- Beranda
- Berita dan Politik
Korupsi PKS Triliunan Rupiah di BP3TI dan PT Telkom
...
TS
RajaBolon
Korupsi PKS Triliunan Rupiah di BP3TI dan PT Telkom
Spoiler for artikel:
Korupsi di lingkungan BP3TI (Balai Penyedia Pengelola, Pendanaan Telekomunikasi dan Informatika) Ditjen PPI (Penyelenggaraan Pos dan Informatika) Kementerian Kominfo. Dahulu BP3TI disebut BTIP (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan), yakni Badan Layanan Umum (BLU) dibawah Ditjen PPI yang menyelenggarakan Layanan Internet Kecamatan ke daerah-daerah terpencil atau perbatasan Indonesia.
Adapun awal dari seluruh praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini diawali dari keputusan mengenai tender yang diatur oleh oknum Dewan Syuro PKS (realisasinya hanya beberapa gelintir orang yang terlibat, lebih disebabkan karena banyak yang tidak mengerti tentang proyek ini. Tapi bagi yang benar-benar mengerti, telah menggila seperti kesetanan, agar dapat dana dari proyek ini). Mereka taunya beres, karena telah melimpahkan wewenang ini kepada Asen (julukan Dr. Adiseno) untuk menjalankan dan mengamankan korupsi ini.
Tapi karena Asen merasa sering dikadalin oleh Panitia (beberapa titipan jagoan nya sering gagal di pelaksanaan tender), untuk akhir tahun 2011 ini, oknum PKS tersebut jadi gila-gilaan mengendalikan pelaksanaan tender di BP3TI Kementerian Kominfo, bahkan tidak sungkan-sungkan tim atau kaki tangannya melakukan negosiasi besarnya suap langsung dengan peserta tender/lelang yang akan dimenangkan.
Seluruh pelaksanaan tender di BP3TI (dulu BTIP atau ) dikontrol penuh oleh si Asen ini (julukan Adiseno). Kaki tanganya terdiri dari Saut (bidang Teknis) dan Tyas Utomo atau biasa disapa dengan Pak Uut (negosiasi komitmen).
Saut punya 2 staf pelaksana yakni Ardi Kuntjoro dan Edwin Rovantara. Mereka yang bertugas berkoordinir dengan Panitia Tender (diketuai Berry) untuk mengatur spesifikasi teknis yang dipakai dan yang akan dimenangkan tim penilainya. Untuk pengelabuan juga ada konsultan yang diundang, agar seolah-olah ada tim independent dalam pelaksanaan proye. Namun, namun keputusan tetap di tangan Berry.
Atas jasa menggunakan merk yang dipakai, maka tim teknis ini meminta fee sekitar 10%-20% dari vendor. Pendapatan ini tidak diinformasikan atau disetor ke pimpinan PKS, karena suap fee ini dianggap sebagai kreativitas tim pelaksana dan sebagai pendapatan untuk menutupi operasional mereka, dan sisanya puluhan miliar rupiah masuk kantong mereka.
Sedangkan disisi negosiasi komitmen, Tyans Utomo alias Uut memiliki 2 staf, yakni Lutfi dan Johan Neesken. Tim ini terkenal garang dan serakah dalam mengutip atau menentukan besar jumlah suap yang harus dii bayar peserya tender sebelum tender dimulai.
Negoasiasi dengan para peserta yang akan dimenangkan telah berjalan 3 hingga 6 bulan sebelum tender dimulai. Fee suap harus sebagian dibayar di depan jika satu perusahaan peserya tender sudah disepakati sebagai pemenang tender di BP3TI Kementerian Kominfo.
Karena persyaratan perusahaan yang ikut harus memiliki ijin NAP dari Postel-Kominfo, maka tim lapangan PKS terus bergerilya untuk melakukan meeting-meeting. Biasanya di Citos (Cilandak Town Square), Arcadia-Plasa Senayan, Kuningan Suite, Oakwood (atau seputaran Mega Kuningan) Jakarta Selatan, dan lainnya .
Bagi vendor yang siap untuk menerima kondisi pembayaran fee 15% dimuka akan mendapat wilayah kerja yang lebih gemuk. Karena banyak vendor yang tidak gampang percaya, maka akhirnya diganti menjadi beberapa tahap, tergantung negosiasi, misalnya 30% saat pengumuman pemenang, 40% saat pencairan dowyn payment, dan 30% pelunasannya paling lama sebulan kemudian.
