- Beranda
- The Lounge
Ada Kisah Tragis Dibalik Foto-Foto Mesra Para Pasangan Ini
...
TS
prof.gepeng
Ada Kisah Tragis Dibalik Foto-Foto Mesra Para Pasangan Ini
2#HT Thanks Buat Semuanya
Spoiler for Makasih Cendolnya:
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sapardji Djoko Damono
Setiap manusia pasti mendambakan kebahagiaan, memiliki hidup yang bahagia baik itu meliputi kesehatan, umur yang panjang, memiliki pasangan yang setia dan dicintainya.
Namun tak semua kisah cinta berakhir bahagia, seperti layaknya kisah Titanic atau Romeo and Juliet yang berakhir Tragis
Berikut kisah-kisah tragis dibalik foto-foto yang sepintas nampak membahagiakan dan mesra
Berikut kisah-kisah tragis dibalik foto-foto yang sepintas nampak membahagiakan dan mesra
Quote:
1. Jeff Lang & Jen Bulik
2. Angelo Merendino & Jennifer Merendino
Ini adalah kisah nyata dari Angelo Merendino, seorang fotografer yang menulis dan mendokumentasikan sendiri kisah cintanya bersama sang belahan hati.
3. Jose Griggs & Jayla Cooper
Kedengaran sangat romantis dan lucu memang ketika anak seusia mereka melangsungkan pernikahan, pernikahan kedua bocah ini nampak seperti anak kecil yang sedang main-main. Namun tidak, mereka berdua benar-benar menikah.
Hidup Jayla Cooper, 9 tahun, tinggal menghitung pekan, karena penyakit leukemia yang menggerogoti tubuh mungilnya. Namun gadis cilik itu menghadapi kematian secara luar biasa. Ia menikahi bocah pengidap penyakit yang sama.
Jayla menikahi Jose Grigss, yang dua tahun lebih muda, Minggu (22/2). Mungkin banyak yang mempertanyakan keputusan dua bocah itu . Namun, menilik latar belakang kehidupan mereka, orang akan melihat alasan yang tragis. Jayla dan Jose mencoba mencecap sedikit kebahagiaan sebelum ajal datang.
Pernikahan Jayla dan Jose berlangsung Minggu (22/2) di Grapevine, Texas. Rencana pernikahan ini disusun dalam waktu kurang dari satu minggu. Pernikahan berlangsung khidmat. Pengantin perempuan yang berpakaian putih-putih berjalan di sepanjang altar, menghampiri pengantin pria menunggunya. Jayla didampingi ibunya, Jerrod Cooper.
Saat berdiri berdampingan, keduanya pun resmi dinyatakan sebagai “teman untuk selamanya”. Detik-detik ini cukup mengharukan bagi Jayla, setelah ia diberitahu hidupnya tinggal beberapa minggu lagi. Pernikahan ini menjadi perayaan kehidupan dan persahabatan di antara keduanya.
“Saya mencintainya dan momen ini penting artinya bagi saya. Ini merupakan hal yang tidak ingin terlewatkan begitu saja atau hanya bisa dibayangkan,” ujar Jayla bahagia.
Baik Jayla dan Jose didiagnosa menderita leukemia dua tahun yang lalu. Keduanya sering bertemu saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Medis Anak-Anak di Dallas. Kondisi Jose lebih baik dibanding Jayla, ia berangsur-angsur membaik. Sedangkan Jayla tidak.
“Kami tidak pernah menyangka akan menikahkan Jayla di usianya yang masih menginjak sembilan tahun. Namun ia mengajarkan pada kami bagaimana cara mencintai satu sama lain dan tabah dalam menghadapi apapun,” ujar Lisa.
Kedua keluarga mempelai dan rekan-rekannya larut dalam pesta perayaan pernikahan Jayla dan Jose. “Jose mengerti apa yang akan terjadi. Ia tahu Jayla akan pergi ke tempat yang lebih baik,” ungkap Charla Griggs, ibu Jose.
Orangtua Jose mengaku senang memiliki menantu seperti Jayla, karena ia ikut menyemangati Jose dalam proses penyembuhannya. “Jayla bisa membawa perubahan dan membuka diri Jose. Sesuatu yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Ia kini menjadi sosok yang cerah, bahagia dan bisa menerima keadaan,” timpal Lawrence Griggs, ayah Jose.
Mengingat waktu Jayla tinggal sebentar lagi, pihak keluarga berusaha menikmati setiap menit bersamanya. Orangtua Jayla berusaha memenuhi segala keinginannya. “Saya akan memberikannya dan terus memberikannya. Saya tidak tahu apa lagi yang bisa saya lakukan untuknya. Ia baru berusia sembilan tahun,” ujar Lisa berkaca-kaca.
