Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

joghankanyiuAvatar border
TS
joghankanyiu
[Ekspedisi] Raung via Kalibaru 15-16 okt 2013
Salam Lestari Paman2 dan Tante2 OANCers... Perkenankan ane menulis Catatan Perjalanan sewaktu Ekspedisi Halilintar etape 6 Pendakian Gunung Raung.
Ekspedisi Halilintar dilakukan dalam upaya mencapai 20 puncak gunung di Jawa Timur, Bali dan NTB selama 21 hari (3 - 23 oktober 2013).

[Ekspedisi] Raung via Kalibaru 15-16 okt 2013
[Ekspedisi] Raung via Kalibaru 15-16 okt 2013

Quote:


HARI ke 12 (Selasa, 15 Oktober 2013)

Kami sampai dirumah Pak Soeto, Dusun Wonorejo, Kalibaru Pukul 22.30 WIB kemarin malam. Sambutan keluarganya sangat ramah. Rumah Pak Soeto yang seorang pensiunan tentara itu bentuknya sederhana. Tak ada kesan mewah, namun menyampaikan pesan kesederhanaan dan bersahaja. Di ruang tengah dan depannya banyak terlihat foto para pendaki di Gunung Raung. Ada juga peta rute pendakian Raung via Kalibaru yang dibuat oleh Pataga Surabaya. Di rumah di sebuah desa yang asri inilah Kami akan bermalam dan menitipkan sebagian barang.

Spoiler for Rumah Pak Soeto, Kalibaru:

Spoiler for deretan foto pendaki:


Pak Soeto mempersilakan Kami menarok barang diruang tengah dan depan. Tapi besok diminta tolong untuk menyimpan barang di ruang depan, karena akan ada rombongan pendaki yang turun dan akan bermalam.

Bu Soeto telah menyiapkan makan malam. Menunya sangat enak. Ayam goreng dan sambal terasi, dimasak oleh Bu Soeto sendiri. Kami makan dengan lahapnya, maklum saja digunung jarang dapat lauk ayam goreng emoticon-Smilieselesai makan Kami briefing, sekaligus mengecek alat panjat yang akan dibawa nanti. Beberapa webbing 5 meter, 15 meter, karabiner,dan tali (prusik). Selanjutnya packing barang dan tidur.

Pukul 04.30 WIB Ane bangun pagi. Loading sebentar, gulung sleeping bag, dan berangkat mandi ke sungai bersama teman-teman yang lain. Jarak ke sungainya tak terlalu jauh dari rumah pak Soeto, sekitar lima menit jalan kaki. Hari ini adalah hari raya Idul Adha, dan Kami tak mau ketinggalan untuk melaksanakannya. Baru saja sampai di sungai, seorang anggota tim, Aan langsung buka celana, buka baju, dan nyebur ke sungai. Ane gak berani langsung masuk ke sungai. Airnya dingin banget… hehehe. Airnya jernih dan dingin. Mengalir deras diantara bebatuan besar. Kami bermain air dengan gembiranya. Kalau dihitung-hitung, baru sekali Aku mandi selama ekspedisi.

Habis mandi, balik ke rumah dan ganti pakaian. Sembari menunggu teman yang lain, Ane ikutan bantu danpur (komandan dapur) Tiby dan Bu Soeto memotong kol dan wortel. Kami masak buat makan pagi, bekal makan siang dan malam nanti. Sembari motong sayuran di teras rumah, Pak Soeto mengisahkan sejarah pembukaan jalur raung via kalibaru oleh kelompok pecinta alam Pataga, Surabaya.

Spoiler for Peta Jalur:

Menurut beliau, jalur Kalibaru dibuka tahun 1999 selama dua minggu. Membelah hutan lebat sebelum batas vegetasi, dan memilih jalur di terjalnya batuan setelah batas vegetasi. Pendakian normalnya di lakukan dalam 4-5 hari. Paling cepat 3 hari, katanya. Lalu Pak Soeto menanyakan berapa lama Kami akan mendaki. Kami jawab, rencananya 2 hari. Naik siang besok dan turun lusa malam. Beliau bilang itu tak mungkin dilakukan. Belum pernah ada yang secepat itu…

Setelah Sholat Ied dan makan pagi, pada pukul 10.21 WIB Kami mulai pendakian. Berjalan menyusuri jalan aspal Dusun Wonorejo. Melewati sebuah masjid yang lumayan besar dan sekolah dasar. Lima belas menit kemudian, jalan aspal berakhir. Masuk ke jalan tanah , lalu menyempit jadi jalan setapak.

Menyusuri perkebunan kopi. Melintas sungai dan Kebun kopi lagi. Terkadang Kami berpapasan dengan petani yang baru pulang dari kebun dengan motor modifikasinya. Para petani bermotor ini bisa dijadikan ojek dadakan jika tak mau berjalan sampai pos 1.

Kami terus berjalan dengan cepat. Langkah kakinya udah kayak maling diuber warga. Mencapai limit jalan cepat. Sangat cepat. Drap… Drap… Drap, begitulah kira-kira bunyinya. Maklum saja, sekarang "sopir" geng advance adalah Ucok Nainggolan. Ane jalan persis dibelakangnya, jadi kenek… hehehe.

Tak sampai satu setengah jam jalan, Kami sampai di pos 1, atau dikenal juga dengan nama pondok Pak Sunarya. Terdapat persimpangan. Lurus menuju sungai, sumber air, dan belok kanan menuju puncak raung. Kami istirahat dulu. Terlihat wajah teman-teman yang lain kemerahan, ada yang kekuningan, kehijauan, pokoknya udah kayak lampu disko di diskotik dah wajah ini saking panasnya…

Spoiler for Sungai di pos 1, Pondok Pak Sunarya:


Ngupi-ngupi dan ambil air ke sungai. Beberapa orang tak bisa melanjutkan perjalanan karena sakit. Seperti Andi yang sakit perut, Kenek dan Rama kelelahan, Nizar sakit, dan bang Yudha kakinya keseleo. Mereka balik kanan, kembali ke basecamp rumah Pak Soeto.

Puas istirahat dan “mendinginkan mesin”, perjalanan dilanjutkan. Jam menunjukkan pukul 12.20 WIB. siang ini udara terasa panas, terik mentari serasa membakar kulit. Namun ini tak berlangsung lama. Pukul 13.05 WIB, jauh sebelum camp 2, turun rinai dan kabut. Rimba yang awalnya panas, mendadak dingin. Pertanda hujan bakal datang. Kami buru-buru buka keril, periksa plastik keril biar gak tembus air, dan memakai jas hujan. Belum juga terpasang, hujan sudah turun dengan lebatnya. Di sebuah tanjakan, diantara pohon yang lebat dan semak belukar ini, pakaianku basah kuyup. Membuat badan ane menggigil kedinginan.

Setelah jalan beberapa saat, suhu badan terasa normal lagi. Jalannya relatif datar. Terkadang melangkahi atau melewati kolong pohon tumbang yang melintang. Jika tak berhati-hati, duri rotan yang tajam siap menusuk kulit. Lumayan sakit kalau kena. mau coba ???


Sesampai di camp 2, Kami istirahat dulu. Menunggu teman-teman yang masih jauh di belakang. Kami mendirikan bivak, biar gak kena hujan terus. Disini Kami makan siang sekalian membuat teh hangat dan wedang jahe. Habis makan, buka baju dan jas hujan. Ane peras, lalu digantung di ranting pohon. Setelah satu jam istirahat, perjalanan dilanjutkan. Dari sini treknya mulai berat.

Spoiler for nge Bivak di pos 2, break makan siang:


Banyak tanjakan tanah yang Kami lalui. Licin dan sedikit sekali tempat untuk berpegangan kalau manjat. Baru beberapa orang aja yang naik, undakan tempat berpijaknya sudah longsor. Menyisakan pijakan yang licin bak lantai disiram minyak. Selain tak ada pijakan, untuk berpegangan pun susah. Untung kalau ada ranting pohon, buntung kalau kepegang ranting berduri. Beberapa orang kepelesaet karena salah melangkah atau pegangannya copot. Jatuh dan kotor deh.

Efek hujan dan tanjakan curam yang licin membuat stamina terkuras. Sekitar jam empat sore badan ane kembali menggigil kedinginan. Guyuran hujan berjam-jam mengalahkan panas tubuh. Posisi Ane sekarang masih di depan. Bergerak lebih cepat dari tim dibelakang. Karena Kami di depan ditugaskan mencari lokasi untuk ngecamp biar gak kemalaman. Badan sudah bergerak sendiri: Auto Pilot Mode. Mengikuti langkah Wisnu di depan. Kami berusaha secepat mungkin menemukan lokasi camp sebelum hari mulai gelap.

Ucok dan Bewok berada di depan Kami. Kalau menemukan lokasi yang bagus, rencananya Kami akan langsung bangun bivak dan tenda. sesampai di camp 3, kami jumpai ada tempat yang datar, tapi hanya muat untuk satu tenda. lewat, terlalu sempit, di Camp 4 dan Camp 5 sama saja. Akhirnya sampai di Camp 6 atau Pos 3. Kami putuskan ngecamp disini saja. Walaupun tempatnya miring dan sempit.

Di tengah gerimis dan badan menggigil kedinginan, Kami mulai membangun bivak dan tenda. Bivaknya tak bisa banyak, hanya cukup untuk dua buah bivak dengan panjang enam meter. Itupun posisinya miring. Satu bivak di undakan atas, dan satu lagi di undakan bawah, lebih rendah setengah meter. Walaupun begini, bivaknya kokoh menghadapi guyuran hujan dan terpaan angin dingin yang menusuk kulit. Sewaktu di dalam bivak, Ane mendengar Azizah berteriak ada gempa. Aku dan beberapa orang gak merasakannya. Dan beberapa orang lainnya menyadari. Mungkin ada gempa vulkanik tadi, kata ane dalam hati. Sekitar pukul 19.30 WIB Kami makan nasi bungkus. Saking laparnya, Aku makan dengan lahap walaupun nasinya sudah sedikit basah kena air. lauk telor dan sayur wortel terasa bagaikan makanan paling mewah.

Habis makan,gerimis mulai berhenti. Kami buat api unggun. Kami mencari kayu, namun banyak yang basah, mesti dikeringkan terlebih dahulu. Butuh waktu yang lama sebenarnya. Namun Kami tetap berusaha. Daripada gak ada kegiatan dan kedinginan terus. Alhamdulillah, api unggunnya hidup. Kami mengelilingi unggun dan mencoba mengeringkan baju yang basah. Banyak dari Kami yang hanya membawa sehelai baju. Berpikir praktis saja dengan asumsi gak bakal turun hujan, karena Kami belum pernah kehujanan di gunung-gunung sebelumnya. Namun alam berkata lain. Hujan mengguyur sejak siang tadi. setelah di diangkan di perapian, baju ane tak cukup kering. Ane gantung aja di tali webbing.

Beberapa orang masih terlihat mengelilingi unggun yang sudah mengecil apinya. Ari berdiang menghangatkan badan dan Aan mengeringkan sepatunya. Malam makin larut, Kami tidur berdesakan di dalam bivak. tidur dengan hanya pakai celana pendek, satu-satunya pakaian yang masih kering. Sleeping bag ane sedikit basah, gak bisa dipakai. Buat menghangatkan badan, Ane keluarkan hypothermia blanket dan memakainya. Terasa hangat dan nyaman. Apalagi setelah Tiby menawari gabung makai Sleeping Bag model tikarnya.

Tengah malam Ane terbangun, mau buang air. keluar bivak dengan susah payah karena harus melangkahi beberapa orang dan posisi tanahnya yang miring. Terlihat bulan setengah bersinar malu-malu dibalik kabut tebal. Sebelum masuk bivak lagi, Ane lihat Komandan Ari tidur di luar sendirian. Bergulung rapat tanpa selimut, tanpa alas disamping bara api unggun. Nyaris kena malahan. Dibawahnya pun terlihat sebilah tramontina tanpa sarung. Benar-benar jago nih orang, kata ane dalam hati.

HARI ke 13 / 2 Raung (Rabu, 16 Oktober 2013) SummitAttack !

Pukul 05.30 WIB Ane bangun. Kucek-kucek mata. Dan keluar tenda. Terlihat Aan lagi menatap sepatu sepatu bersol vibramnya yang ditarok dekat api unggun semalam. Ujung telapaknya udah gosong. Oh Vibram… hahaha. Masih terngiang suara bewok (?) semalam, “Sepatu Vibram jangan ditarok terlalu dekat ke api, ntar kebakar...”. Setelah persiapan selesai, Pukul 06.05 WIB kami mulai pendakian. Menyusuri tanjakan yang cukup terjal dan menghadapi terpaan debu yang beterbangan.
Spoiler for padang edelweiss:


Di beberapa basecamp yang dilalui, Ane lihat ada tandon penampung air dari jerigen dan bekas botol air mineral. Ada air didalamnya, walaupun sudah kekuningan. Ini berguna sekali bagi pendaki yang kekurangan air. namun kami tak mengambilnya, karena bekal air masih banyak. Di beberapa bagian, jalannya menyusuri pinggiran tebing. Di kiri terlihat jurang dalam menganga, dan punggungan raung yang terjal di kejauhan dengan background langit biru nan indah.

Spoiler for trek sekitar camp 7:

Spoiler for punggungan raung, awas jurang sebelah kiri:


Kami sampai di Pos IV PTG (3023 mdpl) sekitar pukul 08.22 WIB. disini terdapat lahan datar, cukup untuk dua buah tenda. terdapat tanda pos IV Pataga dan Regass dari seng di sebatang pohon yang unik. Layaknya bonsai raksasa. Lokasi ini terlindung dari angin kencang, karena tertutup tebing dan pohon. Cocok untuk lokasi camp terakhir. Disini Kami break sejenak, tiga kali narik nafas, dan jalan lagi.
Spoiler for Pos IV:

Pukul 08.47 WIB Kami sampai di Puncak Bendera. Ditandai dengan sebuah Bendera Merah Putih yang berkibar dengan gagahnya. Angin bertiup kencang, sampai-sampai bunyinya kedengaran dengan kuat.
Spoiler for puncak bendera:


Di puncak ini Kami istirahat dulu. Menunggu tim pendahulu memasang tali dan mengamankan jalur. Semua webbing dan karabiner dikeluarkan. Pemandangannya spektakuler. Terlihat punggungan terjal raung disebelah kiri dan… Puncak Sejati di sebelah kanan. Berdiri dengan gagahnya seolah-olah menantang para petualang sejati untuk menggapainya. Terlihat dekat namun jauh. Harus melewati Puncak 17 dan Puncak Tusuk Gigi terlebih dahulu. Baru sampai sekitar 3 jam lagi.

Spoiler for antara puncak bendera dan puncak tusuk gigi:

Spoiler for terlihat puncak 17 dan puncak tusuk gigi:


Setelah persiapan selesai, Kami mulai menuruni Puncak Bendera. Mulai dari sini Bewok tidak ikut lagi. Engkel kakinya cedera. Selain itu dia punya trauma muncak ke Raung Sejati, karena dulu pas mendaki kesini, temannya terjatuh ke jurang dan meninggal. Meninggalkan bewok sendirian, Kami berjalan berbanjar dan mengatur jarak. Melewati jalan sempit selebar satu setengah meter. Kiri kanan jurang dalam. Harus waspada dan ekstra hati-hati dalam melangkah. Ane, Aan, dan Kopral berjalan cepat beriringan, sambil menghisap rokok masing-masing.
Spoiler for trek sempit dgn latar puncak bendera:

Spoiler for lembahan antara puncak 17 dan puncak tusuk gigi:


Sehabis meniti punggungan, Kami dihadapkan pada rintangan tebing setinggi empat meter yang harus dipanjat. Sebenarnya manjatnya relatif gampang. Tapi berisiko tinggi, karena di sebelah kanannya blank. Jurang yang sangat dalam. Terpeleset bisa berakibat fatal. Berisiko juga buat orang yang takut ketinggian. Mulai dari sini Kami mulai menggunakan alat panjat. Aku memakai webbing sebagai pengganti harness. Uniknya, tiap orang punya teknik tersendiri dalam memakainya, seperti yang terlihat pada kopral dari Kalimantan, tiby dari Jakarta, Ucok dari Tangerang, atau Nizar dari Sulawesi, dan Aku sendiri dari Sumatera. Intinya keberagaman itu indah. Yang penting benar, nyaman, dan safety.

Spoiler for manjatnya cuma 5 meter, cuma jurang di sisi kirinya 300 meter...:


Tantangan pertama terlewati. Lalu dilanjutkan melipir melewati pinggiran puncak 17. Kami tak memanjatnya sekarang, tapi nanti waktu jalan pulang. Kami kembali meniti punggungan tipis dengan lebar satu meter. Lebih sempit dari punggungan sebelumnya. Apa ini yang namanya jembatan “shiratal mustaqim” kata orang-orang ya? Kata ane dalam hati. Aku ga tau pasti. Yang pasti harus selamat melaluinya. Lalu Kami sampai di sebuah puncakan. Jalur terputus. Disini harus turun tebing sedalam 15 meter dengan kemiringan 70 derajat. Harus antri dan turun satu-satu. Ane pilih posisi belakang aja. Mau puas-puasin ngerokok dan ngambil foto dulu. Soalnya ngambil yang lain gak boleh. “Take Nothing But Picture”. Minjam kata-kata bijak di kaos Indonesia Mountains yang Ane pakai…

Spoiler for rappeling, tebing sedalam 15 m dgn kemiringan 70 derajat.:


Sip. Giliran ane nih. Pasang karabiner ke webbing yang diatasnya telah di ikatkan ke sebuah patok besi dan dibawah ditahan oleh Ucok. Ngeri juga kalau jatuh. Di sebelah kanan lerengnya curam. Dengan teknik rappelling Ane mulai turun. Tangan kiri mengontrol tali dan tangan kanan ngatur kecepatan. Selangkah demi selangkah. Lalu lebih cepat. Sret… sret… dan akhirnya sampai dibawah. Lanjut perjalanan. Kami akan melipir lagi, menyusuri pinggiran tebing sebelah kanan yang lumayan licin. Disini banyak batuan lepas dan mudah ambrol.
Spoiler for pasang karabiner:

Spoiler for menuruni tebing:


Demi keselamatan, Kami kembali memasang webbing pengaman sepanjang 30 meter horizontal. Ane masuk jalur, pasang karabiner ke webbing, dan mulai menyusuri dinding tebing. Ane lihat ke arah jurang sebelah kanan jalur. Dasarnya terlihat jauh dibawah, kata orang dalamnya 300 meter. penuh batuan dan dinding cadas yang keras dan tajam. Konon katanya, kalau jatuh kesana, habis tujuh lagu India diputar, baru dah nyungsep. Hi…. Takut emoticon-TakutSeram juga.

Setelah melewati tebing, Kami melipir ke kanan, turun enam meter ke lahan datar dibawah. Dari dataran itu Kami berjalan menyusuri jalur lalu belok kanan. Menuruni punggungan menuju dasar lembah dasar punggungan. Disini butuh sedikit keterampilan memilih jalur dan lompat-lompatan. Ada jalur terputus sedalam dua meter dan itu harus “dilompati”. Sampai dibawah, baru jalan sedikit ketemu lagi jalur putus. Tapi yang ini tak perlu lompat ke bawah. Tapi ke depan, melompati ceruk batuan sejauh satu meter. Dari situ jalurnya lurus menuju puncak tusuk gigi.

Spoiler for puncak tusuk gigi:


Ada setengah jam Kami manjat baru nyampe puncak tusuk gigi. Lalu memasuki “terowongan tikus” persis dibawah puncak tusuk gigi. Sebuah terowongan dibawah tumpukan baru-batu yang tersusun membentuk formasi tusuk gigi. Waktu itu arah Jalur masuknya ditandai dengan pita berwarna merah. Dari sini mulai tercium bau belerang. Pertanda kawah sudah dekat. Keluar terowongan, berjalan sebentar… dan sampailah Kami di Puncak Sejati Raung (3344 mdpl). Syukur Alhamdulillah…
Spoiler for :


Cuaca cerah,langit biru menampakkan wujudnya yang indah dengan awan putih menggantung diatas dan dibawah. Terlihat kawah yang besar dengan kepulan asap dari anak gunung raung didalamnya. Sungguh perjalanan yang berat dan berakhir dengan indah kali ini.
Diubah oleh joghankanyiu 08-03-2014 21:54
0
4.1K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Catatan Perjalanan OANC
Catatan Perjalanan OANCKASKUS Official
1.9KThread1.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.