- Beranda
- Berita dan Politik
Kompol AS Seorang Polwan Jadi Tersangka Karena Mafia Tanah King Hu?
...
TS
999xxx
Kompol AS Seorang Polwan Jadi Tersangka Karena Mafia Tanah King Hu?
Quote:
Dikriminalisasi Mafia Tanah, Kompol AS Jadi Tersangka
Minggu, 25 Mei 2014 17:18 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri bernama Kompol AS mendadak dijadikan tersangka penggelapan dan memperkaya diri sendiri saat menangani kasus pembebasan tanah di Jalan Soekarno-Hatta Bandung. Padahal, dalam kerjanya Kompol AS justru membantu menangani pengembalian hak tanah atas nama Edwin Basuki dari seorang mafia tanah bernama King Hu.
Menurut Kompol AS dalam pengakuannya kepada Tribunnews.com menjelaskan bahwa Edwin Basuki yang memiliki tanah di Jalan Soekarno Hatta Bandung berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 Batununggal yang telah hilang selama 23 tahun dan saat itu ada di tangan Lim Tjing Hu alias King Hu (ketika KING HU ditahan di Bareskrim Polri tahun 2008).
Edwin Basuki kata Kompol AS menjelaskan kepada dirinya bahwa sebab hilangnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 yaitu ketika pada tahun 1985 Edwin Basuki menjual sebagian tanahnya (seluas 5.500 m2) kepada almarhum H. Atang Sobandi.
Untuk menyeplit sertifikat (memecah sertifikat dari induknya) lanjut Kompol AS dari nama Edwin Basuki ke H Atang Sobandi mempercayakan kepada almarhum Idji Hatadji untuk mengurusnya, namun kemudian oleh almarhum Idji Hatadji telah disalahgunakan, bukannya diseplit ke H Atang Sobandi, tetapi diseplit ke orang lain sehingga terbit kurang lebih 37 sertifikat diatas tanah Edwin Basuki.
"Ketika King Hu ditahan di Bareskrim Polri Edwin Basuki dan ahli waris almarhum H Atang Sobandi (Kastur Mulyadi dan adiknya) yang membeli tanah dari Edwin Basuki datang dan memohon bantuan kepada saya agar sertifikat atas nama Edwin Basuki yang saat itu ada pada King Hu dikembalikan kepada mereka," ujar Kompol AS kepada Tribunnews.com, Minggu(25/5/2014).
Kompol AS saat itu mengakui tidak memiliki niat apapun terkait kasus sengketa tanag di Bandung tersebut. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah mengembalikan hak tanah Edwin Basuki ke asal.
"Saya hanya menjalankan tugas dan fungsi transtibmas sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat serta membantu dlm pemecahan masalah. Sebagai anggota Polri, pelajaran yang saya peroleh saya berkewajiban melindungi harta benda dan nyawa orang lain. Pada saat itu naluri saya sebagai seorang Polisi hanya ingin membantu masyarakat yang membutuhkan. Saya hanya mendudukkan persoalan itu kepada yang berhak," katanya.
Lebih jauh Kompol AS menjelaskan bahwa, authentikasi dokumen yang ada menunjukkan kepemilikan sah atas nama Edwin Basuki dan almarhum Atang Sobandi sedangkan dokumen itu dikuasai oleh orang yang tidak berhak yaitu King Hu tidak sah atau cacat hukum.
Terbukti diatas tanah Edwin Basuki yang telah dibeli H Atang Sobandi (1985), telah terbit sertifikat sebanyak 1107 buah atas nama King Hu, saat itu lanjut Kompol AS inisiatif melihat persoalan ini diselesaikan secara musyawarah dengan mempertemukan kedua belah pihak dan sudah dipertemukan.
"Saya tidak pernah memaksa King Hu untuk menyerahkan sertifikat kepada saya, bila ada yang mengatakan memaksa, apalagi kepada isterinya King Hu, itu fitnah saya berani bersumpah Demi Allah, Demi Rasulullah, Demi Alquran dan demi kebenaran! Tapi yang terjadi sekarang, keterangan dari pihak King Hu (pengacara dan keluarganya) malah dijadikan sumber kebenaran," katanya.
