Bagi agan-agan yang pernah lewat di daerah jalur Banyumas – Buntu pasti pernah lihat sederet pengemis yang mangkal untuk menunggu para pengguna jalan melemparkan rupiah disitu. walaupun ada larangan dari pemda untuk membuang uang ironisnya pengemis itu tetap ada dan beregenerasi terus menerus dengan banyaknya remaja dan anak anak yang turut meramaikan jalanan tersebut menunggu belas kasihan pengguna jalan. berikut ane sedikit mengupas mengenai hal tersebut.
Spoiler for :
Salah satu ruas jalan yang dikenal rawan adalah jalur Banyumas – Buntu dengan panjang lintasan sekitar 11 km dan sering juga dikenal sebagai rute Krumput karena melewati hutan karet di wilayah Krumput. Jalur ini merupakan salah satu bagian rute yang harus ditempuh untuk perjalanan Purwokerto ke arah Yogyakarta lewat Kebumen. Ruas jalan ini berupa jalan menembus bukit sehingga separuh jalan harus ditempuh secara mendaki dan sisanya berupa jalan menurun. Pada perbukitan ini terdapat hutan karet yang dikelola oleh PTPN IX Banyumas dengan lahan yang berisikan pohon-pohon karet produktif dengan tinggi sekitar 7-10 meter dan cukup rimbun. Sementara daerah di sekitarnya banyak lahan kebun masyarakat yang umumnya juga ditanami tanaman keras seperti sengon, mahoni atau pohon buah-buahan lain. Tekstur bukit menyebabkan jalan menjadi berkelak-kelok dan banyak tikungan yang harus diwaspadai oleh pengguna jalan. Jalan di wilayah ini dibangun satu paket untuk rute dari Buntu-Banyumas-Banjarnegara-Wonosobo-Temanggung-Pringsurat dengan tujuan sebagai peningkatan jalur Jawa Tengah lintas tengah. Di tengah bukit Krumput sendiri terdapat prasasti peresmian jalur Buntu-Pringsurat ini yang dapat dilihat pengguna saat melintas di sana.
Spoiler for :
karena seringnya dijumpai uang di tepi jalan, maka ada orang-orang yang ingin memanfaatkannya. Beberapa orang memanfaatkan peluang untuk mencari koin di pagi hari. Orang-orang ini yang merupakan penduduk yang tinggal di sekitar hutan Krumput ini berjalan di tepi jalan untuk mencari dan memunguti uang koin yang dibuang pengemudi saat melintas di malam harinya. Pada perkembangannya beberapa orang menunggu langsung kendaraan-kendaran yang melintas dan berharap pada para pengemudi untuk membuang koin. Dengan menunggu langsung maka uang tersebut dapat langsung dipungut mereka tanpa takut didahului oleh yang lain. Kalau memunguti saat pagi hari maka mungkin banyak orang yang berlomba-lomba untuk memunguti. Selanjutnya dapat ditebak terdapat cukup banyak orang yang menunggui langsung di tepi jalan dengan jalan duduk di bahu jalan. Orang-orang yang melakukan hal ini bisa berlangsung selama 24 jam, berganti-ganti. Kalau malam hari mengingat tidak ada fasilitas penerangan jalan, maka mereka menggunakan obor dari minyak tanah. Obor ini bermanfaat untuk menunjukkan keberadaan mereka serta juga membantu sebagai penerangan untuk mencari koin yang dijatuhkan di tepi jalan. Kebiasaan ini ternyata juga menular ke banyak orang mulai dari orang dewasa sampai anak-anak, mulai dari laki-laki sampai perempuan. Bahkan sering juga dijumpai ibu-ibu yang menunggu sambil menggendong anaknya yang masih kecil. Para pelaku ini kebanyakan berasal dari daerah sekitar Krumput seperti Karangsalam, Karangrau, dan Pageralang.
Spoiler for :
Konon, Budaya mengemis adanaya muncul karena mitos yang beranggapan adanya hujan uang. Banyak pengemis yang berjejer di sepanjang Jl.Pageralang . Sanikem (70 tahun), Banyumas, Sabtu (01/10) salah satu seorang pengemis menceritakan “ada suatu kepercayaan yang sudah membudaya secara turun temurun, yaitu kepercayaan jalan raya Pageralang yang sejak dulu rawan akan terjainya kecelakaan, hal ini diyakini karena di jalan tersebut mistis, dengan adanya kejadian seperti ini masyarakat sepakat untuk melakukan upacara sesajen bagi para pengguna jalan. Sesajen yang dilakukan awalnya sama seperti upacara sesajen yang lainnya, namun sering bejalannya waktu hal ini dianggap mempersulit para pengguna jalan, akhirnya upacara sesajen ini di ganti dengan melakukan pelemparan uang sebagai pengganti upacara sesajen yang biasa dilakukan. Sementara itu jalan Pageralang ini, rawan terjadi tindakan kriminal karena lokasi tempatnya tergolong sepi dan jauh dari pemukiman, dan tindakan pelemparan uang ini juga dijadikan cara oleh para pengemudi untuk menjaga keamanan. Jalan raya Pageralang merupakan jalan utama yang banyak digunakan oleh para pengemudi, pelemparan uang ini membuat di sekitar pinggiran jalan terdapat uang yang berasal dari para pengemudi jalan. Uang yang dilempar oleh pengemudi ini dianggap oleh masyarakat sekitar sebagi hujan uang.
Spoiler for :
“Lebih baik duduk di pinggir jalan dari pada duduk di rumah dan hanya membuang-buang waktu” ujar Sanikem. Sanikem mulai melakukan kebiasaanya pukul 08.00-16.00 WIB, kebiasaan ini berlanjut sampai malam hari akan tetapi waktu malam hari laki-laki yang melakukan kebiasaan itu. Sampai saat ini kebiasaan itu telah di jadikan budaya oleh masyarakat setempat. Dalam sehari jumlah pengemis yang berada di jalan itu kurang lebih 25 orang. Dalam sehari Sanikem biasanya mendapatkan uang sebesar Rp.10.00,00 itu pun tidak pasti, kejadian ini tidak mendapatkan larangan dari pemerintah setempat. Terkadang Satpol PP menertibkan pengemis untuk diberi pengarahan dan kemudian di pulangkan dengan cara Kepala Desa Krumput yang menjemputnya.
Aneh-nya Negeriku...
Diubah oleh freedomvendetta 19-04-2014 18:42
0
7.7K
Kutip
31
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!