Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

notedcupuAvatar border
TS
notedcupu
Fenomena Mahasiswa Murtad.
Di saat pendidikan menjadi kebutuhan yang mahal, gue termasuk golongan orang yang beruntung. Tamat lulus SMA gue bisa melanjutkan sekolah lagi. Ortu gue dulu malah, tamat kelas empat SD hijrah ke kota mencari periuk nasi. Beda zaman, beda cerita. Dengan gue kuliah, pandangan orang terhadap ortu gue bakalan lain. Di jawa, ada sebuah pakem, anak bisa sekolah tinggi itu bisa menjunjung derajad orang tua lo cuk. Ya, meskipun ortu ikut kebagian bangga aja, itu aja mereka bakalan seneng. Dengan begitu, mereka merasa telah berhasil ngedidik anaknya.

Dulu, sewaktu gue milih jurusan ortu gue cuman iya doang gue kuliah di jalur mana, dan kampus apa. Mereka mempersilahkan gue untuk memilih apa yang menurut gue yakini itu bener. Di kasih kepercayaan, untuk menentuan pilihan hidup, berarti ortu gue percaya kalo gue sudah gede. Dan sudah matang secara pikiran. Ah, bapak/ibu gue meskipun ndak sekolah, tapi ngerti juga ngejalin hubungan keluarga yang harmonis.

Kuliah di jurusan perpajakan, ortu gue juga nggak nyaranin gue kerja Dirjen pajak, meneruskan jejak ‘Gayus Tambunan’. Mereka maunya, gue jadi anak bener, bener-bener jadi orang. Kalo di terjehamahin bahasa mereka itu sih, artinya begini; bener-bener jadi orang yang sukses. Begitu di semester akhir gue mendapat kesempatan, magang menjadi wartawan di Tempo, mereka ndak mempermasalahkan soal itu. Ah, lega gue. Ke dua orang tua gue, cuma mewanti-wanti… kerja jadi wartawan fisikmu harus tahan banting. Itu!.

Di saat gue magang keluar dari jalur yang semestintnya, ternyata gue bukan orang satu-satunya yang termasuk melenceng. Teman gue, di kampus sebelah, kuliah di jalur pendidikan, kerjaya malah ngejual produk asuransi. Gue jadi teringat budayawan, mbah @Sudjiwotejo, si embah dulu anak teknik matematikanya ITB, sekarang malah jadi budawayan, dan sukses ngebuat karya ini-itu. Terus, karyanya berhasil di apresiasi orang banyak.

Berbicara soal mahasiswa murtad. Gue menyakini rumus, di saat banyak jurusan yang sudah overload melahirkan sarjana, dan tidak sepadan dengan lapangan kerja yang sesuai dengan jurusan, akan memperbanyak mahasiswa murtad. Sekarang anak jurusan Fisip, Manajemen, Ekonomi, dll lulusanya sudah berlimpah ruah dari Sabang sampai Merauke. Kecuali anak Teknik. Memang saat ini kita kerkuarangan anak Teknik.

Soal urusan mahasiswa murtad, gue pro (seirama) saja dengan mereka cak. Asal nggak nambah deretan angka pengangguran terdidik, it’s oke (baiklah), ora opo-opo. Asal negara tidak dibebani masalah baru dengan label penganguran terdidik. Bapak gue menasehati begini cuk, apa pun pilihan karier yang kalian pilih ke depan, jadilah yang terbaik disana. Dalem!.

Tapi ada pengecualian cuk, untuk mahasiwa teknik usahakan jangan murtad. Saat ini kita kekurangan sarjana teknik. Kalo insyur pada murtad, lalu siapa yang ngebangun jembatan penghubung antar pulau di wilayah seluruh Indonesia, siapa juga yang bakal ngebangun pelabuhan dan kapal kargo pengangkut peti kemas untuk arus pertukaran barang dan jasa produksi dalam negeri?. Nah, sarjana teknik ini memang mengandung senyawa kerawat bagi kedigdayaan sebuah ekonomi. Anak teknik pulahlah yang menyokong kemajuan teknonologi, mereka juga mempunyai peran sentral di dunia ke-ilmuwan.

Anak ekonomi maupun jurusan lain nggak bisa melakukan pekerjaan ngebangun jembatan, dll, cuk. Dalam banyak sejarah, negara maju di motori oleh anak-anak engineering (teknik). Malah, negara India melakukan revolusi pendidikan 20-25 tahun yang lalu, dengan menyekolahkan anak muda dibidang IT, nggilaninya lagi, mereka pada jago ngomong bahasa Inggris. Dan hasilnya mencengangkan… Lihat saja sekarang, sarjana teknik India kini menyerbu negara digdaya, Amerika. CEO perusahaan Microsof dan Nokia kini dipegang oleh anak teknik dari India. India telah berhasil melakukan reovolusi pendidikan yang sangat heroik.

Hasil riset gue menemukan, sekarang India memliki lebih dari 100 juta tenaga kerja di bidang IT. Jumlah, manusia bergelar PhD di negeria ‘kuci-kuci hotaehi’ itu kini menembus ratusan ribu. Lha, kita masih ribuan. Kalah tenan cuk. Beda jauh banget pokoknya. Bukan tidak mungkin, tahun 2015 mendatang kita juga bakalan diserbu tenaga teknik berkewarganegaraan India.

Kalo dirunut ke belakang, anak-anak teknik terlahir dari proses belajar di bangku sekolahan. Secara nyata, pendidikan bisa memerdekakan manusia dan bangsanya. Sejarah peradaban bangsa yang maju, menunjukkan pendidikan menjadi focus untama untuk mengembangkan sumder daya manusia. Gue jadi teringat sama Kaisar Hirohito, kaisar Jepang itu. Pasca terjadi ledakan bom atom yang mengguncang kota Hirosima dan Nagasaki, sang kaisar malah bertanya kepada pembantu dan menterinya, “Berapa Guru Yang Hidup?”

Masuk akal sekali, Jepang melakukan revolusi pendidikan, pasca peristiwa ledakan bom di dua kota tersebut. Lewat gurulah, anak-anak terdidik di ciptakan. Manusia dikembangkan melalui guru dan mentor di sekolahan. Makanya, ketika Anis Baswedan meluncurkan program Indonesia Mengajar, gue langsung mengancungkan jempol sebagai bentuk dukungan. Dengan begitu, Indonesia ke depan akan bersinar terang untuk menjadi negara maju dengan pemadandangan kemakmuran disana-sini.

Anak-anak bangsa negeri ini juga ndak kalah hebatnya cuk. Produk pendidikan Indonesia yang di akui dunia, salah satunya eyang B.J Habibi. Kenapa gue sebut eyang? Kini di usianya yang sudah genap 77 tahun, tapi semangatnya untuk mengabdi lewat penemuannya membikin pesawat terbang masih berkobar-kobar. Hebat cuk. Skiil eyang ini emang paripurna banget, meskipun sudah tua tapi ilmunya bisa di jual. Mungkin buku karangan, Errikson yang berjudul Road to Excellence itu, ada kemiripan dengan kisah Pak B. J Habibie.

Di buku itu, menceritakan orang-orang yang meraih level skill yang paripurna, ternyata harus melewati masa praktek latian salam 10 ribu jam lamanya. Praktek, latihan, praktek lagi, latihan lagi, terus sampai 10 ribu jam. Gila, rumus ini ternyata bener-bener ampuh ngajarin kita untuk disiplin dan konsisten. Ajaran itu mendidik kita untuk mencapai puncak ke unggulan komptensi. Dengan begitu, kunci untuk menembus kecakapan paripurna akan terwujud. Harus bercumbu dengan skill itu selama delapan tahun, jika memulainya umur 20 tahun.

Dan sekarang, gue berusaha mengembangkan skill gue di bidang ini, menulis. Maka, untuk teman-teman yang sedang kuliah di jurusan teknik. Gue ucapkan selamat. Nasip kemajuan bangsa ke depan ada di pundak kalian juga. Inget, JANGAN MURTAD YA!. Dan untuk ibu-ibu yang sedang mengandung, jangan lupa kalo nyidam ke suami. Minta di beli’in miniature jembatan Suramadu biar anaknya entar kalo gede jadi insinyur. Bukan tukang cukur!.

Termiakasih ya, temen-temen yang sudah ngepanntau #NotedCupu gue edisi minggu ini. Dadaaaa… Sampai ketemu minggu depan yaaa….


Twitter: Boedi.S. Totoraharjo ‏@NotedCupu
Facebook: Budi Santoso Totoraharjo
bloog : http://boediinstitute.wordpress.com/

ini gan link artikel di blogg Gue, yang komen rame banget. Mampir kesana nyok.

http://boediinstitute.wordpress.com/...asiswa-murtad/
Polling
0 suara
Pilih Murtad apa nganggur?
Diubah oleh notedcupu 17-05-2014 04:46
0
12.3K
75
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Gosip Nyok!
Gosip Nyok!KASKUS Official
35.2KThread26KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.