Kompol AS juga tidak pernah memaksa King Hu atau istrinya untuk menyerahkan sertifikat kepada dirinya. Sertifikat dan dokumen lain itu dibawa sendiri oleh pengacara King Hu dari Bandung ke Jakarta karena King Hu sadar bahwa Edwin Basuki bisa melaporkan dan menuntut dia (King Hu) sehingga dokumen diserahkan dan ingin bermusyawarah dengan pihak Edwin Basuki dan keluarga almarhum H Atang Sobandi.
"Saat ini pengacara King Hu memfitnah saya menyodorkan blangko kosong dan keluarganya mengatakan saya memaksa meminta sertifikat, sertifikat itu adalah milik Edwin Basuki yang dibawa dari Bandung ke Jakarta oleh pengacara King Hu sedangkan saya ada di Jakarta, bagaimana itu memaksa, yang saya lakukan hanya menyarankan agar dikembalikan kepada pemiliknya," ujarnya.
Adapun dokumen yang diterima Kompol AS adalah sebagai berikut:
1). Sertifikat hak Milik Nomor 443 Desa Batununggal an.EDWIN BASUKI tanggal 2-9-1978.
2). Akta Turunan yang sekata bunyinya tanggal 5-10-1993 dari Notaris SITI MUNIGAR TEMMY SUHANDI,SH.
3). Turunan Akta Kuasa Menjual dan melepaskan hak tanggal 30 Nop 1991 No. 67 dari Notaris MASRI HUSEN,S.H.
4). Sertifikat Hak Milik No. 1107 Kel.Batununggal tanggal 26-6-1998 an. LIM TJING HU Alias KING HU.
5). Sertifikat Hak Milik No. 25/Desa Karyasari Luas 5605 M2 an. LIM TJING HU ( KING HU ).
"Dokumen nomor 1 sampai dengan 4 telah diserahkan dengan sukarela oleh King Hu kepada Edwin Basuki melalui saya, karena SHM 443/Batununggal adalah milik Edwin Basuki yang telah hilang selama 23 tahun, sebagian tanah telah dijual oleh King HU dan dibalik nama atas nama King Hu sedangkan dokumen lainnya adalah dokumen yang dibuat oleh Lim Tjing Hu secara sepihak atas tanah milik Edwin Basuki karena antara Edwin Basuki dengan King Hu adalah tidak saling mengenal," kata Kompol AS.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...jadi-tersangka
Minggu, 25 Mei 2014 17:18 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri bernama Kompol AS mendadak dijadikan tersangka penggelapan dan memperkaya diri sendiri saat menangani kasus pembebasan tanah di Jalan Soekarno-Hatta Bandung. Padahal, dalam kerjanya Kompol AS justru membantu menangani pengembalian hak tanah atas nama Edwin Basuki dari seorang mafia tanah bernama King Hu.
Menurut Kompol AS dalam pengakuannya kepada Tribunnews.com menjelaskan bahwa Edwin Basuki yang memiliki tanah di Jalan Soekarno Hatta Bandung berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 Batununggal yang telah hilang selama 23 tahun dan saat itu ada di tangan Lim Tjing Hu alias King Hu (ketika KING HU ditahan di Bareskrim Polri tahun 2008).
Edwin Basuki kata Kompol AS menjelaskan kepada dirinya bahwa sebab hilangnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 yaitu ketika pada tahun 1985 Edwin Basuki menjual sebagian tanahnya (seluas 5.500 m2) kepada almarhum H. Atang Sobandi.
Untuk menyeplit sertifikat (memecah sertifikat dari induknya) lanjut Kompol AS dari nama Edwin Basuki ke H Atang Sobandi mempercayakan kepada almarhum Idji Hatadji untuk mengurusnya, namun kemudian oleh almarhum Idji Hatadji telah disalahgunakan, bukannya diseplit ke H Atang Sobandi, tetapi diseplit ke orang lain sehingga terbit kurang lebih 37 sertifikat diatas tanah Edwin Basuki.
"Ketika King Hu ditahan di Bareskrim Polri Edwin Basuki dan ahli waris almarhum H Atang Sobandi (Kastur Mulyadi dan adiknya) yang membeli tanah dari Edwin Basuki datang dan memohon bantuan kepada saya agar sertifikat atas nama Edwin Basuki yang saat itu ada pada King Hu dikembalikan kepada mereka," ujar Kompol AS kepada Tribunnews.com, Minggu(25/5/2014).
Kompol AS saat itu mengakui tidak memiliki niat apapun terkait kasus sengketa tanag di Bandung tersebut. Satu-satunya yang ia pikirkan adalah mengembalikan hak tanah Edwin Basuki ke asal.
"Saya hanya menjalankan tugas dan fungsi transtibmas sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat serta membantu dlm pemecahan masalah. Sebagai anggota Polri, pelajaran yang saya peroleh saya berkewajiban melindungi harta benda dan nyawa orang lain. Pada saat itu naluri saya sebagai seorang Polisi hanya ingin membantu masyarakat yang membutuhkan. Saya hanya mendudukkan persoalan itu kepada yang berhak," katanya.
Lebih jauh Kompol AS menjelaskan bahwa, authentikasi dokumen yang ada menunjukkan kepemilikan sah atas nama Edwin Basuki dan almarhum Atang Sobandi sedangkan dokumen itu dikuasai oleh orang yang tidak berhak yaitu King Hu tidak sah atau cacat hukum.
Terbukti diatas tanah Edwin Basuki yang telah dibeli H Atang Sobandi (1985), telah terbit sertifikat sebanyak 1107 buah atas nama King Hu, saat itu lanjut Kompol AS inisiatif melihat persoalan ini diselesaikan secara musyawarah dengan mempertemukan kedua belah pihak dan sudah dipertemukan.
"Saya tidak pernah memaksa King Hu untuk menyerahkan sertifikat kepada saya, bila ada yang mengatakan memaksa, apalagi kepada isterinya King Hu, itu fitnah saya berani bersumpah Demi Allah, Demi Rasulullah, Demi Alquran dan demi kebenaran! Tapi yang terjadi sekarang, keterangan dari pihak King Hu (pengacara dan keluarganya) malah dijadikan sumber kebenaran," katanya.
Kompol AS juga tidak pernah memaksa King Hu atau istrinya untuk menyerahkan sertifikat kepada dirinya. Sertifikat dan dokumen lain itu dibawa sendiri oleh pengacara King Hu dari Bandung ke Jakarta karena King Hu sadar bahwa Edwin Basuki bisa melaporkan dan menuntut dia (King Hu) sehingga dokumen diserahkan dan ingin bermusyawarah dengan pihak Edwin Basuki dan keluarga almarhum H Atang Sobandi.
"Saat ini pengacara King Hu memfitnah saya menyodorkan blangko kosong dan keluarganya mengatakan saya memaksa meminta sertifikat, sertifikat itu adalah milik Edwin Basuki yang dibawa dari Bandung ke Jakarta oleh pengacara King Hu sedangkan saya ada di Jakarta, bagaimana itu memaksa, yang saya lakukan hanya menyarankan agar dikembalikan kepada pemiliknya," ujarnya.
Adapun dokumen yang diterima Kompol AS adalah sebagai berikut:
1). Sertifikat hak Milik Nomor 443 Desa Batununggal an.EDWIN BASUKI tanggal 2-9-1978.
2). Akta Turunan yang sekata bunyinya tanggal 5-10-1993 dari Notaris SITI MUNIGAR TEMMY SUHANDI,SH.
3). Turunan Akta Kuasa Menjual dan melepaskan hak tanggal 30 Nop 1991 No. 67 dari Notaris MASRI HUSEN,S.H.
4). Sertifikat Hak Milik No. 1107 Kel.Batununggal tanggal 26-6-1998 an. LIM TJING HU Alias KING HU.
5). Sertifikat Hak Milik No. 25/Desa Karyasari Luas 5605 M2 an. LIM TJING HU ( KING HU ).
"Dokumen nomor 1 sampai dengan 4 telah diserahkan dengan sukarela oleh King Hu kepada Edwin Basuki melalui saya, karena SHM 443/Batununggal adalah milik Edwin Basuki yang telah hilang selama 23 tahun, sebagian tanah telah dijual oleh King HU dan dibalik nama atas nama King Hu sedangkan dokumen lainnya adalah dokumen yang dibuat oleh Lim Tjing Hu secara sepihak atas tanah milik Edwin Basuki karena antara Edwin Basuki dengan King Hu adalah tidak saling mengenal," kata Kompol AS.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...jadi-tersangka
Quote:
Kompol AS: Niat Saya Cuma Bantu Warga Kembalikan Tanah yang Dikuasai Mafia
Minggu, 25 Mei 2014 17:32 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri bernama Kompol AS mendadak dijadikan tersangka kasus penggelapan dan korupsi terkait kasus sengketa tanah di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat. Ia tidak mengerti mengapa dirinya tiba-tiba menjadi seorang pesakitan, padahal niat awalnya menyidik kasus tersebut hanya ingin membantu membebaskan tanah dari penguasaan seorang mafia bernama King Hu.
"Saya hanya membantu salah satu korban yang sertifikat tanahnya ada pada King Hu bahkan telah dibalik keatas namanya dan mengembalikan kepada yang berhak (pemiliknya). Menurut penyidik AKBP Aneke Wacano, dokumen milik King Hu (yang dibuat sendiri secara sepihak) itulah yang sah dan benar," ujar Kompol AS kepada Tribunnews.com, Minggu(25/5/2014).
Kompol AS juga heran mengapa mendadak muncul sertifikat tanah atas nama orang lain tapi dikuasai King Hu yang sebenarnya tidak punya hak.
"Tapi aparat malah mendukung dengan menyatakan bahwa sertifikat itu milik King Hu. Mereka menuntut saya untuk mengembalikan sertifikat Edwin Basuki kepada King Hu seperti yang sekarang ini terjadi," katanya.
Untuk diketahui, kasus berawal saat Kompol AS menangani perkara sengketa tanah milik Edwin Basuki yang memiliki tanah di Jalan Soekarno Hatta Bandung berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 Batununggal yang telah hilang selama 23 tahun dan saat itu ada di tangan Lim Tjing Hu alias King Hu (ketika KING HU ditahan di Bareskrim Polri tahun 2008).
Ketika King Hu ditahan di Bareskrim Polri Edwin Basuki dan ahli waris almarhum H Atang Sobandi (Kastur Mulyadi dan adiknya) yang membeli tanah dari Edwin Basuki datang dan memohon bantuan kepada dirinya agar sertifikat atas nama Edwin Basuki yang saat itu ada pada King Hu dikembalikan kepada mereka
Edwin Basuki kata Kompol AS menjelaskan kepada dirinya bahwa sebab hilangnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 yaitu ketika pada tahun 1985 Edwin Basuki menjual sebagian tanahnya (seluas 5.500 m2) kepada almarhum H. Atang Sobandi.
Untuk menyeplit sertifikat (memecah sertifikat dari induknya) lanjut Kompol AS dari nama Edwin Basuki ke H Atang Sobandi mempercayakan kepada almarhum Idji Hatadji untuk mengurusnya, namun kemudian oleh almarhum Idji Hatadji telah disalahgunakan, bukannya diseplit ke H Atang Sobandi, tetapi diseplit ke orang lain sehingga terbit kurang lebih 37 sertifikat diatas tanah Edwin Basuki.
Terbukti diatas tanah Edwin Basuki yang telah dibeli H Atang Sobandi (1985), telah terbit sertifikat sebanyak 1107 buah atas nama King Hu, saat itu lanjut Kompol AS inisiatif melihat persoalan ini diselesaikan secara musyawarah dengan mempertemukan kedua belah pihak dan sudah dipertemukan.
Kompol AS juga tidak pernah memaksa King Hu atau istrinya untuk menyerahkan sertifikat kepada dirinya. Sertifikat dan dokumen lain itu dibawa sendiri oleh pengacara King Hu dari Bandung ke Jakarta karena King Hu sadar bahwa Edwin Basuki bisa melaporkan dan menuntut dia (King Hu) sehingga dokumen diserahkan dan ingin bermusyawarah dengan pihak Edwin Basuki dan keluarga almarhum H Atang Sobandi.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...dikuasai-mafia
Minggu, 25 Mei 2014 17:32 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri bernama Kompol AS mendadak dijadikan tersangka kasus penggelapan dan korupsi terkait kasus sengketa tanah di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat. Ia tidak mengerti mengapa dirinya tiba-tiba menjadi seorang pesakitan, padahal niat awalnya menyidik kasus tersebut hanya ingin membantu membebaskan tanah dari penguasaan seorang mafia bernama King Hu.
"Saya hanya membantu salah satu korban yang sertifikat tanahnya ada pada King Hu bahkan telah dibalik keatas namanya dan mengembalikan kepada yang berhak (pemiliknya). Menurut penyidik AKBP Aneke Wacano, dokumen milik King Hu (yang dibuat sendiri secara sepihak) itulah yang sah dan benar," ujar Kompol AS kepada Tribunnews.com, Minggu(25/5/2014).
Kompol AS juga heran mengapa mendadak muncul sertifikat tanah atas nama orang lain tapi dikuasai King Hu yang sebenarnya tidak punya hak.
"Tapi aparat malah mendukung dengan menyatakan bahwa sertifikat itu milik King Hu. Mereka menuntut saya untuk mengembalikan sertifikat Edwin Basuki kepada King Hu seperti yang sekarang ini terjadi," katanya.
Untuk diketahui, kasus berawal saat Kompol AS menangani perkara sengketa tanah milik Edwin Basuki yang memiliki tanah di Jalan Soekarno Hatta Bandung berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 Batununggal yang telah hilang selama 23 tahun dan saat itu ada di tangan Lim Tjing Hu alias King Hu (ketika KING HU ditahan di Bareskrim Polri tahun 2008).
Ketika King Hu ditahan di Bareskrim Polri Edwin Basuki dan ahli waris almarhum H Atang Sobandi (Kastur Mulyadi dan adiknya) yang membeli tanah dari Edwin Basuki datang dan memohon bantuan kepada dirinya agar sertifikat atas nama Edwin Basuki yang saat itu ada pada King Hu dikembalikan kepada mereka
Edwin Basuki kata Kompol AS menjelaskan kepada dirinya bahwa sebab hilangnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 443 yaitu ketika pada tahun 1985 Edwin Basuki menjual sebagian tanahnya (seluas 5.500 m2) kepada almarhum H. Atang Sobandi.
Untuk menyeplit sertifikat (memecah sertifikat dari induknya) lanjut Kompol AS dari nama Edwin Basuki ke H Atang Sobandi mempercayakan kepada almarhum Idji Hatadji untuk mengurusnya, namun kemudian oleh almarhum Idji Hatadji telah disalahgunakan, bukannya diseplit ke H Atang Sobandi, tetapi diseplit ke orang lain sehingga terbit kurang lebih 37 sertifikat diatas tanah Edwin Basuki.
Terbukti diatas tanah Edwin Basuki yang telah dibeli H Atang Sobandi (1985), telah terbit sertifikat sebanyak 1107 buah atas nama King Hu, saat itu lanjut Kompol AS inisiatif melihat persoalan ini diselesaikan secara musyawarah dengan mempertemukan kedua belah pihak dan sudah dipertemukan.
Kompol AS juga tidak pernah memaksa King Hu atau istrinya untuk menyerahkan sertifikat kepada dirinya. Sertifikat dan dokumen lain itu dibawa sendiri oleh pengacara King Hu dari Bandung ke Jakarta karena King Hu sadar bahwa Edwin Basuki bisa melaporkan dan menuntut dia (King Hu) sehingga dokumen diserahkan dan ingin bermusyawarah dengan pihak Edwin Basuki dan keluarga almarhum H Atang Sobandi.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...dikuasai-mafia
Quote:
Ini Dia Sosok King Hu, Mafia Tanah yang Mengkriminalisasikan Kompol AS
Minggu, 25 Mei 2014 17:41 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri mendadak dijadikan tersangka kasus penggelapan dan tindak pidana korupsi saat menangani perkara tanah di Bandung, Jawa Barat. Penyidik bernama Kompol AS tersebut diduga ditelikung seorang mafia tanah bernama King Hu.
Siapa sebenarnya King Hu ? dan bagaimana rekam jejaknya ?
Tribunnews.com mencoba menelusuri sosok King Hu dari berbagai sumber. Dari berbagai sumber yang dikumpulkan, tercatat King Hu banyak melakukan kecurangan dalam sengketa tanah di berbagai tempat, seperti Jakarta, Cirebon, Bandung dan sebagainya
Pengusaha tekstil besar di Bandung ini juga kerap bermain di kasus-kasus pertanahan.
Kasus yang terheboh adalah ketika ia menggunakan risalah lelang palsu No 403/1999-2000 Grand Hotel Cirebon, dengan nilai lelang sebesar Rp 2,3 milliar. Indikasi ini bermula saat King Hu menjadi pemenang lelang dalam waktu singkat.
King Hu dituntut jaksa dengan hukuman tujuh tahun bui oleh Kejati Jawa Barat. Dia juga divonis dalam kasus yang sama, dengan berkas terpisah. Saat itu kasus ditangani Mabes Polri bulan Juni 2008.
