- Beranda
- The Lounge
Telinga agan pernah berdenging? ini mungkin penjelasannya
...
TS
rahmadrosyid
Telinga agan pernah berdenging? ini mungkin penjelasannya
Assalamualaikum . ane cuma mau share informasi sedikit gan tentang telinga berdenging. cekidot!!
Namun semuanya tetap rahasia yang maha kuasa gan. Wallahu A'lam . wassalamualaikum
[url= http://www.konsultasisyariah.com/telinga-berdenging-panggilan-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/ ]Sumber[/url]
Quote:
Original Posted By rahmadrosyid► Banyak orang bertanya kenapa terkadang
telinga bersuara “Nging” ? Apa sebab
musababnya, karena musababnya ada yang
mengatakan dengan tidak berpedoman,
bertahayul dan sangkaan jelek terhadap hal
itu?
Sesungguhnya suara “NGING” dalam telinga,
itu ialah Sayyidina Rosululloh Saw sedang
menyebut orang yang telinganya bersuara
“NGING” dalam perkumpulan yang tertinggi
(malail a’laa) dan supaya ia ingat pada
sayyidina rosululloh Saw dan membaca
sholawat.-
Hal ini berdasarkan keterangan dari kitab
( AZIZI ‘ALA JAMI’USH SHAGHIR)
“Jika
telinga salah seorang kalian berdengung
(nging) maka hendaklah ia mengingat aku
(Sayyidina Rosululloh Saw) dan membaca
sholawat kepadaku.Serta mengucapkan
“DZAKARALLOHU MAN DZAKARONII
BIKHOIR”; (artinya, Alloh ta’ala akan
mengingat yang mengingatku dengan
kebaikan)”.
Imam Nawawi berkata : Sesungguhnya
telinga itu berdengung Hanya ketika datang
berita baik ke Ruh.Bahwa sayyidina
Rosululloh Saw telah menyebutkan orang
( pemilik telinga yang berdengung”Nging”)
tersebut dengan kebaikan di al mala’al a’la
(majlis tertinggi) di alam ruh.
Ada beberapa catatan tentang riwayat di
atas,
Pertama, tentang status keabsahan hadis
Hadis ini disebutkan oleh al-Azizi dalam as-
Siraj al-Munir atau yang dikenal dengan
Azizi ‘Ala Jami’ush Shaghir, al-Kharaithi
dalam Makarim al-Akkhlaq, al-Uqailli
dalam al-Maudhu’at, dari jalur Muhammad
bin Ubaidillah dari Ma’mar, dari bapaknya.
Al-Bukhari mengatakan,
”Ma’mar dan bapaknya, keduanya adalah
munkarul hadis.” (al-Lali’ al-Mashnu’ah,
2/242).
Sementara ad-Daruquthni menyebut
Muhammad bin Ubaidillah dengan
‘Matruk’ (perawi yang tidak diindahkan
hadisnya).
Bahkan al-Uqaili mengomentari hadis ini
dengan,
“Hadis yang tidak ada asalnya (tidak ada di
kitab hadis). Sementara Muhammad bin
Ubaidillah dinyatakan oleh Bukhari sebagai
Munkarul hadis.” (ad-Dhu’afa’ 390, dinukil
dari Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 6/138).
Kesimpulannya, hadis ini sama sekali tidak
bisa dipertanggung jawabkan, karena itu,
tidak perlu dihiraukan, apalagi dijadikan
acuan.
Kedua, dalam hadis di atas, sama sekali
tidak ada keterangan bahwa telinga
berdenging adalah tanda panggilan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Hadis di atas hanya berisi anjuran untuk
membaca shalawat ketika telinga
berdenging. Karena itu, tambahan bahwa
denging telinga adalah panggilan Nabi
s hallallahu ‘alaihi wa sallam , jelas tambahan
dusta, mengada-ada, terlalu berlebihan dan
memalukan.
Terlebih, jika hadis tersebut adalah hadis
palsu. Menyebarkan pernyataan semacam
ini tidak ubahnya menyebarkan kedustaan
atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Barangsiapa yang menyampaikan suatu
hadis dariku, sementara dia menyangka
bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia
termasuk diantara salah satu
pembohong.” (HR. Muslim dalam
Muqaddimah Shahihnya, 1/7).
Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9)
mengatakan: “Setiap orang yang ragu
terhadap hadis yang dia riwayatkan,
apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif,
tercakup dalam ancaman hadis
ini.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hlm.
160).