Lisa mengaku tak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Di satu sisi ia bahagia, namun di sisi lain ia sangat sedih karena sebentar lagi putrinya akan pergi untuk selama-lamanya. Sehingga ia akan manfaatkan waktu yang tersisa. Tak ketinggalan ia berpesan pada para orangtua dimanapun berada.
“Tunjukkan pada anak-anak, Anda mencintai mereka setiap saat dalam hidup ini. Karena Anda tidak akan tahu apa yang akan terjadi kemudian,” ujar Lisa.
Para orangtua akan mengantar Jose dan Jayla ke Great Wolf Lodge untuk berbulan madu.
Akhirnya Rabu (1/4), Jayla Cooper meninggal dunia. Ia meninggal dunia kurang lebih satu setengah bulan setelah menikah. Sungguh pernikahan dibawah umur yang sangat mengharukan.
Jika saya adalah Jose Griggs, mungkin ketika saya diajak menikah oleh Jayla saya tak akan mengerti apa itu arti sebuah pernikahan, mungkin dalam otak Jose saat itu hanyalah, Jayla sebentar lagi akan pergi meninggalkan dirinya, mereka tak akan bisa bertemu lagi, dan Jayla ingin Jose merayakan pertemanan mereka untuk saling berbagi bahagia dalam suka dan duka.
yaa..saling berbagi bahagia, itulah cinta yang sebenarnya. Jayla selalu menyemangati Jose, dan Jose memberi hal terindah yang diinginkan Jayla. Cinta monyetkah?? atau inilah Cinta sejati yang tulus?? tanpa memandang usia mereka. Seperti yang saya bilang di awal terdengar humoris tapi sangat romantis dan berakhir sungguh tragis..
Dan yang paling romantis,Jayla mengungkapkan cintanya kepada Jose saat mereka berbaring tak berdaya di rumah sakit
“kamu sangat tampan, aku sangat mencintaimu”.ujar Jayla.
4. Peter Savana & Gilliam Victoria
Nampak kebahagiaan saat sedang berlangsungnya pernikahan pasangan Peter dan Gilliam.
Kisah cinta sejati mengharukan, seorang gadis penderita penyakit kanser yang bertahan hidup demi mewujudkan pernikahannya. Bagi wanita pinangan untuk ikatan pernikahan adalah hadiah terindah yang diberikan Tuhan dalam hidup, begitupun untuk lelaki. Dan hal ini pula yang dirasakan oleh Gilliam Victoria, 21 Tahun yang mencoba bertahan dari ganasnya penyakit kanser demi mewujudkan hari terindah dalam hidupnya. Namun, ia seringkali harus menahan sakit luar biasa di punggungnya akibat penyakit kanker.
Rasa sakit itu tetap dirasakan begitu kuat menembus Obat Morfin yang diberikan oleh doktor sebagai ubat penghilang rasa sakit. Begitupun untuk bernafas, Gilliam harus menggunakan oksigen kerana paru-parunya mengalami penyumbatan akibat kanker yang sudah menjalar. Namun itu semua tidak menghentikan mimpinya untuk melangsungkan pernikahan dengan Peter Savana, 23 tahun. Lelaki yang telah menjalin cinta dengannya sejak kelas 10.
Photo Peter (kiri) yang setia menemani Gilliam saat momen istirahat, dalam Prosedur Intravena untuk mengurangi jumlah cairan yang menyumbat di paru-parunya.
Kedua Orangtua Peter memberikan acunganibu jari kepada puteranya atas keputusannya untuk tetap menikahi Gilliam.
Momen- momen bahagia saat berfoto bersama teman-teman dan tamu undangan pernikahan
Lima hari setelah pernikahan, Gilliam dinyatakan meninggal. Tragis memang, Namun cinta sejatinya takkan pernah hilang, Dia tidak membiarkan penyakit kanser menghentikan mimpinya, menghilangkan harapan untuk mewujudkan hari terindah di dalam hidupnya. Dia memiliki pernikahan yang hebat dan buktikan cintanya dapat mengalahkan maut.
Banyak wanita yang ingin menikah. Namun lebih dari sebuah pernikahan, banyak juga yang memiliki pernikahan impian. Dan Jen Bulik adalah salah satunya.
Spoiler for Tragis:
Aku Ingin Menikah Sebelum Kanker Membunuhku
Jen Bulik tadinya hanya wanita biasa yang ceria dan punya banyak mimpi. Namun kehidupan ini sejenak menyergapnya dalam rasa pesimis tatkala bulan Januari lalu, ia dideteksi memiliki penyakit kanker paru-paru stadium IV.
Dokter mengatakan bahwa kesempatan hidupnya mungkin tak lama-lagi. Gadis itu hanya memiliki waktu sekitar 4-6 bulan untuk hidup.
Berita kanker stadium 4 yang ia alami juga mengejutkan hati Jeff. Setelah lama berpacaran, waktu seolah menampar keduanya dengan kenyataan pahit. Namun Jen sendiri segera bangkit dan merasa bahwa dengan makin sedikitnya waktu, justru ada banyak hal yang harus bisa ia lakukan.
Jen pun mengatakan keinginannya, bahwa dia ingin menikah, secepatnya..
Sukarelawan Mengabulkan Impianku
Setelah kisahnya diketahui oleh banyak orang, tak disangka Jen didatangi oleh beberapa orang asing. Mereka mengatakan bahwa Jen Bulik bisa mendapatkan pernikahan impiannya. Salah satu di antara mereka bernama Erica Ota.
Sejak kecil, Jen Bulik ingin pernikahannya berupa upacara kecil dengan suasana outdoor, dihiasi bunga-bunga dalam pot kecil sambil makan barbeque. Semua konsep itu pernah ia buat di Pinterest. Erica Ota adalah seorang wedding planner dan ia pernah mengintip konsep impian Jen itu.
"Aku melihat Pinterest Jen dan melihat pernikahan impian yang mungkin tak bisa dia dapatkan. Namun aku putuskan aku akan melakukan apapun agar pernikahan itu terwujud," ujar Erica Ota.
Pekerja sosial itu membuat rencana pernikahan dengan waktu singkat dan berhasil meyakinkan beberapa vendor untuk memberikan donasi bagi pernikahan Jen. Sekitar Rp 500 juta dana terkumpul untuk mewujudkan pernikahan indah itu. Yang membuat rencana pernikahan ini lebih mengesankan adalah, semua orang yang mengenal Jen dan Jeff, turut mendukung dan membantu agar perhelatan itu bisa terjadi.
"Sungguh mengesankan melihat banyaknya hujan cinta dan dukungan untuk pasangan ini. Aku bahkan menangis di depan komputerku sendiri di minggu pertama menjalankan rencana ini," ujar Ota.
Waktu, Berhentilah Sejenak di Hari Pernikahanku
Kabar kanker yang bagaikan petir menyambar, otomatis selalu membuat Jen Bulik terbayang-bayang akan ketakutan, sakit dan kematian. Namun hari itu, seolah semua rasa sakit dan takut, sirna sudah. Jen resmi menjadi pengantin dan menjadi istri Jeff Lang. Waktu seolah membeku, berganti menjadi kegembiraan dan kehangatan yang seolah tak akan pernah habis untuk Jen.
Wanita itu tak habis-habisnya tersenyum dan memeluk suami serta sahabat dan keluarganya. Hari itu, meski ia tak memiliki rambut lagi, Jen Bulik tampil cantik dan penuh cinta dalam balutan gaun kehijauan. Pesta pernikahannya dipenuhi bunga dan tawa. Ia benar-benar mendapatkan pernikahan seperti yang pernah diimpikannya, meski semua orang, termasuk Jen, tahu bahwa kebahagiaan ini tak selamanya. Bahkan, tak lama lagi..
Kini Tiba Waktuku Untuk 'Pulang'
Jen Bulik memang tidak sendiri. Banyak saudara, suami, bahkan pendukungnya di Facebook, selalu setia menemani dan mensupportnya. Tapi rasa sakit yang ia rasakan, tak pernah benar-benar kita rasakan.
Awal September, Jen mulai masuk ke rumah sakit untuk perawatan intensif. Namun ia tidak kelihatan sakit. Jen ditemani suami dan orang-orang yang mencintainya. Fan Page Jen mulai meminta semua orang mendoakannya pada tanggal 9 Oktober. Karena Jen beberapa hari tak makan dan tak lagi bisa menyapa pendukungnya lewat social media. Meski begitu, wanita cantik ini tak pernah kehilangan senyumnya. Bahkan sehari sebelum ia pergi, ia masih sempat menikmati sebatang permen lolipop dengan perasaan senang. Seolah ia masih punya banyak waktu dan menikmati hidupnya.
Namun, pada tanggal 10 Oktober lalu, tepat pukul 8 pagi hari, Jen sudah tidak lagi bersama orang-orang yang mencintainya. Ia pergi untuk selama-lamanya. Tapi Jeff Lang menuliskan, "Istriku tercinta, sahabat dan teman hidupku melanjutkan hidup di dalam hatiku, dan hati kalian. Ia terus bicara padaku, tapi ia meninggalkan tubuhnya pukul 8 pagi ini." Itulah momen terakhir Jen Bulik Lang. Ia sebentar saja hidup di dunia, namun perjalanan hidup dan kisah cintanya yang sekejap itu, akan selalu menginspirasi dan dikenang oleh orang banyak.
Jen Bulik tadinya hanya wanita biasa yang ceria dan punya banyak mimpi. Namun kehidupan ini sejenak menyergapnya dalam rasa pesimis tatkala bulan Januari lalu, ia dideteksi memiliki penyakit kanker paru-paru stadium IV.
Dokter mengatakan bahwa kesempatan hidupnya mungkin tak lama-lagi. Gadis itu hanya memiliki waktu sekitar 4-6 bulan untuk hidup.
Berita kanker stadium 4 yang ia alami juga mengejutkan hati Jeff. Setelah lama berpacaran, waktu seolah menampar keduanya dengan kenyataan pahit. Namun Jen sendiri segera bangkit dan merasa bahwa dengan makin sedikitnya waktu, justru ada banyak hal yang harus bisa ia lakukan.
Jen pun mengatakan keinginannya, bahwa dia ingin menikah, secepatnya..
Sukarelawan Mengabulkan Impianku
Setelah kisahnya diketahui oleh banyak orang, tak disangka Jen didatangi oleh beberapa orang asing. Mereka mengatakan bahwa Jen Bulik bisa mendapatkan pernikahan impiannya. Salah satu di antara mereka bernama Erica Ota.
Sejak kecil, Jen Bulik ingin pernikahannya berupa upacara kecil dengan suasana outdoor, dihiasi bunga-bunga dalam pot kecil sambil makan barbeque. Semua konsep itu pernah ia buat di Pinterest. Erica Ota adalah seorang wedding planner dan ia pernah mengintip konsep impian Jen itu.
"Aku melihat Pinterest Jen dan melihat pernikahan impian yang mungkin tak bisa dia dapatkan. Namun aku putuskan aku akan melakukan apapun agar pernikahan itu terwujud," ujar Erica Ota.
Pekerja sosial itu membuat rencana pernikahan dengan waktu singkat dan berhasil meyakinkan beberapa vendor untuk memberikan donasi bagi pernikahan Jen. Sekitar Rp 500 juta dana terkumpul untuk mewujudkan pernikahan indah itu. Yang membuat rencana pernikahan ini lebih mengesankan adalah, semua orang yang mengenal Jen dan Jeff, turut mendukung dan membantu agar perhelatan itu bisa terjadi.
"Sungguh mengesankan melihat banyaknya hujan cinta dan dukungan untuk pasangan ini. Aku bahkan menangis di depan komputerku sendiri di minggu pertama menjalankan rencana ini," ujar Ota.
Waktu, Berhentilah Sejenak di Hari Pernikahanku
Kabar kanker yang bagaikan petir menyambar, otomatis selalu membuat Jen Bulik terbayang-bayang akan ketakutan, sakit dan kematian. Namun hari itu, seolah semua rasa sakit dan takut, sirna sudah. Jen resmi menjadi pengantin dan menjadi istri Jeff Lang. Waktu seolah membeku, berganti menjadi kegembiraan dan kehangatan yang seolah tak akan pernah habis untuk Jen.
Wanita itu tak habis-habisnya tersenyum dan memeluk suami serta sahabat dan keluarganya. Hari itu, meski ia tak memiliki rambut lagi, Jen Bulik tampil cantik dan penuh cinta dalam balutan gaun kehijauan. Pesta pernikahannya dipenuhi bunga dan tawa. Ia benar-benar mendapatkan pernikahan seperti yang pernah diimpikannya, meski semua orang, termasuk Jen, tahu bahwa kebahagiaan ini tak selamanya. Bahkan, tak lama lagi..
Kini Tiba Waktuku Untuk 'Pulang'
Jen Bulik memang tidak sendiri. Banyak saudara, suami, bahkan pendukungnya di Facebook, selalu setia menemani dan mensupportnya. Tapi rasa sakit yang ia rasakan, tak pernah benar-benar kita rasakan.
Awal September, Jen mulai masuk ke rumah sakit untuk perawatan intensif. Namun ia tidak kelihatan sakit. Jen ditemani suami dan orang-orang yang mencintainya. Fan Page Jen mulai meminta semua orang mendoakannya pada tanggal 9 Oktober. Karena Jen beberapa hari tak makan dan tak lagi bisa menyapa pendukungnya lewat social media. Meski begitu, wanita cantik ini tak pernah kehilangan senyumnya. Bahkan sehari sebelum ia pergi, ia masih sempat menikmati sebatang permen lolipop dengan perasaan senang. Seolah ia masih punya banyak waktu dan menikmati hidupnya.
Namun, pada tanggal 10 Oktober lalu, tepat pukul 8 pagi hari, Jen sudah tidak lagi bersama orang-orang yang mencintainya. Ia pergi untuk selama-lamanya. Tapi Jeff Lang menuliskan, "Istriku tercinta, sahabat dan teman hidupku melanjutkan hidup di dalam hatiku, dan hati kalian. Ia terus bicara padaku, tapi ia meninggalkan tubuhnya pukul 8 pagi ini." Itulah momen terakhir Jen Bulik Lang. Ia sebentar saja hidup di dunia, namun perjalanan hidup dan kisah cintanya yang sekejap itu, akan selalu menginspirasi dan dikenang oleh orang banyak.
2. Angelo Merendino & Jennifer Merendino
Ini adalah kisah nyata dari Angelo Merendino, seorang fotografer yang menulis dan mendokumentasikan sendiri kisah cintanya bersama sang belahan hati.
Spoiler for Tragis:
Inilah kisah bagaimana Angelo Merendino menemani sang istri di masa-masa tersulitnya menghadapi penyakit kanker payudara. Mari kita simak curahan hatinya berikut ini.
Sejak pertama kali melihat jennifer, aku tahu. Aku tahu dialah satu-satunya. Aku tahu seperti bagaimana ayahku bersenandung pada adiknya saat musim dingin 1951, setelah ia bertemu dengan ibuku untuk pertama kalinya, "Aku menemukannya."
Sebulan kemudian Jen mendapatkan pekerjaan di Manhattan dan meninggalkan Clevelanc. Aku pergi ke sana, untuk menemui saudaraku, tapi juga untuk bertemu dengan Jen. Setiap kali berjumpa, hatiku akan meronta pada otakku, "Bilang dong!" Tapi.. aku tak punya keberanian untuk mengatakan pada Jen bahwa aku tak bisa hidup tanpanya. Hingga suatu hari hatiku membuncah, dan layaknya anak sekolahan, aku mengatakan pada Jen, "Aku menyukaimu." Dan seiring membuncahnya hatiku, mata cantik Jen terbuka dan berkata, "Aku juga."
6 bulan berlalu, aku mengemasi barang-barangku dan terbang ke New York. Dengan sebuah cincin pertunangan yang memanas di dalam dompetku. Malam itu, di restoran Italia favorit kami, aku berlutut dan melamar Jen. Kurang dari setahun kemudian kami menikah di Central park, dihadiri para keluarga dan sahabat. Kami melakukan dansa pertama sebagai suami istri, ditemani senandung ayah dan akordionnya, 'I'm in the mood for love'.
Lima bulan kemudian, Jen didiagnosa menderita kanker payudara, Aku ingat betul bagaimana situasi saat itu.. Suara Jen, dan perasaan mati rasa yang meliputiku. Perasaan itu tak pernah pergi. Aku juga tak akan pernah lupa bagaimana kami saling menatap mata satu sama lain dan saling menggenggam tangan, "Kita bersama-sama, kita akan baik-baik saja."
Di setiap cobaan, kami jadi semakin dekat. Kata-kata sudah tak lagi penting. Suatu malam Jen dibawa ke rumah sakit. Rasa sakitnya sudah tak tertahankan. Ia meremas lenganku, dengan kedua matanya yang berair. "Kau harus melihat kedua mataku, hanya dengan begini aku bisa mengatasi rasa sakit ini." Kami saling mencintai di setiap bagian jiwa kami.
Jen mengajari aku tentang cinta, mendengarkan, memberikan dan percaya satu sama lain, serta diriku sendiri. Aku tak pernah sebahagia ini sebelumnya.
Di antara seluruh perjuangan, kami beruntung memiliki grup motivasi yang kuat, namun kami masih berusaha membuat orang lain memahami hari demi hari dan semua kesulitan yang kami hadapi. Jen mengalami rasa sakit yang kronis karena efek samping perawatan yang hampir 4 tahun. Di usia 39 tahun, Jen mulai menggunakan walker dan sering merasa lelah karena sering jatuh, mengalami lebam dan lecet.
Itu adalah penggalan cerita yang dituliskan oleh Angelo saat ia dan istrinya mulai menjalin cinta hingga mereka harus menghadapi kenyataan bahwa mungkin kisah mereka tak akan bertahan lama. Namun Angelo dan Jen merasa cukup kuat menghadapinya selama mereka saling bersama.
Angelo merekam setiap momen di mana ia dan istrinya menempuh kenyataan pahit bahwa Jen mengidap kanker payudara. Lewat ekspresi Jen, kita bisa melihat adanya rasa takut dan sedih yang ia pendam. Dan lewat hitam putihnya foto ini, kita bisa merasakan betapa mendungnya perasaan Angelo yang berusaha kuat serta bertahan untuk istrinya.
Angelo menceritakan bahwa selama masa pengobatan istrinya, itu tak mudah secara psikis. Istrinya menghadapi setiap perawatan dengan air muka yang sedih, ia juga harus kehilangan rambutnya, belum lagi rasa sakit yang ia alami.
Tak hanya itu, masalah teknis seperti klaim asuransi dan dokter yang berbenturan juga menjadi masalah lain yang harus mereka hadapi. padahal menanggung rasa sakit ini saja tidak mudah.
Lewat fotonya, Angelo ingin memperlihatkan seperti apa kanker sebenarnya, bagaimana istrinya menghadapi itu semua, bagaimana cinta mereka mencoba mengatasi itu semua. Foto ini adalah mereka.
Ia berpesan pada calon pasien yang juga mengidap kanker. Bahwa sebenarnya kanker tak bisa dijelaskan secara medis saja. Ada kondisi emosional yang ingin ia sampaikan melalui foto-foto istrinya. Itulah mengapa foto-foto ini mengandung unsur psikologis dan sentimen positif yang luar biasa.
Kini Jen telah tiada, namun bagi Angelo, ini adalah kisah yang tak akan pernah ia lupakan. Jen mengajarinya banyak hal, terutama tentang cinta. Jen menjadikannya seorang suami yang sempurna, yang menemani Jen sejak mereka saling menyatakan cinta hingga Jen harus mengakhiri hidupnya di dunia.
Dalam sebuah fotonya, Angelo mengatakan bahwa ia dan istrinya dihadapkan pada kanker yang bagaikan sebuah perang. Perang yang tak pernah mereka pilih, namun akan senantiasa mereka hadapi, karena semua akan baik-baik saja selama mereka bersama-sama.
“Love every morsel of the people in your life.” – Jennifer Merendino
Sejak pertama kali melihat jennifer, aku tahu. Aku tahu dialah satu-satunya. Aku tahu seperti bagaimana ayahku bersenandung pada adiknya saat musim dingin 1951, setelah ia bertemu dengan ibuku untuk pertama kalinya, "Aku menemukannya."
Sebulan kemudian Jen mendapatkan pekerjaan di Manhattan dan meninggalkan Clevelanc. Aku pergi ke sana, untuk menemui saudaraku, tapi juga untuk bertemu dengan Jen. Setiap kali berjumpa, hatiku akan meronta pada otakku, "Bilang dong!" Tapi.. aku tak punya keberanian untuk mengatakan pada Jen bahwa aku tak bisa hidup tanpanya. Hingga suatu hari hatiku membuncah, dan layaknya anak sekolahan, aku mengatakan pada Jen, "Aku menyukaimu." Dan seiring membuncahnya hatiku, mata cantik Jen terbuka dan berkata, "Aku juga."
6 bulan berlalu, aku mengemasi barang-barangku dan terbang ke New York. Dengan sebuah cincin pertunangan yang memanas di dalam dompetku. Malam itu, di restoran Italia favorit kami, aku berlutut dan melamar Jen. Kurang dari setahun kemudian kami menikah di Central park, dihadiri para keluarga dan sahabat. Kami melakukan dansa pertama sebagai suami istri, ditemani senandung ayah dan akordionnya, 'I'm in the mood for love'.
Lima bulan kemudian, Jen didiagnosa menderita kanker payudara, Aku ingat betul bagaimana situasi saat itu.. Suara Jen, dan perasaan mati rasa yang meliputiku. Perasaan itu tak pernah pergi. Aku juga tak akan pernah lupa bagaimana kami saling menatap mata satu sama lain dan saling menggenggam tangan, "Kita bersama-sama, kita akan baik-baik saja."
Di setiap cobaan, kami jadi semakin dekat. Kata-kata sudah tak lagi penting. Suatu malam Jen dibawa ke rumah sakit. Rasa sakitnya sudah tak tertahankan. Ia meremas lenganku, dengan kedua matanya yang berair. "Kau harus melihat kedua mataku, hanya dengan begini aku bisa mengatasi rasa sakit ini." Kami saling mencintai di setiap bagian jiwa kami.
Jen mengajari aku tentang cinta, mendengarkan, memberikan dan percaya satu sama lain, serta diriku sendiri. Aku tak pernah sebahagia ini sebelumnya.
Di antara seluruh perjuangan, kami beruntung memiliki grup motivasi yang kuat, namun kami masih berusaha membuat orang lain memahami hari demi hari dan semua kesulitan yang kami hadapi. Jen mengalami rasa sakit yang kronis karena efek samping perawatan yang hampir 4 tahun. Di usia 39 tahun, Jen mulai menggunakan walker dan sering merasa lelah karena sering jatuh, mengalami lebam dan lecet.
Itu adalah penggalan cerita yang dituliskan oleh Angelo saat ia dan istrinya mulai menjalin cinta hingga mereka harus menghadapi kenyataan bahwa mungkin kisah mereka tak akan bertahan lama. Namun Angelo dan Jen merasa cukup kuat menghadapinya selama mereka saling bersama.
Angelo merekam setiap momen di mana ia dan istrinya menempuh kenyataan pahit bahwa Jen mengidap kanker payudara. Lewat ekspresi Jen, kita bisa melihat adanya rasa takut dan sedih yang ia pendam. Dan lewat hitam putihnya foto ini, kita bisa merasakan betapa mendungnya perasaan Angelo yang berusaha kuat serta bertahan untuk istrinya.
Angelo menceritakan bahwa selama masa pengobatan istrinya, itu tak mudah secara psikis. Istrinya menghadapi setiap perawatan dengan air muka yang sedih, ia juga harus kehilangan rambutnya, belum lagi rasa sakit yang ia alami.
Tak hanya itu, masalah teknis seperti klaim asuransi dan dokter yang berbenturan juga menjadi masalah lain yang harus mereka hadapi. padahal menanggung rasa sakit ini saja tidak mudah.
Lewat fotonya, Angelo ingin memperlihatkan seperti apa kanker sebenarnya, bagaimana istrinya menghadapi itu semua, bagaimana cinta mereka mencoba mengatasi itu semua. Foto ini adalah mereka.
Ia berpesan pada calon pasien yang juga mengidap kanker. Bahwa sebenarnya kanker tak bisa dijelaskan secara medis saja. Ada kondisi emosional yang ingin ia sampaikan melalui foto-foto istrinya. Itulah mengapa foto-foto ini mengandung unsur psikologis dan sentimen positif yang luar biasa.
Kini Jen telah tiada, namun bagi Angelo, ini adalah kisah yang tak akan pernah ia lupakan. Jen mengajarinya banyak hal, terutama tentang cinta. Jen menjadikannya seorang suami yang sempurna, yang menemani Jen sejak mereka saling menyatakan cinta hingga Jen harus mengakhiri hidupnya di dunia.
Dalam sebuah fotonya, Angelo mengatakan bahwa ia dan istrinya dihadapkan pada kanker yang bagaikan sebuah perang. Perang yang tak pernah mereka pilih, namun akan senantiasa mereka hadapi, karena semua akan baik-baik saja selama mereka bersama-sama.
“Love every morsel of the people in your life.” – Jennifer Merendino
3. Jose Griggs & Jayla Cooper
Kedengaran sangat romantis dan lucu memang ketika anak seusia mereka melangsungkan pernikahan, pernikahan kedua bocah ini nampak seperti anak kecil yang sedang main-main. Namun tidak, mereka berdua benar-benar menikah.
Spoiler for Tragis:
Hidup Jayla Cooper, 9 tahun, tinggal menghitung pekan, karena penyakit leukemia yang menggerogoti tubuh mungilnya. Namun gadis cilik itu menghadapi kematian secara luar biasa. Ia menikahi bocah pengidap penyakit yang sama.
Jayla menikahi Jose Grigss, yang dua tahun lebih muda, Minggu (22/2). Mungkin banyak yang mempertanyakan keputusan dua bocah itu . Namun, menilik latar belakang kehidupan mereka, orang akan melihat alasan yang tragis. Jayla dan Jose mencoba mencecap sedikit kebahagiaan sebelum ajal datang.
Pernikahan Jayla dan Jose berlangsung Minggu (22/2) di Grapevine, Texas. Rencana pernikahan ini disusun dalam waktu kurang dari satu minggu. Pernikahan berlangsung khidmat. Pengantin perempuan yang berpakaian putih-putih berjalan di sepanjang altar, menghampiri pengantin pria menunggunya. Jayla didampingi ibunya, Jerrod Cooper.
Saat berdiri berdampingan, keduanya pun resmi dinyatakan sebagai “teman untuk selamanya”. Detik-detik ini cukup mengharukan bagi Jayla, setelah ia diberitahu hidupnya tinggal beberapa minggu lagi. Pernikahan ini menjadi perayaan kehidupan dan persahabatan di antara keduanya.
“Saya mencintainya dan momen ini penting artinya bagi saya. Ini merupakan hal yang tidak ingin terlewatkan begitu saja atau hanya bisa dibayangkan,” ujar Jayla bahagia.
Baik Jayla dan Jose didiagnosa menderita leukemia dua tahun yang lalu. Keduanya sering bertemu saat menjalani pengobatan di Rumah Sakit Medis Anak-Anak di Dallas. Kondisi Jose lebih baik dibanding Jayla, ia berangsur-angsur membaik. Sedangkan Jayla tidak.
“Kami tidak pernah menyangka akan menikahkan Jayla di usianya yang masih menginjak sembilan tahun. Namun ia mengajarkan pada kami bagaimana cara mencintai satu sama lain dan tabah dalam menghadapi apapun,” ujar Lisa.
Kedua keluarga mempelai dan rekan-rekannya larut dalam pesta perayaan pernikahan Jayla dan Jose. “Jose mengerti apa yang akan terjadi. Ia tahu Jayla akan pergi ke tempat yang lebih baik,” ungkap Charla Griggs, ibu Jose.
Orangtua Jose mengaku senang memiliki menantu seperti Jayla, karena ia ikut menyemangati Jose dalam proses penyembuhannya. “Jayla bisa membawa perubahan dan membuka diri Jose. Sesuatu yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Ia kini menjadi sosok yang cerah, bahagia dan bisa menerima keadaan,” timpal Lawrence Griggs, ayah Jose.
