Menurut Hendra, bila diuangkan dengan patokan harga emas tiap gram sekarang senilai Rp500.000, maka jumlah uang yang dihasilkan dari lokasi pertambangan itu kurang lebih adalah Rp724 Trilyun dengan kalkulasi 700 ribu gram dikali Rp500.000 = Rp362,350 Trilyun.

Artinya tiap tahun perusahaan PT Freeport asal Amerika itu mampu menghasilkan kekayaan Rp362.350 Trilyun : 43 tahun = Rp8.426.7442 Trilyun. Katakanlah, setelah dipotong macam-macam, maka hasil bersihnya Rp8000 Trilyun/tahun.

“Coba bandingkan dengan APBN Indonesia untuk tahun ini yang hanya cuma Rp1.202 Trilyun. Padahal APBN itu sudah terkumpul dari berbagai aspek sumber daya alam yang kita miliki,”tutur pemerhati kebijakan pemerintahan ini.

Perlu diketahui, dari jumlah angka penghasilan tambang ini Indonesia hanya mendapat jatah 1 % saja, sementara sisanya yang 99 % masuk ke perusahaan AS tersebut.

Artinya hanya sekitar Rp80 Trilyun/tahun (kalau menurut media massa jumlahnya malah hanya Rp15 sampai dengan Rp20 Trilyun/tahun alias 1/4 cukai rokok yang tahun 2010 menyumbang devisa Rp66 Trilyun.

Sekarang mari kita bayangkan, kalau saja pemerintah berani menuntut perubahan kontrak karya dan minta 30 % saja, maka tiap tahun kita bisa memperoleh minimal Rp2400 Trilyun (2x lipat APBN tahun ini). Itu baru dihitung dari nilai emas, belum lagi dari hasil tambang lainnya.

Meski demikian, baru dari emas yang dihasilkan saja, kita sudah bisa menghitung bahwa pada dasarnya kita tak perlu lagi punya hutang, rakyat juga sejahtera, bisa memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis.

Bukan cuma daerah Papua saja yang akan sejahtera dan bermartabat, tapi seluruh Indonesia. Bahkan negara ini bisa mengejar ketertinggalnya dengan negara-negara tetangga. Apalagi sekarang ditemukan Uranium yang harganya 100 kali harga emas.

Bahkan menurut para ahli, bila dipakai untuk PLTN, kandungan Uranium disana mampu dipakai untuk menerangi seluruh dunia. (dari berbagai sumber,karena transparansi tak bisa ditunjukkan oleh pihak Freeport).

Perlu juga diketahui, kontak Freeport dengan Indonesia ini ditandatangani sejak masa pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Jadi perlu dipertanyakan kemana saja dana komisi yang diterima mantan pemimipin bangsa ini yang nilainya sangat luar biasa.

“Makanya saya tegaskan praktek pembodohan sudah berlangsung sejak jaman Soeharto dan sangat berdampak sistemik, dimana kini rakyat Indonesia masih tetap sengsara. Sehingga perlu di Revolusi semuanya,”tegas sang mantan Aktivis 98 ini