Untuk memastikan bahwa jagoan-jagoan yang dititipkan ini bakal menang, maka tender seperti biasa dibagi dalam 2 sampul (seperti tahun-tahun sebelumnya), tapi pemasukan dokumennya (administrasi, teknis dan harga) sekaligus.
Tahap pertama adalah pembukaan sampul teknis, tahap kedua adalah pembukaan sampul harga. Antara tahap pertama dan kedua ada jeda beberapa hari. Uniknya, dokumen yang akan dijadikan pemenang, dapat keluar / dicabut dari panitia untuk dilengkapi lagi oleh peserta yang akan dimenangkan tersebut, jika ada yang kurang lengkap atau kurang benar agar nilai administrasi dan teknisnya sempurna.
Tentunya perbaikan dokumen ini harus selesai dalam 1 malam, agar tidak banyak yang curiga. Sama hal nya dengan harga. Seluruh dokumen harga yang masuk, ‘diintip’ oleh mereka (tentunya kerjasama dengan panitia), sehingga harga dari peserta lain (yang ada dibawah peserta yang akan dimenangkan) akan digugurkan secara administrasi atau teknis. Ini cara gampang tentunya panitia terlibat didalamnya.
Untuk menjaga agar peserta yang akan dimenangkan tersebut tidak membanting harga (sekalipun sudah disepakati sejak awal bahwa harga dikontrol oleh Tim PKS), maka amplop harga yang tidak sesuai dengan kesepakatan, diminta ditukar dan dimasukkan harga baru (selisih harga menjadi milik Tim PKS). seluruh nya sudah diatur rapi agar secara administrasi dan teknis, semua dokumen yang tercatat sudah sesuai prosedur.
Jadi jika ditanya apakah pelaksanaan tender ini sesuai dengan aturan Perpres 54/2010, jelas jawaban : Sudah ! Karena secara administrasi semua sudah dijalankan secara prosedur. Tapi jika ditanya cara pelaksanaanya, tentunya tidak satupun bisa membantah telah terjadi banyak pelanggaran.
Jika Pihak KPK atau LKPP ikut mengawasi jalannya tender ini sejak awal, maka kemungkinan kebocoran diatas pasti dapat dikurangi dan pelaku mafia lelang / tender di BP3TI ini bisa ditangkap. Masalahnya, tidak ada wakil KPK atau LKPP yang mengawasi pelaksanaan tender di BP3TI tersebut.
Semua yang terlibat atau disebutkan di atas harus diawasi penuh oleh KPK/Bareskrim/Kejaksaan atau pihak yang berwenang, jika ingin menangkap mereka. Kalau perlu telepon mereka disadap semua (HP, telepon rumah, kantor, istri, keluarga), termasuk Dewan Syuro. Juga perlu dibuntuti sepanjang hari, kapan mereka akan mengambil dana dari pemenang tender. Pasti deh mudah ditangkap.
Contoh, untuk pelaksanaan tender NIX, tanggal 21 November 2011 lalu. Sekalipun sangat aneh, dimana peserta lelang /tender diinformasikan via facsimile satu persatu pada hari Sabtu 19 November 2011, (Tanggal pengumuman pemenang administrasi dan teknis tertulis Jumat, 18 November 2011).
Ini strategi dari panitia (Berry cs) agar peserta yang digagalkan tidak marah besar saat hari kerja. Karena peserta tahun lalu yang menang dan bekerja dengan benar tapi sulit diajak negosiasi masalah fee (seperti Telkom, Lintasarta, dsb) seluruhnya digugurkan, diganti peserta abal-abal yang tidak jelas, apakah dapat bekerja dengan baik sesuai spesifikasi teknis yang diwajibkan. Karena kenyataannya, tahun lalu, peserta yang abal-abal banyak yang terlambat atau macet, seperti PT. SIMS (untuk proyek PLIK Jawa Barat), Jastrindo (untuk proyek Jawa Tengah), SATNET (untuk NIX Phase 1 di Ternate dan Jayapura), SMS (untuk proyek SIMMLIK Jakarta).
Hingga sekarang tidak jelas, kapan proyek-proyek yang macet tersebut akan diselesaikan. Kemungkinan besar proyek – proyek tersebut akan mangkrak abadi dan menjadi kerugian negara sepenuhnya.
PT Telkom Indonesia yang semula tidak mau terlibat korupsi dan suap dalam lelang dan pelaksanaan proyek di BP3TI akhirnya tergoda dan ikut dalam permainan suap dan korupsi di BP3TI Kominfo. Bahkan sekarang PT Telkom merajai proyek – proyek sarat muatan korupsi di BP3TI.
Dalam pelaksanaan lelang / tender tersebut, intervensi atau tekanan piminan PKS ke staf pelaksana di BP3TI Kominfo sangat terasa. PKS intervensi uji fungsi dan serah terima pekerjaan dengan memaksakan agar kehendaknya diterima Panitia Tender. PKS menekan Panitia Tender BP3TI agar melakukan segala cara memanipulasi semua dokumen dan prosedur secara rapih agar tidak menjadi temuan dalam audit BPK. Walau pun begitu, untuk memastikan korupsi mereka tidak jadi temuan BPK, Pimpinan PKS melalui jaringannya menyuap anggota BPK Barullah Akbar agar ikut mengamankan hasil audit BPK terhadap BP3TI dan BUMN yang terlibat korupsi di BP3TI seperti PT. Telkom Indonesia.
Kenyataannya, jika setiap Peserta Titipan tersebut diminta untuk membuktikan bahwa jaringan yang mereka pasang sudah online dengan menunjukkan bukti historis berupa online Traffic MRTG (monitoring routing traffic grapher), tentunya mereka tidak dapat menunjukkan versi online nya, karena MRTG juga direkayasa untuk serah terima pekerjaan tersebut. Banyak tipu menipu untuk mengamankan peserta titipan ini, karena sejak awal memang sudah bermasalah. Salah satu keributan yang belum mereda adalah konflik antara SIMS (pimpinan Gugun/adiknya Agum Gumelar) dengan ISATNET (mitra SIMS yang dipimpin Freddy Candra). Disini posisi oknum PKS tersebut jelas cuci tangan, karena dana pemenangan sudah mereka terima, dan tidak mau ambil pusing atas permasalahan yang terjadi saat implementasi nanti.
Siapa Adiseno ?
Aseng, julukan Dr.Ir. Adiseno adalah mantan staf Wahyu Sakti Trenggono, konglomerat sektor telekomunikasi Indonesia yang memiliki banyak perusahaan telekomunikasi. Wahyu Sakti Trenggono adalah penguasa atau raja di PT Telkom dan punya pengaruh sangat besar di Kemen Infokom. Sebelumnya ia adalah pengurus teras PKS, sebelum lompat ke PAN dan sekarang loncat lagi ke PDIP.
Sebagai mantan anak buah Wahyu Sakti Trenggono , Adiseno banyak mengenal vendor, sehingga mudah baginya mengatur siapa vendor-vendor yang diterima, seperti produk Juniper (kerjasama dengan Deddy Nurcahyo, Enterprise Account Manager), sehingga tidak heran, dari paket NIX (Phase I dan II), SIMMLIK, Upstream Internet, dan Internasional IX semua produk jaringan dikuasai merek Juniper.
Latar belakang Dr. Ir. Adiseno (adiseno@kominfo.go.id) sebelumnya bertugas di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Bandung – Cisitu), sejak Awal Januari 2010, ditunjuk Ucok alias Tifatul Sembiring sebagai anggota BRTI menggantikan Prof. Abdullah Alkaff. Pendidikan S-3 Royal Institute of Technology-Swedia (2003), S-1 Delft Universite of Technology (1994), SMA Negeri II di Bandung, SMP Negeri 15 di Bandung, SD GIKI di Bandung. Status kepegawaian: PNS (NIP 196711141987011001, sejak 1 Januari 1987).
Keterlibatan Adiseno Pada korupsi MPLIK di BP3TI dan TELKOM
Korupsi pada proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Rp. 78 milyar oleh Dirut PT Telkom Arif Yahya bersama PT. Geosys Alexindo, milik Arif Yahya dan Adiseno sendiri.
Korupsi TELKOM di proyek MPLIK adalah korupsi yang dilakukan Direktur Utama TELKOM Arif Yahya. Kerugian negara sekitar Rp. 78 Milyar. Korupsi Rp. 78 Milyar ini dilakukan Arif Yahya sebelum dia menjabat Dirut Telkom. Saat itu dia sebagai Direktur EWS (Enterprise & Wholesale) TELKOM, pejabat yang bertanggung jawab dalam pengerjaan proyek MPLIK.
PT. Telkom adalah BUMN pemenang tender pengadaan MPILK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) dari BP3TI Kominfo RI. Paket yang dimenangkan TELKOM terdiri dari paket 4,12,13,14,17 dan 20 diberbagai wilayah Indonesia total 588 unit MPILK senilai Rp. 520 M. Sesuai dengan kontrak, seluruh unit MPLIK harus siap beroperasi pada tanggal 26 Maret 2012. Penanggungjawab adalah Arif Yahya sebagai Direktur EWS TELKOM.
Proyek MPLIK dikerjakan oleh EGM Dives dengan struktur pelaksanaan sebagai berikut : dibentuk konsorsium rekanan, tugas masing-masing rekanan, bisnis model dan tahapan pembayaran proyek seperti yang ada dalam kontrak perjanjian.
Konsorsium rekanan terdiri dari : Direktorat EWS, PT. PIN, PT. Geoys dan PT. Metra dengan PT. TELKOM sebagai penanggungjawab utama. Khusus untuk pelaksanaan proyek ini, sesuai dengan peraturan internal PT. Telkom, Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PUNYA kewenangan transaksional. Kewenangan diberikan pada unit bisnis Dit EWS yaitu EGM Dives dengan limit maksimum transaksi Rp. 25 Milyar.
Kewenangan pengadaan di atas Rp. 25 milyar sesuai kententuan internal TELKOM ada pada Direktur Utama atau Direktur Procurement Telkom. Lalu bagaimana modus Arif Yahya Dir EWS PT. Telkom saat itu melakukan korupsinya? Mari kita bongkar satu persatu.
Pertama : Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PERNAH menyampaikan laporan terhadap struktur konsorsium kepada Rapat Direksi Telkom. Kedua : Direksi Telkom juga tidak pernah mendapatkan laporan tentang kontrak, aspek legal, keputusan-keputusan dan lain-lain yang dilakukan konsorsium. Padahal, ada surat BP3TI Kominfo tanggal 9 Januari 2012 dan nota dinas Direktur Compliance & Risk Management (CRM) Prasetio tanggal 3 Feb 2012.
Kedua surat dan nota dinas tersebut tidak pernah ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh Arif Yahya selaku Direktur EWS ke Dewan Direksi. Arif Yahya sengaja menyembunyikan kedua surat tersebut agar tidak diketahui dewan direksi TELKOM agar dia bisa melakukan penyimpangan.
Pada tanggal 8 Mei 2012 Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah melalui Disposisi kepada Direktur EWS Arif Yahya untuk meminta tindaklanjut solusi. Disposi Dirut Telkom itu untuk atasi keterlambatan yang berisiko terhadap pengenaan denda dan sanksi lain (perdata/pidana) sesuai Perpres 54/2010.
Disposisi Dirut Telkom itu juga ditembuskan ke Chief Operating Officer (COO), Direktur CRM, Dirkeu Sudiro Asno dan Komut Jusman S Djamal. Terhadap disposisi Dirut Telkom itu, TIDAK ADA tanggapan sama sekali apalagi tindak lanjut dari Direktur EWS Arif Yahya.
Akibat dari penyimpangan yang dilakukan oleh Arif Yahya tersebut, Arif Yahya dipastikan sudah melanggar hukum dan melakukan penyalahgunaan wewenang. Arif Yahya selaku Direktur EWS secara diam-diam tanpa sepengetahuan Dewan Direksi Telkom telah menunjuk PT. Geosys sebagai rekanan secara melanggar hukum.
PT. Geosys ditunjuk secara langsung oleh Arif Yahya tanpa adanya syarat-syarat yang memadai untuk itu dan tanpa melalui prosedur. Penunjukan oleh Arif Yahya itu adalah diluar kewenangannya. Belakangan diketahui bahwa PT. Geosys itu adalah milik Arif Yahya sendiri bersama – sama Adiseno cs.
