- Beranda
- Berita dan Politik
[Trit Mikir] Hadi Poernomo Punya 'Senjata Pemusnah Massal' Menggigit Sri Mulyani?
...
TS
EconomicHitman
[Trit Mikir] Hadi Poernomo Punya 'Senjata Pemusnah Massal' Menggigit Sri Mulyani?
Quote:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menegaskan perseteruan antara Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo (HP) dengan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Idrawati (SMI) sudah terjadi sejak lama.
"Ketika masih menjadi Dirjen Pajak, HP telah menolak 3 kali permohonan keberatan pajak Halliburton yang nilainya ratusan juta dollar. Makanya ketika SMI menjadi Menkeu, tanggal 21 April 2006, SMI memberhentikan HP. Diganti oleh Darmin Nasution," kata Soesatyo ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Tidak lama menjabat, Soesatyo mengatakan keberatan pajak Halliburton dikabulkan oleh Darmin. Kebetulan yang menjabat Direktur PPh adalah orang yang sama yang menolak BCA.
"Dan begitu Darmin menduduki kursi Dirjen Pajak, maka keberatan pajak Halliburton langsung dikabulkan oleh Darmin dengan menghilangkan dokumen pandangan hukum," katanya.
Lanjut Soesatyo disinilah harusnya KPK juga masuk memeriksa Darmin atas potensi kerugian negara ratusan juta dolar AS.
"Sebenarnya kita tinggal tunggu saja serangan balik HP. Sebab, Jangan heran, HP masih punya senjata pemusnah massal yang akan menggigit kepentingan AS dan SMI beserta kroninya di Indonesia yaitu kasus PT. Freeport," katanya.
Hasil pemeriksaan Freeport, menurut Soesatyo, sebenarnya telah lengkap. Namum kabarnya diintervensi langsung oleh kekuasaan. Sehingga Surat Ketetapan Pajak (SKP) konon berkurang sampai Rp 1 triliun lebih.
"Saya dengar, semua berkas sudah ada ditangan HP. Tinggal diledakkan saja," katanya.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi, menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai dirjen pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan.
Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu Dolar AS pada tahun 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
sumber
"Ketika masih menjadi Dirjen Pajak, HP telah menolak 3 kali permohonan keberatan pajak Halliburton yang nilainya ratusan juta dollar. Makanya ketika SMI menjadi Menkeu, tanggal 21 April 2006, SMI memberhentikan HP. Diganti oleh Darmin Nasution," kata Soesatyo ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Tidak lama menjabat, Soesatyo mengatakan keberatan pajak Halliburton dikabulkan oleh Darmin. Kebetulan yang menjabat Direktur PPh adalah orang yang sama yang menolak BCA.
"Dan begitu Darmin menduduki kursi Dirjen Pajak, maka keberatan pajak Halliburton langsung dikabulkan oleh Darmin dengan menghilangkan dokumen pandangan hukum," katanya.
Lanjut Soesatyo disinilah harusnya KPK juga masuk memeriksa Darmin atas potensi kerugian negara ratusan juta dolar AS.
"Sebenarnya kita tinggal tunggu saja serangan balik HP. Sebab, Jangan heran, HP masih punya senjata pemusnah massal yang akan menggigit kepentingan AS dan SMI beserta kroninya di Indonesia yaitu kasus PT. Freeport," katanya.
Hasil pemeriksaan Freeport, menurut Soesatyo, sebenarnya telah lengkap. Namum kabarnya diintervensi langsung oleh kekuasaan. Sehingga Surat Ketetapan Pajak (SKP) konon berkurang sampai Rp 1 triliun lebih.
"Saya dengar, semua berkas sudah ada ditangan HP. Tinggal diledakkan saja," katanya.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi, menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai dirjen pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan.
Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu Dolar AS pada tahun 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
sumber
Quote:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pencopotan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo di era Menkeu Sri Mulyani April 2006, menyulut kontroversi baru. Pencopotan Hadi oleh Sri Mulyani menurut 'bocoran' yang diungkap Wikileaks, Minggu (4/5/2014) tak lepas dari intervensi asing.
Menurut Politisi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, penggantian Dirjen Pajak yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 merupakan kewenangan langsung seorang menteri. Apalagi Dirjen Pajak ada di bawah kewenangan langsung Menteri Keuangan.
"Kenapa untuk menggantikannya harus menunggu rekomendasi dari bank dunia dan IMF segala?" ujar Misbakhun kepada Tribunnews, Senin (5/5/2014).
Misbakhun mempertanyakan relevansi Bank Dunia dan IMF ikut campur dalam urusan pergantian jabatan eselon 1 seperti dirjen pajak yang saat itu dijabat oleh Hadi Poernomo. Sebagai negara merdeka dan berdaulat, menurutnya seharusnya urusan mutasi seorang pejabat adalah kewenangan penuh seorang menteri dan presiden.
"Kalau sampai ada intervensi Bank Dunia dan IMF maka itu menunjukkan bahwa kedaulatan bangsa ini telah digadaikan oleh pemilik kekuasaan karena membiarkan bangsa Indonesia diintervensi," ujar mantan politisi PKS itu.
Seperti diberitakan Wikileaks membocorkan kawat diplomatik rahasia berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, kemudian dilansir di laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014).
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
sumber
Menurut Politisi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, penggantian Dirjen Pajak yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 merupakan kewenangan langsung seorang menteri. Apalagi Dirjen Pajak ada di bawah kewenangan langsung Menteri Keuangan.
"Kenapa untuk menggantikannya harus menunggu rekomendasi dari bank dunia dan IMF segala?" ujar Misbakhun kepada Tribunnews, Senin (5/5/2014).
Misbakhun mempertanyakan relevansi Bank Dunia dan IMF ikut campur dalam urusan pergantian jabatan eselon 1 seperti dirjen pajak yang saat itu dijabat oleh Hadi Poernomo. Sebagai negara merdeka dan berdaulat, menurutnya seharusnya urusan mutasi seorang pejabat adalah kewenangan penuh seorang menteri dan presiden.
"Kalau sampai ada intervensi Bank Dunia dan IMF maka itu menunjukkan bahwa kedaulatan bangsa ini telah digadaikan oleh pemilik kekuasaan karena membiarkan bangsa Indonesia diintervensi," ujar mantan politisi PKS itu.
Seperti diberitakan Wikileaks membocorkan kawat diplomatik rahasia berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, kemudian dilansir di laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014).
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
sumber
Quote:
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI (Komisi Keuangan) DPR RI dari Golkar, Harry Azhar Azis, menduga pemecatan Hadi Poernomo (HP) sebagai Dirjen Pajak oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tahun 2006 benar karena desakan Amerika Serikat (AS) melalui IMF (dana moneter internasional).
"Tapi itu kan spekulasi. Yang menjadi pertanyaan, HP jadi tersangka apakah "bermain sendiri" atau HP juga dapat tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu, ini yang harus dibuktikan oleh KPK," kata Harry ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Menurut Harry, siapa saja yang langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhi HP berbuat seperti itu tentu juga akan terjerat tindak pidana.
"Kalau benar atas perintah IMF, berarti yang diuntungkan adalah BCA, BCA mungkin saja terlibat atau tidak terlibat, kalau dilihat lebih besar perspektifnya, berarti IMF memandang BCA lebih penting dari bank-bank lain yang kasus keberatan pajaknya ditolak oleh mantan Dirjen pajak HP," katanya.
Yang jadi pertanyaan lagi, kata Harry, seberapa penting BCA dalam posisi perbankan nasional waktu itu.
"Itu yang harus dijelaskan oleh pengambil kebijakan dan sekaligus bahan perdebatan pengamat ekonomi," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi, menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai dirjen pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan.
Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu dolar AS pada tahun 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. (aco)
sumber
"Tapi itu kan spekulasi. Yang menjadi pertanyaan, HP jadi tersangka apakah "bermain sendiri" atau HP juga dapat tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu, ini yang harus dibuktikan oleh KPK," kata Harry ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (5/5/2014).
Menurut Harry, siapa saja yang langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhi HP berbuat seperti itu tentu juga akan terjerat tindak pidana.
"Kalau benar atas perintah IMF, berarti yang diuntungkan adalah BCA, BCA mungkin saja terlibat atau tidak terlibat, kalau dilihat lebih besar perspektifnya, berarti IMF memandang BCA lebih penting dari bank-bank lain yang kasus keberatan pajaknya ditolak oleh mantan Dirjen pajak HP," katanya.
Yang jadi pertanyaan lagi, kata Harry, seberapa penting BCA dalam posisi perbankan nasional waktu itu.
"Itu yang harus dijelaskan oleh pengambil kebijakan dan sekaligus bahan perdebatan pengamat ekonomi," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus suap pajak Bank Central Asia (BCA), Hadi Poernomo, ternyata pernah menjadi orang kuat saat menjadi pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan RI.
Hadi, menjadi Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu RI yang korup tapi tetap dipertahankan selama era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga tetap bertahan meski menteri keuangan sudah empat kali diganti.
Namun, keperkasaannya tersebut tak berdaya setelah SBY menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Hanya dalam jangka waktu lima bulan sejak dilantik, Sri Mulyani sukses melengserkan Hadi Poernomo sebagai dirjen pajak.
Ternyata, keberhasilan Sri Mulyani menggulingkan dirjen korup tersebut bukan lantaran ada programnya pribadi untuk mereformasi institusi perpajakan.
Menurut laporan dalam kawat diplomatik rahasia Amerika Serikat berkode JAKARTA 00005420 001.2 OF 004, seperti yang dilansir dari laman wikileaks.org, Minggu (4/5/2014), Sri Mulyani didesak melengserkan Hadi Poernomo yang dinilai merugikan pebisnis AS.
"Ketika Sri Mulyani mengunjungi Washington DC untuk bertemu World Bank (Bank Dunia) dan International Monetary Fund (IMF), komunitas lembaga donor mendesaknya untuk 'membuat gebrakan' yakni memecat Poernomo," terang dokumen tersebut.
Sehari setelah Sri Mulyani kembali ke Indonesia, yakni 26 April 2006, ia langsung melantik Darmin Nasution sebagai pengganti Hadi Poernomo.
Masih menurut laporan intelijen AS tersebut, Darmin Nasution dinilai bukan sosok ideal sebagai pengganti Hadi Poernomo dan juga untuk melindungi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia semisal Freeport.
Namun, laporan itu menyebutkan seorang insurance executive di barat mengatakan, sosok Darmin bisa melakukan apa saja untuk menyelesaikan persoalan.
Contohnya, Darmin berani "membayar" Komisi XI DPR Ri senilai 100 ribu dolar AS pada tahun 2004, demi memuluskan amandemen undang-undang kepailitan.
Hingga berita ini dimuat, belum diperoleh konfirmasi dari mantan Dirjen Pajak Kementeriaun Keuangan Hadi Poernomo, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. (aco)
sumber
lawakan gratis nih gan di siang hari.
dikit2 konspirasi dikit2 mamarika
sama aja kayak ane 5 tahun lalu yg percaya stengah mati sama buku John Perkins, yg akhirnya bikin ane buat id ini.
ane post tiga berita, adakah yg tau apa kesamaan tiga berita itu?
Diubah oleh EconomicHitman 05-05-2014 05:48
0
5.8K
Kutip
47
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
676.5KThread•46.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya