kome2Avatar border
TS
kome2
[LAGI2 PNS] KPK Tetapkan Ketua BPK Hadi Purnomo Menjadi Tersangka
Hadi menjabat sebagai Dirjen Pajak pada 2002-2004



http://www.tribunnews.com/nasional/2...jadi-tersangka


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).

Namun, Hadi dijerat penyidik dalam kapasitas sebagai Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004.

"Adapun kasus yang akan kmi sampaikan duduk perkaranya adalah kasus yang melibatkan mantan dirjen pajak, ketua BPK, HP (Hadi Purnomo)," kata Ketua KPK Abraham Samad di KPK, Jakarta, Senin (21/4/2014).

Dijelaskan Abraham, Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan BCA selaku wajib pajak pada 1999. Hadi juga diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA.

Dia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

======================================================
Manajemen Bank BCA Klarifikasi Kasus Pajak

Gerah dengan berbagai pemberitaan yang menyudutkan, manajemen Bank BCA akhirnya buka suara. Bank BCA membantah telah memperoleh perlakuan khusus dari pemerintah berupa keringanan pajak atas penjualan kredit bermasalahnya pada 1998 silam.

Bantahan itu disampaikan oleh Direktur Keuangan BCA Jahja Setiaadmadja. Ia menegaskan bahwa penjualan restrukturisasi kredit BCA pada 1998 silam telah memiliki dasar hukum yang kuat, yakni tax loss carry forward selama 5 tahun sejak 1998-2003.

Setelah itu pada 2004, 2005 dan 2006 kita sudah melakukan pembayaran pajak badan sebesar 30 persen dari laba bersih perseroan. Jadi tidak ada perlakuan khusus bagi kita. Kita membayar pajak sesuai peraturan, jelas Jahja, usai RUPS Bank BCA di Jakarta, Selasa (15/5).

Rinciannya, pajak badan yang telah dibayar Bank BCA pada 2004 sebesar Rp 1,373 triliun, pada 2005 sebesar Rp 1,450 triliun dan pada 2006 sebesar Rp 1,891 triliun.

Menikmati Kompensasi Kerugian
Kegerahan manajemen Bank BCA berawal dari munculnya pemberitaan di beberapa media massa terbitan ibukota. Salah satu yang paling dirasa 'mencekam' pihak manajemen Bank BCA tatkala muncul berita di Harian Rakyat Merdeka bertajuk 'BCA Terancam Dilikuidasi' medio 3 Mei lalu.

Dalam harian itu disebutkan bahwa Bank BCA diduga telah melakukan penggelapan pajak atas transaksi penjualan kredit bermasalah. Akibat aksi ini ditengarai negara mengalami kerugian sebesar Rp 5,5 triliun dalam tiga tahun.

Kasus ini dipicu setelah muncul kebijakan dari Dirjen Pajak Hadi Purnomo pada 2004 lalu. Kala itu, Hadi menyetujui permohonan Bank BCA untuk mengesahkan transaksi penjualan triliunan rupiah kredit bermasalah dengan harga Rp 10 juta saja.

Selain melakukan transaksi penjualan kredit bermasalah dan penghapusan pajak, pemerintah juga selalu menganakemaskan Bank BCA dari jerat hukum. Salah satunya soal kasus BLBI yang ada di Bank BCA tidak pernah tersentuh. Artinya, pemerintah selalu melindungi bank tersebut. Atas tindakan tersebut, diduga pemerintah mengalami kerugian cukup besar.

Jadi, bukan hanya penghapusan pajak saja yang terjadi di Bank BCA. Tapi, kerugian negara akibat menyelamatkan BCA pun nilainya cukup besar, ujar Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Deni Daruri sebagaimana dikutip dari Harian Rakyat Merdeka.

Sekretaris perusahaan Bank BCA Raymon Yomarto menampik tudingan bahwa pihaknya telah menggelapkan pajak. Ia mengatakan, selama ini Bank BCA selaku bank swasta telah melakukan pembayaran pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang ada. Ini bisa dibuktikan dari hasil audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Siddharta, Siddharta & Widjaja, tandasnya.

Jahja menambahkan bahwa pada 1998 silam, Bank BCA pernah dinyatakan sebagai Bank Take Over (BTO) karena mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,17 triliun. Langkah rekapitulasi juga sudah dilakukan sehingga pemerintah saat itu menguasai 92,8 persen saham BCA. Dengan jual beli tersebut maka hasil recovery dan penjualan atau restrukturisasi kredit terkait, telah menjadi milik BPPN sepenuhnya dan bukan lagi melekat di BCA.

Dan, sesuai Pasal 6 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Keputusan Menteri Keuangan No. 117 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 31 Tahun 1999, Bank BCA dapat menggunakan kerugian fiskal tersebut sebagai kompensasi kerugian (tax loss carry forward) yang berlaku selama 5 tahun.

Artinya, Bank BCA dapat menggunakan Kompensasi kerugian tersebut terhadap keuntungan yang diperoleh mulai dari 1999 hingga 2003 dalam menghitung kewajiban pajaknya.

Namun, bukan berarti langkah Bank BCA ini lepas dari pantauan Ditjen Pajak. Pada 6 September 1999 dan 18 September 2002, Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan. Hasilnya, ada beberapa koreksi-koreksi terutama terkait dengan penjualan aset/pinjaman yang terafiliasi atau macet kepada BPPN.

Atas hasil koreksi tersebut, Sebagian kami terima dan sebagian lagi kami mengajukan keberatan kepada Kantor Pajak. Dari keberatan yang kami ajukan, sebagian telah mendapatkan persetujuan dari Dirjen Pajak dan sebagian lagi tidak memperoleh persetujuan, tutur Jahja.

Dari bagian yang tidak disetujui untuk tahun pajak 1998, pihak Bank BCA telah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Dan, pengadilan telah menerima banding tersebut. Selanjutnya, Dirjen Pajak telah menerbitkan penetapan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan tersebut, sehingga tax loss carry forward Bank BCA menjadi Rp 22,2 triliun dari posisi semula Rp 29,17 trilliun.

Setelah digunakan sebagai Kompensasi Kerugian, pada akhir 2003 Bank BCA masih memiliki sisa tax loss carry forward sebesar Rp 7,81 triliun. Sisa tersebut tidak dapat digunakan lagi setalah 2003 karena melebihi waktu 5 tahun. Namun Jahja tidak menyampaikan apakah tax loss carry forward sebesar Rp 7,81 triliun itu sudah diselesaikan atau belum.

Masih di MA
Sebelumnya, Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan bahwa masalah pajak BCA tersebut saat ini sedang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA). Itu artinya Ditjen Pajak tidak menyetujui atau mengakui kerugian dia, karena mengalihkan dana menjual NPL dari bank itu ke BPPN. Karena tidak menyetujui, terjadilah gugat menggugat ke pengadilan. Saat ini haknya ada di MA, tutur Darmin usai jumpa pers di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (14/5).

Darmin menegaskan bahwa pihaknya juga sedang mempelajari lagi kasus ini secara cermat. Kasus ini kan menyangkut kompensasi kerugian dimana pada waktu rekapitalisasi BCA, ia mempunyai hak untuk menikmati kompensasi kerugian. Jumlahnya belum pasti, kita sedang mereview secara cermat supaya angkanya jangan simpang siur. Ini sedang kita pelajari, katanya.

Darmin juga mengaku belum bisa menjelaskan mengenai keringanan pajak yang didapat Bank BCA ketika menjual NPL-nya. Nanti dululah kita belum bisa jawab, kita cermati dulu, tambahnya.
http://www.hukumonline.com/berita/ba...i-kasus-pajak-
========================================================
emoticon-Ngakak emoticon-Ngakak
ternyata kenaikan gaji pns tiap tahun kurang yah
mau remunerasi berapapun, mental tetep korup emoticon-siul
0
2.2K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.9KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.