Perjanjian atau kontrak kerja antara Telkom dengan Geosys ditandatangani Abdus Somad Arif Vice President EWS Telkom, staf Arif Yahya. Abdus Somad kini dipromosikan Arif Yahya sebagai Direktur Network PT. Telkomsel sebagai upah balas jasa membantu Arif Yahya korupsi di Proyek MPLIK atau bisa jadi sebagai upah jasa tutup mulut terhadap korupsi – korupsi Arif Yahya di Telkom.
Adapun awal dari seluruh praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ini diawali dari keputusan mengenai tender yang diatur oleh oknum Dewan Syuro PKS (realisasinya hanya beberapa gelintir orang yang terlibat, lebih disebabkan karena banyak yang tidak mengerti tentang proyek ini. Tapi bagi yang benar-benar mengerti, telah menggila seperti kesetanan, agar dapat dana dari proyek ini). Mereka taunya beres, karena telah melimpahkan wewenang ini kepada Asen (julukan Dr. Adiseno) untuk menjalankan dan mengamankan korupsi ini.
Tapi karena Asen merasa sering dikadalin oleh Panitia (beberapa titipan jagoan nya sering gagal di pelaksanaan tender), untuk akhir tahun 2011 ini, oknum PKS tersebut jadi gila-gilaan mengendalikan pelaksanaan tender di BP3TI Kementerian Kominfo, bahkan tidak sungkan-sungkan tim atau kaki tangannya melakukan negosiasi besarnya suap langsung dengan peserta tender/lelang yang akan dimenangkan.
Seluruh pelaksanaan tender di BP3TI (dulu BTIP atau ) dikontrol penuh oleh si Asen ini (julukan Adiseno). Kaki tanganya terdiri dari Saut (bidang Teknis) dan Tyas Utomo atau biasa disapa dengan Pak Uut (negosiasi komitmen).
Saut punya 2 staf pelaksana yakni Ardi Kuntjoro dan Edwin Rovantara. Mereka yang bertugas berkoordinir dengan Panitia Tender (diketuai Berry) untuk mengatur spesifikasi teknis yang dipakai dan yang akan dimenangkan tim penilainya. Untuk pengelabuan juga ada konsultan yang diundang, agar seolah-olah ada tim independent dalam pelaksanaan proye. Namun, namun keputusan tetap di tangan Berry.
Atas jasa menggunakan merk yang dipakai, maka tim teknis ini meminta fee sekitar 10%-20% dari vendor. Pendapatan ini tidak diinformasikan atau disetor ke pimpinan PKS, karena suap fee ini dianggap sebagai kreativitas tim pelaksana dan sebagai pendapatan untuk menutupi operasional mereka, dan sisanya puluhan miliar rupiah masuk kantong mereka.
Sedangkan disisi negosiasi komitmen, Tyans Utomo alias Uut memiliki 2 staf, yakni Lutfi dan Johan Neesken. Tim ini terkenal garang dan serakah dalam mengutip atau menentukan besar jumlah suap yang harus dii bayar peserya tender sebelum tender dimulai.
Negoasiasi dengan para peserta yang akan dimenangkan telah berjalan 3 hingga 6 bulan sebelum tender dimulai. Fee suap harus sebagian dibayar di depan jika satu perusahaan peserya tender sudah disepakati sebagai pemenang tender di BP3TI Kementerian Kominfo.
Karena persyaratan perusahaan yang ikut harus memiliki ijin NAP dari Postel-Kominfo, maka tim lapangan PKS terus bergerilya untuk melakukan meeting-meeting. Biasanya di Citos (Cilandak Town Square), Arcadia-Plasa Senayan, Kuningan Suite, Oakwood (atau seputaran Mega Kuningan) Jakarta Selatan, dan lainnya .
Bagi vendor yang siap untuk menerima kondisi pembayaran fee 15% dimuka akan mendapat wilayah kerja yang lebih gemuk. Karena banyak vendor yang tidak gampang percaya, maka akhirnya diganti menjadi beberapa tahap, tergantung negosiasi, misalnya 30% saat pengumuman pemenang, 40% saat pencairan dowyn payment, dan 30% pelunasannya paling lama sebulan kemudian.
Untuk memastikan bahwa jagoan-jagoan yang dititipkan ini bakal menang, maka tender seperti biasa dibagi dalam 2 sampul (seperti tahun-tahun sebelumnya), tapi pemasukan dokumennya (administrasi, teknis dan harga) sekaligus.
Tahap pertama adalah pembukaan sampul teknis, tahap kedua adalah pembukaan sampul harga. Antara tahap pertama dan kedua ada jeda beberapa hari. Uniknya, dokumen yang akan dijadikan pemenang, dapat keluar / dicabut dari panitia untuk dilengkapi lagi oleh peserta yang akan dimenangkan tersebut, jika ada yang kurang lengkap atau kurang benar agar nilai administrasi dan teknisnya sempurna.
Tentunya perbaikan dokumen ini harus selesai dalam 1 malam, agar tidak banyak yang curiga. Sama hal nya dengan harga. Seluruh dokumen harga yang masuk, ‘diintip’ oleh mereka (tentunya kerjasama dengan panitia), sehingga harga dari peserta lain (yang ada dibawah peserta yang akan dimenangkan) akan digugurkan secara administrasi atau teknis. Ini cara gampang tentunya panitia terlibat didalamnya.
Untuk menjaga agar peserta yang akan dimenangkan tersebut tidak membanting harga (sekalipun sudah disepakati sejak awal bahwa harga dikontrol oleh Tim PKS), maka amplop harga yang tidak sesuai dengan kesepakatan, diminta ditukar dan dimasukkan harga baru (selisih harga menjadi milik Tim PKS). seluruh nya sudah diatur rapi agar secara administrasi dan teknis, semua dokumen yang tercatat sudah sesuai prosedur.
Jadi jika ditanya apakah pelaksanaan tender ini sesuai dengan aturan Perpres 54/2010, jelas jawaban : Sudah ! Karena secara administrasi semua sudah dijalankan secara prosedur. Tapi jika ditanya cara pelaksanaanya, tentunya tidak satupun bisa membantah telah terjadi banyak pelanggaran.
Jika Pihak KPK atau LKPP ikut mengawasi jalannya tender ini sejak awal, maka kemungkinan kebocoran diatas pasti dapat dikurangi dan pelaku mafia lelang / tender di BP3TI ini bisa ditangkap. Masalahnya, tidak ada wakil KPK atau LKPP yang mengawasi pelaksanaan tender di BP3TI tersebut.
Semua yang terlibat atau disebutkan di atas harus diawasi penuh oleh KPK/Bareskrim/Kejaksaan atau pihak yang berwenang, jika ingin menangkap mereka. Kalau perlu telepon mereka disadap semua (HP, telepon rumah, kantor, istri, keluarga), termasuk Dewan Syuro. Juga perlu dibuntuti sepanjang hari, kapan mereka akan mengambil dana dari pemenang tender. Pasti deh mudah ditangkap.
Contoh, untuk pelaksanaan tender NIX, tanggal 21 November 2011 lalu. Sekalipun sangat aneh, dimana peserta lelang /tender diinformasikan via facsimile satu persatu pada hari Sabtu 19 November 2011, (Tanggal pengumuman pemenang administrasi dan teknis tertulis Jumat, 18 November 2011).
Ini strategi dari panitia (Berry cs) agar peserta yang digagalkan tidak marah besar saat hari kerja. Karena peserta tahun lalu yang menang dan bekerja dengan benar tapi sulit diajak negosiasi masalah fee (seperti Telkom, Lintasarta, dsb) seluruhnya digugurkan, diganti peserta abal-abal yang tidak jelas, apakah dapat bekerja dengan baik sesuai spesifikasi teknis yang diwajibkan. Karena kenyataannya, tahun lalu, peserta yang abal-abal banyak yang terlambat atau macet, seperti PT. SIMS (untuk proyek PLIK Jawa Barat), Jastrindo (untuk proyek Jawa Tengah), SATNET (untuk NIX Phase 1 di Ternate dan Jayapura), SMS (untuk proyek SIMMLIK Jakarta).
Hingga sekarang tidak jelas, kapan proyek-proyek yang macet tersebut akan diselesaikan. Kemungkinan besar proyek – proyek tersebut akan mangkrak abadi dan menjadi kerugian negara sepenuhnya.
PT Telkom Indonesia yang semula tidak mau terlibat korupsi dan suap dalam lelang dan pelaksanaan proyek di BP3TI akhirnya tergoda dan ikut dalam permainan suap dan korupsi di BP3TI Kominfo. Bahkan sekarang PT Telkom merajai proyek – proyek sarat muatan korupsi di BP3TI.
Dalam pelaksanaan lelang / tender tersebut, intervensi atau tekanan piminan PKS ke staf pelaksana di BP3TI Kominfo sangat terasa. PKS intervensi uji fungsi dan serah terima pekerjaan dengan memaksakan agar kehendaknya diterima Panitia Tender. PKS menekan Panitia Tender BP3TI agar melakukan segala cara memanipulasi semua dokumen dan prosedur secara rapih agar tidak menjadi temuan dalam audit BPK. Walau pun begitu, untuk memastikan korupsi mereka tidak jadi temuan BPK, Pimpinan PKS melalui jaringannya menyuap anggota BPK Barullah Akbar agar ikut mengamankan hasil audit BPK terhadap BP3TI dan BUMN yang terlibat korupsi di BP3TI seperti PT. Telkom Indonesia.
Kenyataannya, jika setiap Peserta Titipan tersebut diminta untuk membuktikan bahwa jaringan yang mereka pasang sudah online dengan menunjukkan bukti historis berupa online Traffic MRTG (monitoring routing traffic grapher), tentunya mereka tidak dapat menunjukkan versi online nya, karena MRTG juga direkayasa untuk serah terima pekerjaan tersebut. Banyak tipu menipu untuk mengamankan peserta titipan ini, karena sejak awal memang sudah bermasalah. Salah satu keributan yang belum mereda adalah konflik antara SIMS (pimpinan Gugun/adiknya Agum Gumelar) dengan ISATNET (mitra SIMS yang dipimpin Freddy Candra). Disini posisi oknum PKS tersebut jelas cuci tangan, karena dana pemenangan sudah mereka terima, dan tidak mau ambil pusing atas permasalahan yang terjadi saat implementasi nanti.
Siapa Adiseno ?
Aseng, julukan Dr.Ir. Adiseno adalah mantan staf Wahyu Sakti Trenggono, konglomerat sektor telekomunikasi Indonesia yang memiliki banyak perusahaan telekomunikasi. Wahyu Sakti Trenggono adalah penguasa atau raja di PT Telkom dan punya pengaruh sangat besar di Kemen Infokom. Sebelumnya ia adalah pengurus teras PKS, sebelum lompat ke PAN dan sekarang loncat lagi ke PDIP.
Sebagai mantan anak buah Wahyu Sakti Trenggono , Adiseno banyak mengenal vendor, sehingga mudah baginya mengatur siapa vendor-vendor yang diterima, seperti produk Juniper (kerjasama dengan Deddy Nurcahyo, Enterprise Account Manager), sehingga tidak heran, dari paket NIX (Phase I dan II), SIMMLIK, Upstream Internet, dan Internasional IX semua produk jaringan dikuasai merek Juniper.
Latar belakang Dr. Ir. Adiseno (adiseno@kominfo.go.id) sebelumnya bertugas di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, Bandung – Cisitu), sejak Awal Januari 2010, ditunjuk Ucok alias Tifatul Sembiring sebagai anggota BRTI menggantikan Prof. Abdullah Alkaff. Pendidikan S-3 Royal Institute of Technology-Swedia (2003), S-1 Delft Universite of Technology (1994), SMA Negeri II di Bandung, SMP Negeri 15 di Bandung, SD GIKI di Bandung. Status kepegawaian: PNS (NIP 196711141987011001, sejak 1 Januari 1987).
Keterlibatan Adiseno Pada korupsi MPLIK di BP3TI dan TELKOM
Korupsi pada proyek Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) Rp. 78 milyar oleh Dirut PT Telkom Arif Yahya bersama PT. Geosys Alexindo, milik Arif Yahya dan Adiseno sendiri.
Korupsi TELKOM di proyek MPLIK adalah korupsi yang dilakukan Direktur Utama TELKOM Arif Yahya. Kerugian negara sekitar Rp. 78 Milyar. Korupsi Rp. 78 Milyar ini dilakukan Arif Yahya sebelum dia menjabat Dirut Telkom. Saat itu dia sebagai Direktur EWS (Enterprise & Wholesale) TELKOM, pejabat yang bertanggung jawab dalam pengerjaan proyek MPLIK.
PT. Telkom adalah BUMN pemenang tender pengadaan MPILK (Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan) dari BP3TI Kominfo RI. Paket yang dimenangkan TELKOM terdiri dari paket 4,12,13,14,17 dan 20 diberbagai wilayah Indonesia total 588 unit MPILK senilai Rp. 520 M. Sesuai dengan kontrak, seluruh unit MPLIK harus siap beroperasi pada tanggal 26 Maret 2012. Penanggungjawab adalah Arif Yahya sebagai Direktur EWS TELKOM.
Proyek MPLIK dikerjakan oleh EGM Dives dengan struktur pelaksanaan sebagai berikut : dibentuk konsorsium rekanan, tugas masing-masing rekanan, bisnis model dan tahapan pembayaran proyek seperti yang ada dalam kontrak perjanjian.
Konsorsium rekanan terdiri dari : Direktorat EWS, PT. PIN, PT. Geoys dan PT. Metra dengan PT. TELKOM sebagai penanggungjawab utama. Khusus untuk pelaksanaan proyek ini, sesuai dengan peraturan internal PT. Telkom, Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PUNYA kewenangan transaksional. Kewenangan diberikan pada unit bisnis Dit EWS yaitu EGM Dives dengan limit maksimum transaksi Rp. 25 Milyar.
Kewenangan pengadaan di atas Rp. 25 milyar sesuai kententuan internal TELKOM ada pada Direktur Utama atau Direktur Procurement Telkom. Lalu bagaimana modus Arif Yahya Dir EWS PT. Telkom saat itu melakukan korupsinya? Mari kita bongkar satu persatu.
Pertama : Arif Yahya sebagai Direktur EWS TIDAK PERNAH menyampaikan laporan terhadap struktur konsorsium kepada Rapat Direksi Telkom. Kedua : Direksi Telkom juga tidak pernah mendapatkan laporan tentang kontrak, aspek legal, keputusan-keputusan dan lain-lain yang dilakukan konsorsium. Padahal, ada surat BP3TI Kominfo tanggal 9 Januari 2012 dan nota dinas Direktur Compliance & Risk Management (CRM) Prasetio tanggal 3 Feb 2012.
Kedua surat dan nota dinas tersebut tidak pernah ditanggapi dan ditindaklanjuti oleh Arif Yahya selaku Direktur EWS ke Dewan Direksi. Arif Yahya sengaja menyembunyikan kedua surat tersebut agar tidak diketahui dewan direksi TELKOM agar dia bisa melakukan penyimpangan.
Pada tanggal 8 Mei 2012 Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah melalui Disposisi kepada Direktur EWS Arif Yahya untuk meminta tindaklanjut solusi. Disposi Dirut Telkom itu untuk atasi keterlambatan yang berisiko terhadap pengenaan denda dan sanksi lain (perdata/pidana) sesuai Perpres 54/2010.
Disposisi Dirut Telkom itu juga ditembuskan ke Chief Operating Officer (COO), Direktur CRM, Dirkeu Sudiro Asno dan Komut Jusman S Djamal. Terhadap disposisi Dirut Telkom itu, TIDAK ADA tanggapan sama sekali apalagi tindak lanjut dari Direktur EWS Arif Yahya.
Akibat dari penyimpangan yang dilakukan oleh Arif Yahya tersebut, Arif Yahya dipastikan sudah melanggar hukum dan melakukan penyalahgunaan wewenang. Arif Yahya selaku Direktur EWS secara diam-diam tanpa sepengetahuan Dewan Direksi Telkom telah menunjuk PT. Geosys sebagai rekanan secara melanggar hukum.
PT. Geosys ditunjuk secara langsung oleh Arif Yahya tanpa adanya syarat-syarat yang memadai untuk itu dan tanpa melalui prosedur. Penunjukan oleh Arif Yahya itu adalah diluar kewenangannya. Belakangan diketahui bahwa PT. Geosys itu adalah milik Arif Yahya sendiri bersama – sama Adiseno cs.
Perjanjian atau kontrak kerja antara Telkom dengan Geosys ditandatangani Abdus Somad Arif Vice President EWS Telkom, staf Arif Yahya. Abdus Somad kini dipromosikan Arif Yahya sebagai Direktur Network PT. Telkomsel sebagai upah balas jasa membantu Arif Yahya korupsi di Proyek MPLIK atau bisa jadi sebagai upah jasa tutup mulut terhadap korupsi – korupsi Arif Yahya di Telkom.
0
3.4K
Kutip
16
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.9KThread•41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru