zanifAvatar border
TS
zanif
stop pelecehan wanita
Pelecehan seksual terhadap perempuan bisa berupa kata-kata dan tindakan. Tentang pelecehan seksual dengan kata-kata dan tindakan ini Rasulullah saw pernah menegur kaum laki-laki yang suka nongkrong di jalan. Rasulullah saw bersabda: “Hati-hatilah kalian ketika duduk-duduk di jalan, namun jika kalian tetap ingin menjadikan jalan sebagai tempat duduk maka berilah jalan haknya: menahan pandangan, menghindari pelecehan, menjawab salam, mengajak kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar ( Muttafaqun ‘Alaihi). Hadis lengkapnya adalah sebagai berikut:
عن أبي سعيد قال، قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: “إياكم والجلوس على الطرقات” قالوا: يا رسول اللّه لا بد لنا من مجالسنا نتحدث فيها، فقال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: “إن أبيتم فأعطوا الطريق حقه” قالوا: وما حق الطريق يا رسول اللّه؟ قال: “غض البصر، وكف الأذى، ورد السلام، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر”
Ada dua istilah dalam hadis itu yang berhubungan dengan pelecehan seksual: yaitu “ غض البصر ” dan “كف الأذى .” Pada bagian ini, saya akan membahas makna “kaffu al-aza” dan hubunggannya dengan pelecehan seksual. Istilah ini di dalam Al-Qur’an, antara lain terdapat dalam QS. Al- Ahzab 33: 59 terdapat ungkapan dari Allah, yaitu “فلا يؤذين “. Imam Al-Tabari dalam Kitab Tafsirnya, Al-Jami’ Al-Bayan ‘An Ta’wili Ayi Al-Qur’an, ketika menjelaskan makna kat-kata ini, mengutip hadis dari Abi Shalih bahwa di Madinah, para lelaki suka duduk-duduk di pinggir jalan untuk menggoda perempuan, terutama para budak, dan bercumbu rayu dengan mereka. Mereka juga seringkali mengeluarkan kata-kata jorok yang tidak enak didengar dan melukai hati perempuan (أذاهن بقول مكروه ). Jadi, Rasulullah saw melarang kaum laki-laki melecehkan perempuan dengan mengelurkan kata-kata yang bersifat seksual yang melukai hati kaum perempuan.
Seringkali orang membaca ayat Al-Ahzab di atas sebagai kewajiban atau anjuran berjilbab bagi kaum perempuan, tetapi mereka melupakan hadis Nabi tentang larangan melecehkan perempuan. Kalau kita membaca kedua-duanya, kita mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya bukan hanya mengatur kaum perempuan, tapi juga mengatur kaum lelaki. Bukan hanya perempuan yang dianjurkan untuk tampil dengan pakain sopan, lelaki yang melihat pun harus menjaga pandangan dan perkataan mereka.
Sekarang ini, pelecehan terhadap kaum perempuan bukan hanya di jalanan, tapi juga di tempat-tempat lainnya: sekolah, kampus, halte bus, di bis kota, supermarket, mall, taman-taman kota, pasar, kantor, pabrik, alun-alun, kaki lima, stadion, lapangan, ruang interogasi, penjara, tempat kerja dan seterusnya. Seringkali yang menjadi korban pelecehan itu adalah perempuan. Tetapi, anehnya yang diatur oleh pemerintah dari pemerintah pusat sampai di daerah-daerah adalah perempuannya. Padahal mereka adalah korban. Mestinya yang diatur itu adalah orang-orang yang melecehkan kaum perempuan itu. Di sini terjadi kesalahan dalam memahami terjadi pelecehan seksual. Selalu perempuan yang dianggap pihak yang salah. Padahal kesalahannya ada pada lelaki yang memandang perempuan sebagai objek seks. Kaum perempuan sebenarnya berada pada posisi yang lemah, objek dan korban. Oleh karena itu mereka harus dilindungi dari perbuatan laki-laki yang memperlakukan perempuan sebagai objek seks semata. Caranya adalah melarang laki-laki melecehkan perempuan.
Mari kita lihat kekeliruan berfikir ini pada Perda Provinsi Gotontalo No 10 Tahun 2003 tentang Pencegahan Maksiat. Ketika membaca definisi legal pelecehan seksual pada Perda ini, saya merasakan definisi begitu bagus: “Pelecehan seks adalah merendahkan harkat dan martabat seorang laki-laki atau perempuan oleh seorang atau sekelompok orang yang bertendensi seks di tempat umum atau tempat tertentu.” Definisi ini bagus sekali karena ingin mengangkat harkat dan martabat bukan hanya kaum lelaki, tetapi juga kaum perempuan.
Tapi sayangnya definisi yang bagus ini tidak ditindaklanjuti oleh Pasal yang mengangkat harkat perempuan, malah menyudutkan perempuan. Perempuan malah dianggap sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya rudapaksaan dan pelecehan seks. Ini tercermin dari Bab Pencegahan rudapaksaan dan Pelecehan Seks Pasal 6 (1) Setiap perempuan dilarang berjalan sendirian atau berada di luar rumah tanpa ditemani muhrimnya pada selang waktu pukul 24:00 sampai dengan pukul 04:00, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Setiap perempuan di tempat umum wajib berbusana sopan. (3) Dilarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan atau lomba kecantikan yang menampilkan perempuan dengan busana yang minim dan atau ketat.
Lagi-lagi yang diatur adalah kaum perempuan. Kaum pria sama sekali tidak diatur. Perda ini tidak mengatur laki-laki, misalnya: Perkataan apa saja yang tidak boleh keluar dari mulut lelaki terhadap perempuan (pelecehan verbal)? Perbuatan tangan jahil apa saja yang tidak boleh dilakukan lelaki kepada perempuan? Di mana saja laki-laki dilarang nongkrong?
Pelecehan seksual itu seringkali dialami oleh kaum perempuan, antara lain: dicolek, disenggol, digerayangi, ditekan oleh orang yang menggesekkan atau menyenderkan tubuh (biasanya di tempat ramai dan padat), komentar dan perkataan jorok, ditekan atasan di kantor untuk melakukan hal-hal berbau seks atau perbuatan seksual kalau ingin tetap kerja atau naik gaji, diserang, dirudapaksa. Di kampus, ada dosen-dosen yang berkata kepada mahasiswinya “Kalau ingin dapat A, layani Saya.” Itu semua terjadi, karena kaum lelaki memandang perempuan sebagai objek seks, pihak yang lemah dan dapat dikuasai, dipaksa, kalau perlu dengan kekerasan.
0
1.3K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.