Kasus kedua King Hu juga dilaporkan oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ke Polda Jabar atas dugaan pemalsuan dokumen lahan TNI AU Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Kasus ketiga ditangani oleh Kompol AS kasus sengketa tanah dengan tersangka King Hu. Kasus ini telah P2 (lengkap) dan King Hu pun ditetapkan sebagai tersangka atas sengketa tanah yang dijadikan hotel di lahan bandara Soekarno-Hatta di tahun 2010.
Mafia tanah ini pun sempat menjadi DPO di tahun 2010, dengan dalih sakit King Hu kabur saat hendak dirawat di rumah sakit di Bandung. King Hu akhirnya ditangkap kembali pada Rabu 19 Februari 2014 di kediamannya.
Meski telah dipenjara, pengaruh mafia tanah ini masih besar. Terakhir Kompol AS menjadi korbannya. Saat itu Kompol AS ditawari uang suap sebesar Rp 7 miliar dari King Hu agar Kompol AS mau mengembalikan sertifikat tanah milik keluarga Atang.
Namun dia menolak, kabar uang suap ini sampai ke telinga atasan Kompol AS. Kompol AS diperintahkan untuk mengambil uang itu. Lagi-lagi polwan ini menolak.
Tak disangka usai penolakan itu, dirinya justru dijadikan tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat yang dia berikan ke Atang. Padahal sertifikat itu milik sah keluarga Atang.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...ikan-kompol-as
Minggu, 25 Mei 2014 17:41 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang penyidik di Bareskrim Mabes Polri mendadak dijadikan tersangka kasus penggelapan dan tindak pidana korupsi saat menangani perkara tanah di Bandung, Jawa Barat. Penyidik bernama Kompol AS tersebut diduga ditelikung seorang mafia tanah bernama King Hu.
Siapa sebenarnya King Hu ? dan bagaimana rekam jejaknya ?
Tribunnews.com mencoba menelusuri sosok King Hu dari berbagai sumber. Dari berbagai sumber yang dikumpulkan, tercatat King Hu banyak melakukan kecurangan dalam sengketa tanah di berbagai tempat, seperti Jakarta, Cirebon, Bandung dan sebagainya
Pengusaha tekstil besar di Bandung ini juga kerap bermain di kasus-kasus pertanahan.
Kasus yang terheboh adalah ketika ia menggunakan risalah lelang palsu No 403/1999-2000 Grand Hotel Cirebon, dengan nilai lelang sebesar Rp 2,3 milliar. Indikasi ini bermula saat King Hu menjadi pemenang lelang dalam waktu singkat.
King Hu dituntut jaksa dengan hukuman tujuh tahun bui oleh Kejati Jawa Barat. Dia juga divonis dalam kasus yang sama, dengan berkas terpisah. Saat itu kasus ditangani Mabes Polri bulan Juni 2008.
Kasus kedua King Hu juga dilaporkan oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ke Polda Jabar atas dugaan pemalsuan dokumen lahan TNI AU Lanud Husein Sastranegara, Bandung.
Kasus ketiga ditangani oleh Kompol AS kasus sengketa tanah dengan tersangka King Hu. Kasus ini telah P2 (lengkap) dan King Hu pun ditetapkan sebagai tersangka atas sengketa tanah yang dijadikan hotel di lahan bandara Soekarno-Hatta di tahun 2010.
Mafia tanah ini pun sempat menjadi DPO di tahun 2010, dengan dalih sakit King Hu kabur saat hendak dirawat di rumah sakit di Bandung. King Hu akhirnya ditangkap kembali pada Rabu 19 Februari 2014 di kediamannya.
Meski telah dipenjara, pengaruh mafia tanah ini masih besar. Terakhir Kompol AS menjadi korbannya. Saat itu Kompol AS ditawari uang suap sebesar Rp 7 miliar dari King Hu agar Kompol AS mau mengembalikan sertifikat tanah milik keluarga Atang.
Namun dia menolak, kabar uang suap ini sampai ke telinga atasan Kompol AS. Kompol AS diperintahkan untuk mengambil uang itu. Lagi-lagi polwan ini menolak.
Tak disangka usai penolakan itu, dirinya justru dijadikan tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat yang dia berikan ke Atang. Padahal sertifikat itu milik sah keluarga Atang.
Sumbernya http://www.tribunnews.com/nasional/2...ikan-kompol-as
--------------------
Klo ngomongin afia serem, tetapi yang benar tetaplah benar, dan yang salah akan tetap salah. Keadilan di dunia juga di akhirat.
0
3.4K
Kutip
4
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
676.5KThread•46.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya