centilluqueAvatar border
TS
centilluque
Jokowi & Prabowo 'ditaburi' Jenderal (pur), Ruhut: Jenderal Pensiun itu Macan Ompong

Jenderal (Purn) Prabowo Subianto


Jokowi, the PDIP Guard



Belasan Jenderal TNI dan Polri di Belakang Jokowi-JK
Kamis, 22 Mei 2014 | 21:32 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, AM Hendropriyono, dua eks Kepala Polri, yakni Surojo Bimantoro dan Da'i Bachtiar, serta belasan jenderal Tentara Nasional Indonesia memberikan dukungannya kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo- Jusuf Kalla. Mereka bertekad dan berjuang untuk memenangkan pasangan tersebut pada Pemilu Presiden 2014.

"Ada dari (jenderal) bintang empat dan belasan bintang tiga yang dukung Jokowi-JK," ujar Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso saat deklarasi dukungan PKPI kepada pasangan capres-cawapres Jokowi-Jusuf Kalla di Kantor Dewan Pimpinan Nasional PKPI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2014).

Sutiyoso beserta partainya juga telah resmi memberikan dukungan kepada Jokowi-JK. Dukungan itu diberikan tanpa syarat bagi-bagi kekuasaan. Dalam sambutannya, Hendropriyono menyebut nama-nama jenderal dan mantan Kapolri yang mendukung Jokowi-JK. Nama-nama yang disebut, antara lain Jenderal (Purn) Fachrurrozy, mantan Kepala Bais Letjen TNI (Purn) Farid Zainudin, mantan Kepala Staf TNI AL Laksamana (Purn) Soeparno, mantan Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI (Purn) Sutria Tubagus, mantan Kepala Staf TNI AL Laksamana (Purn) Tedjo, serta dua mantan Kapolri Surojo Bimantoro dan Da'i Bachtiar.
http://indonesiasatu.kompas.com/read...campaign=Kknwp

Ruhut Sitompul:
Jenderal Purnawirawan Cuma Macan Ompong yang Tak Perlu Ditakuti
Minggu, 16 Oktober 2011 , 21:04:00 WIB





Para veteran TNI


RMOL. Partai Demokrat geram dengan sebagian aktvis dan para jenderal purnawirawan yang tidak mengakui lagi SBY sebagai Presiden RI dan mau mendeklarasikan pemerintahan sementara.

Adalah Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, yang mengingatkan para jenderal itu untuk tidak lagi terlibat dalam urusan politik praktis. Para jenderal itu lebih baik taat dalam barisan Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) dan memegang teguh sapta marga.

"Sebagai anak tentara saya malu dengan gerakan mereka itu. Apalagi para jenderal purnawirawan itu cuma macan ompong yang tak perlu ditakuti. Saya tahu persis kalau jenderal sudah pensiun," kata Ruhut Sitompul kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Minggu, 16/10).

Ruhut juga mengingatkan para aktivis yang terlibat dalam gerakan pembentukan pemerintahan sementara itu untuk tidak menari di atas gendang orang lain.

"Mereka itu sirkus semua yang tidak track record-nya dalam dunia politik. Saya yakin gerakan itu akan ke laut," demikian Ruhut.
http://www.rmol.co/read/2011/10/16/4...erlu-Ditakuti-


2 Kubu Jenderal di Arena Pertarungan Prabowo-Jokowi
28 Maret 2014 19:55 wib

Metrotvnews.com, Jakarta: Jenderal purnawirawan Luhut Binsar Pandjaitan muncul di depan wartawan beberapa jam setelah deklarasi Jokowi sebagai calon presiden, Jumat (14/3). Di Gedung Wisma Bakrie II, Luhut ternyata menyampaikan dukungan kepada Jokowi.

Luhut bicara atas nama 22 jenderal purnawirawan TNI-Polri. Di barisannya bergabung nama-nama seperti : Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Letjen (Purn) Johny Lumintang, Mayjen TNI (Purn) Syamsir Siregar dan Letjen TNI (Purn) Sintong Pandjaitan. “Yang dukung Jokowi itu kelompok jenderal–jenderal yang tidak menonjol di era Orde Baru. Sedangkan Prabowo kan anak emas Soeharto dan selalu mendapat dukungan penguasa ketika itu,” ujar Direktur Studi Demokrasi Rakyat, Hari Purwanto.

Menengok ke belakang, Luhut Pandjaitan adalah lulusan terbaik AKABRI angkatan 1970. Namun, semasa Orde Baru, karier politiknya tidak terlalu mengkilap. Ketika berpangkat Letnan Jenderal, Luhut menempati pos Komandan Pendidikan dan Latihan TNI-AD.

Seperti Prabowo, Luhut juga pernah bergabung dengan Korps Baret Merah, namun kariernya hanya mentok sebagai Komandan Grup 3 ketika berpangkat kolonel. Sebelumnya, ia mengawali karier di kesatuan elite itu sebagai komandan pertama dan pendiri Detasmen 81, Antiteroris Kopassus. Kemudian ketika berpangkat Letnan Kolonel, ia menjadi Asisten Operasi.

Sementara, Jenderal Fachrul Razi baru mencuat di era Gus Dur. Ia menjadi Wakil Panglima TNI mendampingi Laksamana Widodo AS yang dipercaya Gus Dur sebagai panglima TNI. Sebelum itu, ia menduduki jabatan Kepala Staf Umum ABRI, lalu menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan. Di ujung Orde Baru, 1996--1997 Fachrul hanya kebagian pos Gubernur Akademi Militer.

Johny Lumintang sempat menduduki jabatan “juru latih” sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI. Dia kemudian menjadi Gubernur Lemhamnas, Wakil Kepala Staff Angkatan Darat dan terakhir menjadi Sekretaris Jenderal Dephankam. Johny inilah yang menggantikan Prabowo Subianto, pascarusuh Mei 1998. Namun, ia hanya mengawal masa transisi selama satu hari, sebelum Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad ) yang baru, Djamari Chaniago tiba di
Jakarta. Letjen TNI (Purn) Sintong Pandjaitan, malah punya pengalaman langsung berhadap-hadapan dengan Prabowo. Sintong lah yang “mengusir” Prabowo dari rumah Presiden BJ Habibie di Patra Kuningan. Peristiwa itu terjadi sehari setelah Habibie menggantikan Soeharto, 22 Mei 1998.

Di kubu Prabowo, bergabung Jenderal-jenderal yang berlatar belakang veteran Timor-Timur. Salah satunya, Yunus Yosfiah. Mantan Menteri Penerangan (1998—1999) ini mungkin yang paling tenar, terutama bagi pers Asing terutama Australia. Sama seperti Prabowo, dia dibayangi oleh tuduhan-tuduhan pelanggaran HAM. Australia menganggapnya sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kematian lima wartawan Australia di Timor-Timur pada 1975, yang terkenal dengan tragedi “Balibo Five”. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Staf Sosial Politik ABRI.

Manuver para jenderal menjelang Pemilu 2014 ini semakin menarik karena Prabowo sendiri sedang kecut terhadap PDIP lantaran Banteng Moncong Putih itu mengusung Jokowi sebagai calon presiden -- Langkah yang menurut Prabowo melanggar perjanjian Batu Tulis pada 2009. Dalam perjanjian itu, PDIP sepakat untuk mengusung Prabowo sebagai capres 2014. Setelah merasa dikhianati, Prabowo bukan hanya kecewa namun mulai mengumbar serangan ke PDIP dan Megawati.

Kehilangan Prabowo, toh bukan berarti PDIP ditinggalkan para jenderal. Sejak Pilkada DKI Jakarta 2012, Jokowi memang sudah intens menjalin komunikasi dengan Luhut, Sintong dan kawan-kawan yang sering berkumpul di Wisma Bakrie II . Tak heran, saat Jokowi dan Prabowo berhadap-hadapan untuk merebut kursi RI1, tidak semua jenderal memilih berada di barisan Prabowo.
http://news.metrotvnews.com/read/201...prabowo-jokowi

Dukungan Purnawirawan Jenderal ke Prabowo Enggak Ngaruh
Sabtu, 29 Maret 2014 - 12:06 wib | Fiddy Anggriawan - Okezone

JAKARTA - Dukungan purnawirawan jenderal terhadap calon presiden Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dianggap tak memiliki pengaruh apapun terkait meningkatnya suara terhadap partai bernomor urut enam tersebut. "Purnawirawan TNI tidak ada pengaruh sama sekali," tegas pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (29/3/2014).

Menurutnya, pensiunan TNI tak‎ memiliki pengaruhnya. Sehingga, jangan dipikir Prabowo bisa makin hebat. "Misalnya ada pengaruh hanya satu orang yakni purnawirawan bawa lima orang anggota keluarganya. Ini semacam kesenangan saja ada dukungan," paparnya.

Tjipta menegaskan tidak akan ada pengaruh dari dukungan purnawirawan TNI terhadap proses demokrasi. "Tidak ada pengaruhnya, TNI kan sudah pensiun dan boleh main politik," tuntasnya. ‎Sebelumnya, para Purnawirawan pejuang TNI dan Polri memberikan dukungannya terhadap Prabowo, pada Kamis 27 Maret 2014 lalu.
http://pemilu.okezone.com/read/2014/...-enggak-ngaruh

Pengaruh Eks Jenderal Dinilai Mulai Berkurang
Senin 18 November 2013

JAKARTA– Komunikasi Politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Prabowo Subianto dan tujuh purnawirawan jenderal dinilai tidak berpengaruh pada peta politik di tingkat purnawirawan TNI.

Pasalnya, purnawirawan jenderal di era reformasi berbeda dengan saat Orde Baru yang masih punya keterikatan kuat dengan institusi. “Kalau dulu pensiunan jenderal sudah ada hubungan yang tidak terbantahkan dengan TNI. Namun, sekarang tidak terorganisasi dan tidak ada komunitas itu. Mantan-mantan jenderal zaman sekarang boleh saja masuk ke partai apa saja,” tandas Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Karena itu, kata mantan jenderal ini, dalam hadirnya tujuh jenderal ke Istana menemui Presiden SBY jangan terlalu dihebohkan seolah merupakan kekuatan yang berpengaruh besar secara politik. “Kalau zaman Orde Baru orang bisa wah, ada apa ini?. Kalau zaman sekarang biasa saja, kenapa mesti kita ribut dengan tujuh orang itu?” paparnya. Kalauketujuhorangituhanya mewakili dirinya pribadi, ujarnya, maka silakan saja.

Tetapi kalau mereka mewakili partai, tentunya patut dipertanyakan. Kalau dalam pertemuan tersebut merekamenyodorkansiapayang mau jadi calon presiden, paparnya, maka itu jelas menyalahi saluran. “Harusnya datang kepada ketua-ketua partai dan datang kepada ketua dewan pembina partai. Jangan kepada presiden, datang saja ke Cikeas. Ini kan bukan kerajaan,” sindirnya.

Soal informasi bahwa mereka para purnawirawan jenderal yang diundang untuk dimintai dukungan terkait adanya wacana yang mau melakukan kudeta, ketua Departemen Politik DPP PDIP ini menilai berlebihan. “Di internal TNI itu tidak ada informasi atau sebagainya, dan saya lihat tidak mungkin TNI melakukan kudeta. Apalagi dari sipil,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Bidang Politik dan Jaringan Ridwan Darmawan menilai, percuma jika maksud SBY menemui para purnawirawan jenderal dan Prabowo untuk membangun proteksi politik. Selaku presiden, ujarnya, mencari proteksi politik yang paling efektif adalah dari rakyat.

Caranya melalui kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Jika yang dimaksud juga untuk kepentingan jangka panjang setelah tidak menjabat lagi, menurut Ridwan hal itu juga tetap tidak efektif. “Caranya bukan meminta ke tokoh yang berpotensi menjadi pemegang kekuasaan berikutnya, melainkan dengan cara tidak mewarisi permasalahan hukum,” tandasnya
http://koran-sindo.com/node/300593

------------------------


Kagak semuanyalah masih suka tampil di depan publik seperti mereka, merasa dirinya masih dibutuhkan rakyat. Tapi ... rakyat yang mana, Jenderal (pensiunan)?


emoticon-Turut Berduka
0
7.3K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.