Mengingat waktu Jayla tinggal sebentar lagi, pihak keluarga berusaha menikmati setiap menit bersamanya. Orangtua Jayla berusaha memenuhi segala keinginannya. “Saya akan memberikannya dan terus memberikannya. Saya tidak tahu apa lagi yang bisa saya lakukan untuknya. Ia baru berusia sembilan tahun,” ujar Lisa berkaca-kaca.
Lisa mengaku tak tahu bagaimana perasaannya saat ini. Di satu sisi ia bahagia, namun di sisi lain ia sangat sedih karena sebentar lagi putrinya akan pergi untuk selama-lamanya. Sehingga ia akan manfaatkan waktu yang tersisa. Tak ketinggalan ia berpesan pada para orangtua dimanapun berada.
“Tunjukkan pada anak-anak, Anda mencintai mereka setiap saat dalam hidup ini. Karena Anda tidak akan tahu apa yang akan terjadi kemudian,” ujar Lisa.
Para orangtua akan mengantar Jose dan Jayla ke Great Wolf Lodge untuk berbulan madu.
Akhirnya Rabu (1/4), Jayla Cooper meninggal dunia. Ia meninggal dunia kurang lebih satu setengah bulan setelah menikah. Sungguh pernikahan dibawah umur yang sangat mengharukan.
Jika saya adalah Jose Griggs, mungkin ketika saya diajak menikah oleh Jayla saya tak akan mengerti apa itu arti sebuah pernikahan, mungkin dalam otak Jose saat itu hanyalah, Jayla sebentar lagi akan pergi meninggalkan dirinya, mereka tak akan bisa bertemu lagi, dan Jayla ingin Jose merayakan pertemanan mereka untuk saling berbagi bahagia dalam suka dan duka.
yaa..saling berbagi bahagia, itulah cinta yang sebenarnya. Jayla selalu menyemangati Jose, dan Jose memberi hal terindah yang diinginkan Jayla. Cinta monyetkah?? atau inilah Cinta sejati yang tulus?? tanpa memandang usia mereka. Seperti yang saya bilang di awal terdengar humoris tapi sangat romantis dan berakhir sungguh tragis..
Dan yang paling romantis,Jayla mengungkapkan cintanya kepada Jose saat mereka berbaring tak berdaya di rumah sakit
“kamu sangat tampan, aku sangat mencintaimu”.ujar Jayla.
4. Peter Savana & Gilliam Victoria
Nampak kebahagiaan saat sedang berlangsungnya pernikahan pasangan Peter dan Gilliam.
Spoiler for Tragis:
Kisah cinta sejati mengharukan, seorang gadis penderita penyakit kanser yang bertahan hidup demi mewujudkan pernikahannya. Bagi wanita pinangan untuk ikatan pernikahan adalah hadiah terindah yang diberikan Tuhan dalam hidup, begitupun untuk lelaki. Dan hal ini pula yang dirasakan oleh Gilliam Victoria, 21 Tahun yang mencoba bertahan dari ganasnya penyakit kanser demi mewujudkan hari terindah dalam hidupnya. Namun, ia seringkali harus menahan sakit luar biasa di punggungnya akibat penyakit kanker.
Rasa sakit itu tetap dirasakan begitu kuat menembus Obat Morfin yang diberikan oleh doktor sebagai ubat penghilang rasa sakit. Begitupun untuk bernafas, Gilliam harus menggunakan oksigen kerana paru-parunya mengalami penyumbatan akibat kanker yang sudah menjalar. Namun itu semua tidak menghentikan mimpinya untuk melangsungkan pernikahan dengan Peter Savana, 23 tahun. Lelaki yang telah menjalin cinta dengannya sejak kelas 10.
Photo Peter (kiri) yang setia menemani Gilliam saat momen istirahat, dalam Prosedur Intravena untuk mengurangi jumlah cairan yang menyumbat di paru-parunya.
Kedua Orangtua Peter memberikan acunganibu jari kepada puteranya atas keputusannya untuk tetap menikahi Gilliam.
Momen- momen bahagia saat berfoto bersama teman-teman dan tamu undangan pernikahan
Lima hari setelah pernikahan, Gilliam dinyatakan meninggal. Tragis memang, Namun cinta sejatinya takkan pernah hilang, Dia tidak membiarkan penyakit kanser menghentikan mimpinya, menghilangkan harapan untuk mewujudkan hari terindah di dalam hidupnya. Dia memiliki pernikahan yang hebat dan buktikan cintanya dapat mengalahkan maut.
Diubah oleh prof.gepeng 15-04-2014 15:49
0
298.8K
Kutip
1.9K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
924.8KThread•89.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya