Kardus menumpuk disana sini. Aku sibuk cek semua barang yang ada. Hari ini aku baru sampai Jakarta, sebelumnya tinggal di Semarang. Papa ku pindah dinas jadi semua orang ikut pindah, termasuk kakak ku yang pindah kuliah.
“Mah, aku nanti sekolah dimana?” Tanyaku
“Deket kampus mas mu. Biar kalo berangkat sekalian. Irit” Jawab Mama.
“Bagus gak mah?”
“Ya nanti ditengok aja sama mas. Sekalian muter-muter Jakarta biar tau jalan”
Dirumah ini aku tinggal sama papa, mama dan dua orang kakak cowok. Dimas dan Sandi. Dimas yang paling tua, dia yang duluan di Jakarta karena memang dapet kerja disini. Kakakku Sandi sudah semester 5.
Tadinya mau disuruh lanjut di Semarang saja sama Papa, tapi Mas Sandi anak kesayangan Mama, jadi Mama gak sanggup jauh-jauh dari Mas Sandi.
Semua barang sudah diturunkan dari truk. Hari juga udah siang. Aku mencari mas sandi keliling rumah.
“Mas, ayo liat sekolah ku”
“Iya mbok yo sabar”
“Luwe aku mas”
Mas sandi sibuk cari kunci mobil, terus narik tanganku. “Ayo tuan putri”.
45 menit ditambah nyasar untuk sampai kedepan sekolahku yang baru. Mas sandi memarkirkan kendaraan. Aku pun turun mengamati. Hanya dua lantai, kecil. ‘Ah mungkin masih ada bangunan tambahan dibelakang’ kata ku dalam hati. Aku berjalan ke sisi kiri dan mengarah ke samping dan ternyata memang cuma segitu bangunannya. Akupun kembali ke gerbang dan berjalan masuk.
Ku lihat beberapa anak laki-laki memakai flannel dan celana outdoor dengan carrier disampingnya. Pasti pecinta alam. ‘Wah ada ekskul pecinta alam’ aku senang melihatnya, aku sendiri sudah pernah mendaki 3S, slamet-sindoro-sumbing.
Dua kakakku adalah pecinta alam. Aku selalu mendaki bersama mereka. Karena Mama dan Papa hanya memberi izin jika mendaki bersama kakakku. Pernah satu kali mencoba izin untuk pergi sama teman, tapi malah dimarahi.
Aku mendekat. Mereka sudah bubar barisan. Aku makin dekat.
“Hai” aku sapa cowo dengan flanel merah maroon putihnya.
Dia melihat dan terpaku beberapa saat. Mukanya kaget.
“ehmm.. iya hai” ia balik menyapa.
“ini ekskul pecinta alam ya, ka?”
“iya. Anak sini?”
“Baru mau pindah. Senin masuk kayanya”
“Kalo mau ikut gimana ya kak?” tiba-tiba saja aku kepingin ikut spontan. Urusan boleh sama mama atau gak bisa diurus ntar pikirku.
“Oi bang, ini ada anak baru mau ikut.” Ia teriak pada temannya dipojokkan.
Temannya berjalan kearahku.
“Lo kelas berapa? Tanyanya.
“Kelas dua kak”.
“Wah kelas dua ya. Kirain kelas satu. Kita sih diklat udah jalan beberapa saat, kalo mau ikut harus tunggu ajaran baru. Tapi ntr lo keburu kelas tiga.”
“Nah terus jadi gimana kak?”. “Gimana ya? Lo serius gak? Apalagi lo cewe takutnya gak kuat ikut gini-gini, nyokap bokap lo repot”.
‘ih diskriminasi amat nih orang. Gak mendukung emansipasi wanita apa ya’ batin gue. Kesel banget rasanya digituin. Gregetan.
“Serius kak. Kalo soal kuat, insyaallah kak. Aku udh pernaik naik slamet, sindoro, sumbing kok kak.”
“Wih, serius lo? Yaudah gini deh kita selasa-jumat ada olahraga. Kalo lo bisa ngimbangin kita latian lo bisa ikut pra-perjalanan panjang ke kencana, bogor, kalo sampe situ masih oke lo boleh ikut perjalanan panjangnya.”
“Bim, ambil terus kasih buku panduannya” katanya ke cowo yang pertama aku ajak ngomong.
Cowo yang dipanggil Bim td pergi ke suatu ruangan dibawah tangga terus balik lg. “Nih” katanya sambil menyodorkan.
“Nah disitu paling belakang. Ada list perlatan perlengkapan yang harus ada semua sebelum pra-pp. Lo cicil gapapa tapi selalu taro diruangan kita ya, tadi tempat Bima ambil buku. Semuanya juga gitu kok.”
“Siap kak” sahutku.
“Oia satu lagi, mentor lo Bima ya. Sampe ketemu hari selasa” katanya padaku.
Aku pamit pulang ke semuanya. Keluar kearah gerbang. Masuk kedalam mobil dan mengajak kakakku pulang. Aku cerita soal aku mau ikut pecinta alam ke mas sandi. Dia cuma bilang, kamu mau bilang apa dek sama mama papa, kaya boleh aja. Aku bujuk-bujuk mas sandi untuk bantu ngerayu mama papa. “tapi aku minta bayaran ya” tawanya.