Mari kita renungkan, jika orang yang
menyampaikan sebuah hadis, sementara dia
ragu terhadap status hadis tersebut, shahih
ataukah dhaif, dan dia tetap sampaikan
hadis itu tanpa memberikan keterangan
statusnya maka orang semacam ini
termasuk dalam ancaman, disebutb sebagai
pendusta.
Dalam kasus ini, orang membawakan suatu
hadis dan dia yakin hadis tersebut adalah
hadis dhaif, namun di sisi lain dia masih
menganggap bahwa hadis dhaif tersebut
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kemudian dia sebarkan ke
masyarakat, manakah diantara dua kasus di
atas yang lebih layak untuk disebut
pendusta?
Ketiga, kita disyariatkan untuk banyak
membaca shalawat. Namun bukan berarti
kita boleh memotivasi masyarakat untuk
bershalawat dengan membuat kedustaan
atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dusta atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam justru merupakan bukti
bahwa kita tidak menghormati beliau dan
melanggar kehormatan beliau. Kita bisa
bayangkan ketika ada orang yang memalsu
tanda tangan kita untuk mendapatkan
keuntungan. Tentu kita akan marah dan
menganggap perbuatan ini sebagai tindak
kriminal.
Ini baru dalam masalah dunia. Sementara
hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbicara masalah akhirat, yang itu
urusannya jauh lebih besar. Karena itulah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla m
memberikan ancaman neraka untuk setiap
umatnya yang berdusta atas nama beliau.
Dari Anas bin Malik r adhiyallahu ‘anhu ,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
”Siapa yang secara sengaja berdusta atas
namaku, hendaknya dia siapkan tempatnya di
neraka.” (HR. Bukhari 108 & Muslim 2)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda,
“Siapa yang menyampaikan satu hadis atas
namaku, yang belum pernah aku sampaikan,
hendaknya dia siapkan tempatnya di
neraka.” (HR. Bukhari 109).
Keempat, ada banyak kesempatan untuk
bershalawat, sebagaimana yang diajarkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita. Dan kita sangat yakin,
belum semuanya kita amalkan. Karena itu,
bukan sikap mukmin yang baik, ketika dia
lancang mengikuti hadis palsu, sementara
meninggalkan tuntunan yang jelas-jelas
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Yang jelas sesuai sunah belum
mampu kita kerjakan semuanya, maka
jangan sampai kita merambah kepada
ajaran yang tidak ada dalilnya.
Keterangan tentang tempat dan waktu
anjuran untuk bershalawat, telah dijelaskan
di: Waktu dan Tempat untuk Bershalawat
Allahu a’lam
telinga bersuara “Nging” ? Apa sebab
musababnya, karena musababnya ada yang
mengatakan dengan tidak berpedoman,
bertahayul dan sangkaan jelek terhadap hal
itu?
Sesungguhnya suara “NGING” dalam telinga,
itu ialah Sayyidina Rosululloh Saw sedang
menyebut orang yang telinganya bersuara
“NGING” dalam perkumpulan yang tertinggi
(malail a’laa) dan supaya ia ingat pada
sayyidina rosululloh Saw dan membaca
sholawat.-
Hal ini berdasarkan keterangan dari kitab
( AZIZI ‘ALA JAMI’USH SHAGHIR)
“Jika
telinga salah seorang kalian berdengung
(nging) maka hendaklah ia mengingat aku
(Sayyidina Rosululloh Saw) dan membaca
sholawat kepadaku.Serta mengucapkan
“DZAKARALLOHU MAN DZAKARONII
BIKHOIR”; (artinya, Alloh ta’ala akan
mengingat yang mengingatku dengan
kebaikan)”.
Imam Nawawi berkata : Sesungguhnya
telinga itu berdengung Hanya ketika datang
berita baik ke Ruh.Bahwa sayyidina
Rosululloh Saw telah menyebutkan orang
( pemilik telinga yang berdengung”Nging”)
tersebut dengan kebaikan di al mala’al a’la
(majlis tertinggi) di alam ruh.
Ada beberapa catatan tentang riwayat di
atas,
Pertama, tentang status keabsahan hadis
Hadis ini disebutkan oleh al-Azizi dalam as-
Siraj al-Munir atau yang dikenal dengan
Azizi ‘Ala Jami’ush Shaghir, al-Kharaithi
dalam Makarim al-Akkhlaq, al-Uqailli
dalam al-Maudhu’at, dari jalur Muhammad
bin Ubaidillah dari Ma’mar, dari bapaknya.
Al-Bukhari mengatakan,
”Ma’mar dan bapaknya, keduanya adalah
munkarul hadis.” (al-Lali’ al-Mashnu’ah,
2/242).
Sementara ad-Daruquthni menyebut
Muhammad bin Ubaidillah dengan
‘Matruk’ (perawi yang tidak diindahkan
hadisnya).
