Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

SafitrinoviAvatar border
TS
Safitrinovi
Mega, Jokowi, Pater Beek, Freemason danPenjajahan Indonesia
Mega, Jokowi, Pater Beek, Freemason dan
Penjajahan Indonesia
JAKARTA (voa-islam.com) - Mengapa Mega
memilih Jokowi menjadi calon presiden PDIP?
Tidak memilih tokoh lainnya, seperti Prabowo, atau
Ganjar Pranomo yang lebih ‘smart’ dan
berpengalaman dalam politik.
Apa pengaruh ‘tujuh tokoh’ yang bertemu di
Singapura terhadap keputusan Mega? Mengapa
ada pertemuan antara Mega,Jokowi, Sabam Sirait
dengan sejumlah Duta Besar Negara Barat, seperti
Amerika Serkat, Inggris, dan Vatikan di rumah
Jacob Soetojo? Siapa Jacob Soetojo?
Jika dilihat semua rangakaian cerita itu, memang
Mega, Jokowi, dan PDIP hanya menjadi katalisator
atau ‘pelayan’ bagi kepentingan asing, khususnya
Barat, jaringan gerakan Zionis-Israel, dan
kelompok Katolik (Ordo Jesuit). Tiga kekuatan itu,
berkolaborasi dengan memanfaatkan momentum
perubahan politik yang saat ini berlangsung di
Indonesia, dan bertujuan merebut kekuasaan
politik.
Secara ideologis, sejatinya mereka (Batat, Zionis-
Israel, dan Ordo Jesuit) itu, saling berkelindan,
sepanjang sejarah. Misi mereka yang disebut
dengan ‘GOLD, GOSPEL, GLORIUS’. Menguasai
sumber daya alam, menyebarkan agama (Kristen),
dan kemenangan.
Sepanjang sejarah Indonesia, gerakan mereka itu
melakukan penguasaan terhadap Indonesia tidak
berhenti. Secara klasik mereka menjajah dengan
cara menduduki dengan kekuatan militer. Seperti
yang sudah dijalankan oleh Belanda, selama 350
tahun terhadap Indonesia.
Tapi, cara klasik ini sudah dianggap tidak beradab,
dan digantikan dengan cara yang lebih
‘soft’ (lunak), yaitu dengan menanam lebih banyak
para ‘komprador’ (kaki tangan alias budak), yang
selalu taat menjalankan kepentingan asing (Barat,
Zionis-Israel, dan Kristen).
Sekarang berulang lagi, di zaman ‘REFORMASI’ ini,
yang menggunakan jargon demokrasi liberal, di
mana tiga kekuatan ‘Triumphirat’ (Barat, Zionis-
Israel, dan Ordo Jesuit), ingin kembali bermain
politik dan menguasai kekuasaan politik Indonesia.
Seperti awal Orde Baru, di mana kelompok Katolik
Jesuit, yang menggunakan ‘cover’ CSIS (Center
Strategic International Studies), melalui Mega,
Jokowi, dan PDIP ingin menggenggam kekuasaan
politik Indonesia.
Tokoh yang menjadi ‘broker’ antara fihak-fihak
yang terlibat dalam perebutan kekuasaan di
Indonesia, yaitu Jacob Soetojo. Jacob Soetojo
adalah anggota ‘TRILATERAL COMMISSION’,
sebuah kelompok “Hawkis” sayap kanan Amerika,
yang merupakan kolaborasi antara Barat,Zionis-
Israel, dan Kristen, dan ingin melanggengkan
penjajajahan di negara-negara ‘jajahan’. Jacob
Soetojo juga menjadi salah satu orang penting di
CSIS.
CSIS lahir diawal Orde Baru, dan merupakan
kolaborasi antara kelompok jenderal ‘abangan’
dengan kelompok Katolik (Ordo Jesuit), dan di
dalam lembaga ini terdapat tokoh Jesuit, yaitu
Pater Beek. CSIS yang menjadi ‘cover’ gerakan
anti Islam itu, sengaja dibangun, dan berhasil
menyusup ke pusat kekuasaan melalui sejumlah
jenderal, seperti Ali Moertopo, Soedjono
Humardani, dan Benny Moerdani.
Tokoh-tokoh sipilnya, Hary Tjan Silalahi, Mari Elka
Pangestu, Wanandi ‘bersaudara’ (Sofyan Wanandi,
Yusuf Wanandi, dan Markus), semuanya mereka
menjadi ‘backbone’ CSIS, dan berhasil mengelola
perubahan politik di Indonesia, dan
menghancurkan kekuatan Islam, dan kemudian
kelompok itu menguasai 80 persen asset ekonomi
Indonesia.
Sekarang tiga kekuatan ini (Barat, Zoinis, dan
OrdoJesuit), membuat langkah yang tidak banyak
dipahami oleh rakyat dan bangsa Indonesia. Sejak
tahuh 2007, mereka sudah ‘prepare’ dengan
memilih tokoh, yang ingin dijadikan kendaraan
bagi pengambil-alihan ‘take over’ terhadap
Indonesia, yaitu Jokowi.
Jauh sebelum menjadi calon gubernur DKI, sudah
berlangsung pertemuan antara Jokowi dengan
kekuatan atau tokoh yang mewakili kepentingan
(Barat, Zionis, dan Ordo Jesuit), dan jokowi
menjadi anggota Freemansonry dan Rotary Club.
Skenario menaikkan Jokowi sebagai calon
presiden itu sangat mudah bagi mereka. Hanya
bermodalkan media. Opini secara massive
dibentuk. Melalui jaringan media katolik (Kompas),
atau sekuler Tempo,yang didirikan oleh Gunawan
Mohamad. Nama Jokowi menjadi melambung.
Ditambah bumbu-bumbu ‘penyedap’ seperti
Jokowi tokoh yang sederhana, tidak korup, suka
‘blukusakan’ ke kampung-kampung’,
memperhatikan nasib rakyat, dan bahkan Jokowi
dicalonkan sebagai walikota terbaik ‘dunia’. Semua
itu hanyalah bumbu ‘penyedap’ bagi Jokowi.
Sesudah itu, survei-survei dimainkan oleh
Kompas, CSIS, dan lembaga-lembaga survei
‘bayaran’ yang menggelembungkan Jokowi.
Sontak nama ‘Jokowi’ sudah tidak ada lagi yang
menandinginya. Ini hanyalah sebuah methode
yang dijalankan oleh kekuatan (Barat, Zionis-Israel,
dan Ordo Jesuit), melakukan manipulasi terhadap
bangsa Indonesia.
Itulah sebuah rekayasa sosial politik yang
dijalankan dimainkan guna menghasilkan
perubahan dan memenangkan pertarungan politik,
dan perebutan kekuasaan di Indonesia melalui
pemilihan atau jalan demokrasi di Indonesia oleh
kekuatan (Barat, Zionis-Israel, dan Ordo Jesuit).
Ada sebuah buku yang ditulis oleh Sembodo
menyebut tentang peranan CIA, Freemason, dan
Pater Beek dalam kehidupan politik di Indonesia.
Memang, buku-buku sejarah Indonesia yang
diterbitkan pemerintah Orde Baru, nama Pater
Beek maupun Freemason sama sekali tak
tercantum.
Namun dalam buku-buku yang ditulis para
penulis lepas dan pemerhati teori konspirasi,
nama-nama ini dengan mudah dapat ditemukan
karena keduanya memang ada dan sangat
mewarnai perjalanan sejarah bangsa ini.
Pater Beek lahir pada 12 Maret 1917 dengan nama
lengkap Josephus Beek. Ia seorang penganut
agama Katolik yang taat dan merupakan
anggota Ordo Jesuit, sebuah sekte dalam agama
Kristen yang didirikan Ignatius Loyola, Fransiscus
Xaverius dan lima rekannya di Kapel Montmatre,
Perancis, pada 15 Agustus 1534.
Ia tertarik pada Indonesia setelah mendengar cerita
penduduk Amsterdam tentang sebuah negara yang
kaya raya dengan mayoritas penduduk beragam
Islam, namun sedang dijajah oleh negaranya;
Belanda.
Kesempatan datang kala ia berusia 22 tahun
tepatnya pada tahun 1939, Beek berkat
rekomendasi ordonya dikirim ke Indonesia dengan
mengemban dua misi, yakni menyebarkan agama
Kristen dan melakukan kajian tentang pola hidup
masyarakat di Pulau Jawa. Tujuan misi kedua ini
jelas, demi melanggengkan penjajahan yang
dilakukan negaranya terhadap Indonesia.
Beek bekerja dengan sangat baik. Ia mencatat
apapun yang berhasil diamatinya dari kehidupan
masyarakat Pulau Jawa setiap hari, dan yang
paling membahayakan eksistensi penjajahan
Belanda di Indonesia, terutama di Pulau Jawa,
adalah agama Islam yang mayoritas dipeluk
masyarakatnya.
Tak heran jika kelompok-kelompok perlawanan
masyarakat terhadap Belanda dimotori oleh para
pemuka agama Islam, contohnya Pangeran
Diponegoro. Ia bahkan menyimpulkan, jika
penjajahan yang dilakukan Belanda terhadap
Indonesia ingin langgeng, maka Islam harus
dilumpuhkan.
Dengan cara ini Belanda bahkan mendapat
keuntungan lain, yakni penduduk Pulau Jawa dapat
diKristenkan dengan lebih mudah. Sekali tepuk,
dua nyamuk mati. Sebuah usulan yang cerdik,
cerdas dan licik. Sesuai dengan karekternya.
Selesai menjalankan tugas, Beek kembali ke
negaranya, dan pada 1948 ditahbiskan menjadi
pastur. Pada 1956 atau setahun setelah pemilu
pertama dilaksanakan di Indonesia, ia kembali ke
Nusantara dengan misi yang jauh lebih besar
karena dia tak hanya kembali sebagai seorang
misionaris, namun juga seorang anggota
Freemasonry dan CIA.
Benarkah Beek Mason dan Anggota CIA?
Seperti kita ketahui, Freemason berambisi
mendirikan negara di Palestina dan menciptakan
NWO (Tatanan Dunia Baru) dimana Yahudi sebagai
penguasa negara-negara di seluruh dunia. Untuk
mewujudkan kedua ambisi ini, Freemason
membutuhkan dana yang sangat besar.
Meski anggota organisasi persaudaraan rahasia ini
merupakan orang-orang kaya yang berkecimpung
di berbagai bidang, seperti pengusaha, politikus,
ilmuwan, seniman dan sebagainya, namun mereka
tetap membutuhkan sumber dana lain untuk
mendukung perealisasian ambisi mereka. Maka
VOC pun dilayarkan kemana-mana, termasuk ke
Indonesia, negara yang kaya akan hasil bumi,
terutama rempah-rempah.
Setelah Belanda menjajah Indonesia, VOC
tersingkir. Freemason tentu saja tak ingin
kehilangan pemasukan dari negara yang kaya ini,
maka mereka menempuh beragam cara untuk
tetap eksis di Indonesia. Di antaranya dengan
mengembangkan organisasinya di Indonesia yang
dinamakan Vrijmetselarij.
Melalui organisasi ini, Freemason membuat
jaringan di segala bidang, terutama di
pemerintahan, agar antek-anteknya dapat
disusupkan dan pemerintah dapat membuat
kebijakan-kebijakan yang menguntungkan mereka,
terutama dalam bidang investasi. Dengan gerakan
bawah tanah seperti inilah Freemason mengeruk
kekayaan Indonesia.
Dalam mengembangkan organisasinya di
Indonesia, Freemason menerapkan politik adu
domba. Sama dengan politik yang diterapkan
Belanda selama menjajah Indonesia.
Dari sini dapat ditemukan benang merah mengapa
Freemason merekrut Pater Beek, yakni adanya titik
temu antara keinginan Beek kembali ke Indonesia,
dengan tujuan Freemason untuk tetap dapat eksis
di Bumi Pertiwi.
Beek kembali ke Indonesia karena ingin
menghancurkan Islam agar negaranya tetap dapat
menjajah, maka Freemason ingin Beek kembali ke
Indonesia agar tetap dapat mengeruk kekayaan
Indonesia. Tak peduli apapun cara yang dilakukan
Beek. Kebetulan, Yahudi membenci Islam,
sehingga upaya Beek menghancurkan Islam di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa, didukung
sepenuhnya.
Freemason mengenal sosok Beek dari para
petinggi Ordo Jesuit yang di antaranya bahkan ada
yang menjadi anggota organisasi ini.
Di awal Orde Baru, Pater Beek kembali ke
Indonesia, dan bersama dengan sejumlah
cendikiawan Katolik mendirikan CSIS. Pater Beek
dikenal dengan theori konspirasinya yang disebut
‘two devils’ (dua setan), yang menjadi musuh
mereka, yaitu militer dan umat Islam. Beek melalui
CSIS berhasil melakukan lobi dengan sejumlah
jenderal ‘abangan’ yang digunakan mempenetrasi
kekuasaan Soeharto.
Selama tiga dekade Soeharto dibawah pengaruh
CSIS, dan melaksakan konsep ekonomi dan politik
dari CSIS, dan menghancurkan umat Islam, secara
keji. Sehingga, umat Islam menjadi kelompok
pariah (jembel),dan termarginalisasi.
Penjajah “Asing dan A Seng”, akhirnya menguasai
Indonesia. Sekarang ingin diulang kembali melalui
kuda tunggangan mereka yang bertujuan
menguasai dan menjajah Indonesia. (jjh/dbs/voa-
islam.com)
0
6.3K
22
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
Pilih Capres & Caleg
KASKUS Official
22.5KThread3.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.