PDIP: Bang Yos Serahkan Satu Koma Suara PKPI untuk Jokowi
Jakarta -
Pertemuan antara Ketum PKPI Sutiyoso dengan senior PDIP Sidarto Danusubroto tak sekadar silaturahim biasa. Bang Yos ternyata menyerahkan segelintir suara yang diperoleh PKPI untuk mendukung pencapresan Jokowi.
"Pertemuannya tadi jam 10.00 WIB. Katanya gitu, menyerahkan suara PKPI," kata Jubir PDIP Eva Sundari kepada detikcom, Selasa (15/4/2014).
Bang Yos bertemu dengan Sidarto yang juga Ketua MPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, pagi tadi sekitar pukul 10.00 WIB. Bang Yos sempat berkilah pertemuan itu hanya silaturahmi biasa.
Eva mengatakan bahwa pertemuan itu merupakan penyerahan dukungan dari PKPI ke PDIP. Eva mengatakan partainya mengapresiasi dukungan dari PKPI, meski sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk mengusung Jokowi.
"Kan memang syarat teknis sudah terpenuhi," ujar Eva.
Bang Yos mengaku pertemuannya tadi pagi dengan Sidarto hanya silaturahmi biasa. Namun memang Bang Yos mengatakan ingin sumbang pikiran untuk PDIP.
"Diskusi masalah kebangsaan, bagaimana ke bangsa ini ke depan. Kebetulan PDIP memperoleh suara terbanyak dan kita perlu sumbang pikiran," kata Sutiyoso di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
http://news.detik.com/pemilu2014/rea...?992204topnews
Quote:
Jika Terpilih, Jokowi Bakal Usut Tuntas Kudatuli
JAKARTA - Calon presiden (capres) dari PDIP, Joko Widodo alias Jokowi menegaskan bahwa kasus penyerangan markas PDI di Jakarta pada 27 Juli 1996 atau kasus Kudatuli harus dituntaskan.
Tetapi, Jokowi belum mau bicara banyak soal penuntasan kasus tersebut karena masih fokus dengan pemenangan pemilihan legislatif (pileg) tanggal 9 April 2014 mendatang.
"Ya (kasus Kudatuli) penting dong. Tapi kita urusan Pileg dulu," ujar Jokowi kepada wartawan di depan rumah dinasnya di Menteng, Jakarta, Sabtu (15/3).
Politisi PDIP ini mengaku belum mendapat arahan dari ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri untuk mengungkap kasus-kasus lama terkait pelanggaran hak azasi manusia (HAM).![Big Grin emoticon-Big Grin](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/14.gif)
Namun, jika diperlukan, Jokowi akan mengangkat isu pelanggaran HAM dalam kampanyenya sebagai capres PDIP.
"Ya, bisa saja. Nanti dilihat kampanyenya. Kalau perlu ya (dipakai)," imbuh mantan Wali Kota Surakarta ini.
Seperti diketahui, pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi penyerangan terhadap kantor PDI yang terletak di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang pada saat itu masih dikuasai oleh pendukung Megawati Soekarnoputri.
Penyerangan dilakukan oleh pendukung Ketua Umum PDI versi kongres Medan Soerjadi dengan dibantu oknum aparat. Lima orang tewas, 149 luka-luka, dan 136 ditahan akibat peristiwa itu.
Sampai sekarang belum jelas siapa dalang yang berada di belakang penyerangan tersebut. Bahkan, saat Megawati yang notabenenya merupakan korban menjabat sebagai presiden pada tahun 2001-2004, penyelesaian kasusnya tidak mengalami kemajuan berarti. (dil/jpnn)
http://www.jpnn.com/read/2014/03/15/...tas-Kudatuli-#
Quote:
Sutiyoso Tersangka Kasus 27 Juli
TEMPO Interaktif, Jakarta:Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso ditetapkan sebagai tersangka atas penyerangan kantor DPP PDIP Jalan Diponegoro Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 lalu. Pada saat itu, Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Komandan Jaya dengan pangkat Mayor Jenderal.
Keterangan diperoleh wartawan dari sumber di Mabes Polri, Selasa (8/6). Selain Sutiyoso, tersangka lainnya adalah Mantan Ketua Umum PDI Soerjadi dan Mantan Sekretaris Jenderal PDI Buttu R. Hutapea. Ketiga orang ini dikategorikan sebagai aktor intelektual dari penyerangan kantor PDI.
Mereka dijerat pasal 170 jo 406 yakni melakukan kejahatan bersama-sama yang mengakibatkan pengrusakan, luka-luka dan matinya orang. Ketiganya juga melanggar jo pasal 55 yakni menyuruh, turut melakukan dan membantu kejahatan. Ancaman kurungan maksimal lima tahun enam bulan.
Ketika dikonfirmasi kepada Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Komjen Pol Suyitno Landung, mengatakan tidak mengetahui pasti adanya nama Sutiyoso ditetapkan sebagai tersangka dari tiga berkas yang akan diserahkan ke Kejaksaan. "Banyak itu, saya lupa," kata dia.
Namun, nama Buttu dan Soerjadi memang disebutkan sebagai tersangka dari berkas yang disempurnakan.
Hampir serupa dengan Suyitno, Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Irjen Pol Dadang Garnida, nama Sutiyoso memang ada dalam berkas perkara kasus 27 Juli. Namun, ia mengaku tidak tahu rinci Sutiyoso ditetapkan sebagai saksi atau tersangka. "Ada," kata Dadang kepada wartawan tanpa menyebutkan rincian status dari Gubernur DKI Jakarta itu.
Quote:
Didesak, Penuntasan Kasus 27 Juli
JAKARTA - Sejumlah tokoh senior PDI-Perjuangan, aktivis LSM, mahasiswa, dan pemuda mengemukakan kekecewaan mereka terhadap Megawati Soekarnoputri yang tidak peduli terhadap penyelesaian hukum Kasus 27 Juli 1996. Mereka juga mendesak agar penegak hukum menuntaskan kasus itu, dengan menyeret ke pengadilan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Kekecewaan dan tuntutan itu merupakan warna utama dari Peringatan 27 Juli di Jakarta dan kota lainnya, sejak dinihari kemarin. Sayangnya, peringatan kasus itu juga nyaris diwarnai oleh bentrokan antara mereka yang menginginkan Megawati mundur, dan mereka yang meyakini bahwa yang salah bukan Mega, melainkan orang-orang di sekitarnya.
Tokoh PDI-P Soetardjo Soerjogoeritno adalah salah seorang yang lantang menyuarakan agar para penegak hukum segera menuntaskan kasus 27 Juli 1996 dengan menyeret orang - orang yang diduga terlibat ke pengadilan. "Warga PDI-P juga meminta kasus tersebut segera diselesaikan, sehingga tidak berlarut-larut," kata Soetardjo ketika menghadiri peringatan kasus 27 Juli di bekas Kantor DPP PDI di Jl Diponegoro 58 Jakarta, Sabtu.
Selain itu, ia juga mendesak DPP untuk segera berbuat sesuatu agar permasalahan tersebut segera tuntas. "DPP belum mengerti dan belum mengetahui permasalahan yang terjadi pada 27 Juli 1996 secara jelas," tegasnya.
87 Mati
Peristiwa tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak 87 orang, dan sebagian dari jumlah tersebut dibuang ke laut. Namun ada juga yang dibakar di krematorium kendati tidak diketahui secara persis berapa jumlahnya.
Kejadian Sabtu kelabu enam tahun lalu itu, menurut dia tersangkanya antara lain Feisal Tandjung, Sarwan Hamid, dan Sutiyoso.
Itu yang membuatnya kecewa terhadap Megawati, yang justru mendukung Sutiyoso untuk kembali menjadi Gubernur DKI Jaya. "Bagaimana mungkin orang yang menganiaya kita dukung menjadi gubernur?"
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Permadi, SH juga sependapat dengan Soetardjo bahwa aparat penegak hukum lamban menuntaskan kasus 27 Juli tersebut. "Saya melihat kejaksaan sengaja mengulur-ulur waktu padahal polisi sudah proaktif," katanya.
Berkas aacara pemeriksaan kasus tersebut yang diteruskan ke kejaksaan, dikembalikan ke polisi dengan alasan belum lengkap.
Contoh nyata, sewaktu terjadi keributan di kantor DPP PDI yang lama mengakibatkan kerusakan kantor tersebut yang dapat digunakan sebagai tambahan bukti insiden itu.
Permadi juga menambahkan agar Megawati kembali ke habitatnya ke keluarga Marhaen. "Sekarang, mau bertemu ibu Megawati saja sulit," katanya.
Ketika ditanya tentang keterlibatan Sutiyoso dalam kasus tersebut, dia menjelaskan bahwa Sutiyoso tokoh lokal yang masih mempunyai atasan. Oleh karena itu, jangan sampai Sutiyoso dimunculkan sendiri karena hanya diperintah atasannya.
Kekecewaan juga terungkap dalam orasi RO Tambunan di tempat yang sama. Pembela 124 korban penyerbuan agen penguasaan saat itu yang justru dijadikan tersangka itu mengatakan, para tokoh PDI-P yang sekarang menjadi elit pemerintahan tidak lagi berpihak pada nasib "wong cilik".
"Dari tempat inilah jejak reformasi tercipta untuk menegakkan demokrasi. Namun sekarang reformasi itu seperti tidak mempunyai arah yang jelas, sementara Soeharto pada saat itu menghendaki agar demokrasi yang kita perjuangkan diberangus," katanya di depan ratusan massa dari berbagai pelosok Jakarta dan sekitarnya itu.
Sejumlah anggota DPR dan simpatisan PDI-P juga beriringan menaiki berbagai kendaraan atau berjalan kaki menuju rumah yang dibiarkan kondisinya seperti saat penyerbuan itu terjadi, dan larut dengan ratusan massa yang telah berkumpul sejak Jumat malam (26/7).
Nyaris Bentrok
Yang membedakan dengan peristiwa enam tahun lalu, pada peringatan kali ini, tak ada lagi yel-yel "Hidup Megawati!"
Situasi peringatan "Sabtu Kelabu" (27 Juli 1996) nyaris berkembang menjadi kerunyaman, ketika sekitar 200 massa dari Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Gerakan Pemuda Kerakyatan (GPK), Partai Perjuangan Rakyat (PPR), Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker), dan Partai Rakyat Demokratik (PRD), Sabtu kemarin, ditolak untuk bergabung dalam peringatan tersebut.
Penolakan disebabkan karena massa mahasiswa dan pemuda ini membawa sejumlah poster Megawati-Hamzah Haz yang diberi tanda silang, dan dibawahnya bertuliskan "Turunkan Mega-Hamzah!". Melihat poster ini sejumlah warga PDI-P berang dan nyaris terjadi bentrokan. Namun pertikaian lebih jauh dapat dicegah oleh Satgas PDI-Perjuangan yang akhirnya menyita poster-poster tersebut.
Ketua Umum FNPBI, Dita Indah Sari, mengatakan sebenarnya tujuan kelompoknya bergabung adalah untuk memperingati peristiwa 27 Juli, menuntut agar Megawati Soekarnoputri menuntaskan kasus 27 Juli, dan menolak Sutiyoso. "Tujuan antara kami dan mereka sebetulnya sama, hanya solusinya berbeda. Mereka berpendapat Mega tidak salah tapi orang-orang di sekelilingnya yang salah, sementara kami berpendapat semuanya salah," kata Dita.
Sedangkan Ketua FKK 124 (Forum Komunikasi Kerukunan 124), Thomas Resmol, mengatakan gambar Mega-Hamzah yang dicoret sangat riskan dibawa ke tengah-tengah warga PDI-P yang awam politik.
Dia khawatir hal ini justru akan menimbulkan bentrokan, meskipun sudah ada kesepahaman bahwa massa FNPBI bersedia menyembunyikan seluruh poster Mega-Hamzah yang mereka bawa. Meski demikian, ketegangan yang sempat terjadi dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak ketiga yang menginginkan kericuhan. "Jadi lebih baik kami tolak," ujar Resmol. (bu,ant., detikcom -28)
sang dewa Jokowi sudah berjanji mengusut kasus kudatuli 27 juli
sedangkan salah satu "mitra koalisi rampingnya" Sutiyoso salah satu tersangkanya
Laa wong megatron aja udah temenan baik ama Sutiyoso, bahkan mendukung waktu pilkada Jakarta
beranikah si Jokowi melawan titah majikannya megatron
yokk kita tunggu aja episode terbaru wong cilik yg ternoda