kepada Presiden Habibi. Belakangan Kivlan mengakui bahwa Jenderal Nasution hanya menandatangani surat itu, yang ditulis tangan oleh Kivlan, karena beliau sedang sakit. Hasil akhirnya seperti kita sudah tahu, Prabowo dilengserkan kedudukannya dari komandan Kopassus dan bahkan dipecat dari militer atas rekomendasi Dewan Kehormatan Militer.

Spoiler for Berikut adalah link youtube tetang tayangan debat di mana Kivlan mengatakan bahwa dia tahu nasib 13 aktivis yang tak kebali.:

Spanduk dengan lebar sekitar 80 sentimeter dan panjang 4 meter dibentangkan di depan pintu masuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rabu, 14 Mei lalu. Tulisan “Kembalikan Kawan Kami”, yang digoreskan dengan cat berwarna merah pada spanduk tersebut, cukup menyedot perhatian warga yang melintas di Jalan Latuharhary, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tempat komisi itu berkantor.

Di bawah tulisan, terpampang foto 11 orang dari 13 aktivis yang dihilangkan secara paksa pada era 1997/1998. Ke-13 aktivis itu adalah Herman Hendrawan, Wiji Thukul, Dedy Hamdun, Ucok Munandar S., Abdun Nasher, Noval Alkatiri, Yanni Afri (Rian), Suyat, Petrus Bima Anugerah, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, Sonny, dan Ismail. Hari itu Komnas HAM memanggil mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal (Purnawirawan) Kivlan Zen. Pemanggilan dilakukan untuk menggali keterangan Kivlan, yang mengakutahu lokasi ke-13 aktivis tersebut ditembak dan dikuburkan. Kivlan menyatakan hal itupada sebuah acara di stasiun televisi beberapa waktu lalu.

Namun bekas bawahan mantan Panglima Kostrad Prabowo Subianto itu, yang keterangannya amat dinanti, ternyata tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Pria berusia 67 tahun yang saat ini aktif di Partai Persatuan Pembangunan tersebut malah mengirim seorang pengacaranya, Abdurahman. Di hari yang sama, Kivlan berada di kediamannya, kawasan Gunung Pancar, Bogor, Jawa Barat.

Abdurahman mengatakan kliennya itu tidak akan datang ke Komnas HAM. Alasannya, Kivlan pernah memberi keterangan ke Kejaksaan Agung dan Komnas HAM pada 2006, sehingga tidak perlu lagi memberi penjelasan. “Kasus ini sudah diselidiki dan menjadi tugas negara. Berkas juga sudah ada. Kalau negara mau mengungkap ini kan gampang, karena berkas-berkasnya sudah ada,” katanya seusai menemui komisioner Komnas HAM.

Menurut Abdurahman, Kivlan berhak menolak pemanggilan Komnas HAM. Sebab, yang diharap oleh kliennya, kasus penculikan itu dibuka dan diungkap di ruang sidang pengadilan. Apalagi, jika dikeluarkan keputusan presiden untuk mengungkap kasus ini, Kivlan berjanji akan memberikan keterangan dengan detail. Ketika ditemui majalah detik di rumahnya di Bogor, pada hari pemanggilan Komnas HAM itu, Kivlan malah menyebut salah persepsi jika dianggap tahu soal peristiwa penghilangan paksa aktivis. Saat mengikuti sebuah acara debat di televisi, menurut Kivlan, ia menyebut soal kuburan aktivis yang hilang itu berdasarkan laporan sebuah majalah terbitan Agustus tahun lalu.

“Di situ disebutkan, orangorang itu ditembak kemudian mayatnya dibuang di Pulau Seribu,” ujarnya (baca interview Kivlan Zen). Kivlan juga mengaku tidak mengetahui secara langsung soal ke-13 aktivis yang hingga kini tak diketahui nasibnya itu, tetapi hanya mendengar dari orang-orang yang mengetahui peristiwa tersebut. “Saat itu, 13 orang tersebut sudah dilepas bersama-sama,” tuturnya. Menurut Kivlan, para aktivis itu awalnya bukan diculik, melainkan ditangkap dalam rangkaian Operasi Mantap yang digelar ABRI untuk mengamankan Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kesatuan Detasemen 81 Penanggulangan Teror di bawah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD diberi perintah untuk mengamankan pihak-pihak yang diduga akan mengganggu jalannya pemilu dan sidang umum tersebut.

Nah, setelah situasi aman, para aktivis itu pun dilepas. Namun ia menduga ada pihak lain yang memanfaatkan situasi dengan menculik ke-13 orang tersebut. Kivlan menyebut pihak lain itu “kontraintelijen” atau “agen ganda”. “Merekalah yang kemudian mengambil kembali (ke-13 aktivis),” ucapnya. Agen ganda yang kembali menculik para aktivis itu, menurut Kivlan, adalah pihak yang ingin menyudutkan Prabowo, yang saat itu menjabat Komandan Jenderal Kopassus. “Mereka lawanlawan Prabowo,” katanya.

Komisioner Komnas HAM, Otto Nur Abdullah, yang juga Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penghilangan Secara Paksa, berharap keterangan Kivlan bisa mengungkap teka-teki hilangnya ke-13 aktivis tersebut. Karena itu, ia menyayangkan ketidakhadiran Kivlan. Otto juga mengatakan, jika saja pemerintah memiliki kemauan politik yang tinggi untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM di masa lalu, di antaranya kasus penculikan aktivis dan penghilangan paksa, kasus ini tidak akan mangkrak. “Kami (Komnas HAM) dan keluarga (korban) sudah lelah. Kasus pelanggaran HAM dijadikan pingpong politik bagi para elite,” ujarnya.

Dari sepuluh berkas kasus pelanggaran HAM masa lalu yang sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung, menurut Otto, baru tiga yang diperiksa, yakni berkas tentang kekerasan di Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura. Sedangkan kasus penghilangan paksa 13 aktivis hingga saat ini belum dijamah. Mengenai ketidakhadiran Kivlan Zen, juru bicara Tim, Roichatul Aswidah, mengatakan Komnas HAM berencana mengundang kembali pada pekan ini. Jika ia kembali mangkir, Komnas akan melakukan pemanggilan paksa dengan meminta bantuan ketua pengadilan sesuai aturan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. “Komnas HAM diberi kewenangan untuk itu (pemanggilan paksa),” tuturnya.

Wahyu Susilo, keluarga salah satu korban penghilangan paksa Wiji Thukul, menantang Kivlan Zen membuktikan pernyataannya. Menurut adik Wiji Thukul ini, pernyataan Kivlan harus dipertanggungjawabkan kepada publik. “Jika tidak ingin disebut telah menyebarkan kebohongan publik, Kivlan harus mempertanggungjawabkan omongannya,” ucap Wahyu secara terpisah. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar justru menganggap Kivlan sudah melakukan kebohongan di hadapan publik dengan menyatakan pernah memberi keterangan kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait penghilangan paksa ke-13 aktivis. Menurutnya, pada 2006 Kivlan tak pernah sekali pun memenuhi panggilan Komnas HAM meskipun surat telah dilayangkan berkali-kali.

Begitupun kejaksaan, kata Haris, lembaga itu tak pernah melakukan pemanggilan terhadap Kivlan. “Itu bohong besar (bahwa Kivlan pernah memberi keterangan ke Komnas HAM dan kejaksaan),” kata Haris. Haris menambahkan, seharusnya Kivlan tak perlu mempersoalkan kepada lembaga mana dia harus memberikan keterangan. Sebab, ke lembaga negara mana pun keterangan bisa disampaikan. Asalkan penjelasannya mengenai nasib ke-13 aktivis yang hilang bisa menjadi terang-benderang. “Ini menyangkut soal kebenaran dan kepastian 13 nyawa manusia,” ujarnya

KIVLAN ZEN: Kasus Penculikan Sudah Selesai

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadwalkan untuk meminta keterangan kepada Kivlan Zen, Rabu, 14 Mei lalu. Hal itu terkait pernyataannya di sebuah stasiun televisi bahwa dirinya mengetahui penculikan dan penghilangan belasan aktivis pada 1998. Tapi mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu cuma mengutus pengacaranya. Ia sendiri memilih tinggal di kediamannya di kawasan Gunung Pancar, Bogor. Di sana ia menerima kunjungan beberapa anggota organisasi massa dari Medan, Aceh, serta beberapa calon anggota legislatif yang baru terpilih.

“Ada salah persepsi, saya mengetahuinya dari membaca laporan khusus sebuah majalah,”kata pria kelahiran Langsa, Aceh, 67 tahun lalu, itu saat ditemui majalah detik sore hari itu. Kivlan menjelaskan, penangkapan beberapa aktivis pada 1998 merupakan bagian dari Operasi Mantap, yang merupakan kebijakan resmi ABRI saat itu. Indikasinya, 9 aktivis yang diduga bakal melakukan aksi teror kemudian dilepaskan pasca-pemilu dan Sidang Umum MPR 1998.

Terkait 13 orang yang hingga kini masih tak jelas rimbanya, Kivlan menduga ada tim lain yang melakukan operasi tandingan di luar kendali pasukan di bawah komando Prabowo Subianto. Siapa mereka dan apa motifnya?
Spoiler for Simak penuturan Kivlan Zen berikut ini.:


Quote:
anasabila
nona212
nona212 dan anasabila memberi reputasi
2
2.6K
8
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
Pilih Capres & CalegKASKUS Official
22.5KThread3.1KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.