Bahkan al-Uqaili mengomentari hadis ini
dengan,
“Hadis yang tidak ada asalnya (tidak ada di
kitab hadis). Sementara Muhammad bin
Ubaidillah dinyatakan oleh Bukhari sebagai
Munkarul hadis.” (ad-Dhu’afa’ 390, dinukil
dari Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 6/138).
Kesimpulannya, hadis ini sama sekali tidak
bisa dipertanggung jawabkan, karena itu,
tidak perlu dihiraukan, apalagi dijadikan
acuan.
Kedua, dalam hadis di atas, sama sekali
tidak ada keterangan bahwa telinga
berdenging adalah tanda panggilan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Hadis di atas hanya berisi anjuran untuk
membaca shalawat ketika telinga
berdenging. Karena itu, tambahan bahwa
denging telinga adalah panggilan Nabi
s hallallahu ‘alaihi wa sallam , jelas tambahan
dusta, mengada-ada, terlalu berlebihan dan
memalukan.
Terlebih, jika hadis tersebut adalah hadis
palsu. Menyebarkan pernyataan semacam
ini tidak ubahnya menyebarkan kedustaan
atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Barangsiapa yang menyampaikan suatu
hadis dariku, sementara dia menyangka
bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia
termasuk diantara salah satu
pembohong.” (HR. Muslim dalam
Muqaddimah Shahihnya, 1/7).
Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9)
mengatakan: “Setiap orang yang ragu
terhadap hadis yang dia riwayatkan,
apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif,
tercakup dalam ancaman hadis
ini.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hlm.
160).
Mari kita renungkan, jika orang yang
menyampaikan sebuah hadis, sementara dia
ragu terhadap status hadis tersebut, shahih
ataukah dhaif, dan dia tetap sampaikan
hadis itu tanpa memberikan keterangan
statusnya maka orang semacam ini
termasuk dalam ancaman, disebutb sebagai
pendusta.
Dalam kasus ini, orang membawakan suatu
hadis dan dia yakin hadis tersebut adalah
hadis dhaif, namun di sisi lain dia masih
menganggap bahwa hadis dhaif tersebut
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kemudian dia sebarkan ke
masyarakat, manakah diantara dua kasus di
atas yang lebih layak untuk disebut
pendusta?
Ketiga, kita disyariatkan untuk banyak
membaca shalawat. Namun bukan berarti
kita boleh memotivasi masyarakat untuk
bershalawat dengan membuat kedustaan
atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dusta atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam justru merupakan bukti
bahwa kita tidak menghormati beliau dan
melanggar kehormatan beliau. Kita bisa
bayangkan ketika ada orang yang memalsu
tanda tangan kita untuk mendapatkan
keuntungan. Tentu kita akan marah dan
menganggap perbuatan ini sebagai tindak
kriminal.
Ini baru dalam masalah dunia. Sementara
hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbicara masalah akhirat, yang itu
urusannya jauh lebih besar. Karena itulah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla m
memberikan ancaman neraka untuk setiap
umatnya yang berdusta atas nama beliau.
Dari Anas bin Malik r adhiyallahu ‘anhu ,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
”Siapa yang secara sengaja berdusta atas
namaku, hendaknya dia siapkan tempatnya di
neraka.” (HR. Bukhari 108 & Muslim 2)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda,
“Siapa yang menyampaikan satu hadis atas
namaku, yang belum pernah aku sampaikan,
hendaknya dia siapkan tempatnya di
neraka.” (HR. Bukhari 109).
Keempat, ada banyak kesempatan untuk
bershalawat, sebagaimana yang diajarkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada kita. Dan kita sangat yakin,
belum semuanya kita amalkan. Karena itu,
bukan sikap mukmin yang baik, ketika dia
lancang mengikuti hadis palsu, sementara
meninggalkan tuntunan yang jelas-jelas
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Yang jelas sesuai sunah belum
mampu kita kerjakan semuanya, maka
jangan sampai kita merambah kepada
ajaran yang tidak ada dalilnya.
Keterangan tentang tempat dan waktu
anjuran untuk bershalawat, telah dijelaskan
di: Waktu dan Tempat untuk Bershalawat
Allahu a’lam
Namun semuanya tetap rahasia yang maha kuasa gan. Wallahu A'lam . wassalamualaikum
[url= http://www.konsultasisyariah.com/telinga-berdenging-panggilan-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/ ]Sumber[/url]
Diubah oleh rahmadrosyid 22-04-2014 22:10
0
10.2K
Kutip
186
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.3KThread•83.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru