- Beranda
- Outdoor Adventure & Nature Clubs
Pendaki Tua [Pelopor Pendakian Maraton Tanah Air] - Mendaki 24 GUNUNG dalam 24 HARI
...
TS
RyanniDjangkaru
Pendaki Tua [Pelopor Pendakian Maraton Tanah Air] - Mendaki 24 GUNUNG dalam 24 HARI
Quote:
Di usia 51 tahun, ia berhasil mendaki 24 gunung dalam 24 hari sendirian. Percaya?
KETIKA pendaki muda berbondong-bondong pergi menaklukkan tujuh gunung tertinggi di dunia, Willem Tasiam, 54, memilih untuk menjelajah gunung-gunung di Jawa, Bali, dan Lombok.
Willem yang mengaku mencintai gunung sejak umur 17 tahun, tak ingin ikut arus. Pendakian bergengsi macam seven summit
atau pendakian kutub utara tak menarik hatinya. "Tiap orang punya keinginan masing-masing. Saya pikir panggilan saya adalah mendaki di sini," katanya, Senin (5/3).
Sudah tak terhitung banyaknya penjelajahan Willem di deretan pegunungan Pulau Jawa. Jalur pendakian sudah ia hafal di luar kepala. Bertandang ke Gunung Slamet, Merapi, Semeru, atau Kawah Ijen, tak ubahnya seperti bertandang ke rumah kawan lama. Bersilaturahim kepada para pemandu di pos jaga sudah menjadi hal wajib di sela perjalanannya.
Kini, ia dikenal sebagai satu-satunya penjelajah alam yang memelopori pendakian maraton, sebuah reli perjalanan dari puncak gunung satu ke puncak yang lain dengan waktu seminim mungkin.
Manajemen waktu, perencanaan, dan pengenalan medan menjadi kuncinya. Rekor tercepat Willem diraih pada 2009 ketika ia berhasil mendaki 24 gunung di sepanjang Jawa hingga Lombok dalam waktu 24 hari saja.
Dari baca buku
Keinginan Willem untuk melakukan pendakian maraton datang ketika ia membaca sebuah buku saku berjudul Petunjuk Praktis Mendaki Gunung. Ketika membaca biografi singkat sang pengarang, Soetarjo Addy, di lembar-lembar terakhir buku, ia menemukan sebuah kalimat yang menggelitik.
"Di situ tertulis, Soetarjo ini pernah mendaki tujuh gunung dalam 25 hari. Kemudian saya bilang sama teman, kalau segitu saja sih saya bisa," cerita Willem.
Pada 2004, ia membuktikan bahwa omongan itu tak sekadar kesombongan belaka. Selama 20 hari, ia mendaki 14 gunung di Jawa dengan ketinggian 2.900 meter hingga 3.700 meter di atas permukaan laut (dpl).
Tahun berikutnya, Willem tak puas diri. Ia menantang fisiknya sendiri untuk menjelajah 20 gunung dalam 29 hari. Tantangan ini sukses dia lakukan dalam 26 hari saja.
Pada 2006, Willem mempertajam rekor dengan melahap 22 gunung dalam 25 hari saja. Di tahun berikutnya, rekor ini dipertajam lagi menjadi 23 gunung dalam 23 hari.
"Rutenya selalu sama, dimulai dari barat Jawa, menyusur deretan pegunungan hingga ke timur. Lama-lama, karena gunungnya bertambah, saya lanjut ke Bali dan Lombok," kata dia.
Rekor tercepatnya dipecahkan pada 2009 ketika berhasil mendaki 24 puncak gunung dalam 24 hari. Tak seperti kebanyakan pendakian maraton sebelumnya yang dimulai dari barat, perjalanan kali itu dimulai dari timur, yaitu dimulai dari Gunung Tambora di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dilanjutkan Rinjani, Agung, Kawah Ijen, Raung, Argopuro, Semeru, Arjuno, Welirang, Paderman, Butak, Lawu, Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet, Ceremai, Tampomas, Burangrang, Guntur, Cikuray, Gede, dan Pangrango.
Ketinggian gunung bervariasi antara 1.900 meter hingga 3.700 meter dpl. Lamanya pendakian pun tak bisa disamakan. Satu gunung bisa memakan satu setengah hari. Sedangkan yang lain bisa dibabat dengan tiga atau empat jam saja.
Willem bahkan pernah mendaki tiga gunung selama satu hari. Hal ini memungkinkan karena letaknya berdekatan. Pada pukul 00.00 WIB, ia mendaki dari kaki Gunung Gede di Cibodas, Jawa Barat. Pukul 05.00 WIB, ia sampai di puncak, lalu turun lagi pada pukul 07.00 WIB.
Setelah melewati pertigaan menuju Gunung Pangrango, Willem mencapai puncak kedua itu pada pukul 09.30 WIB. Setelah itu, ia lanjut mendaki gunung ketiga, Burangrang, dan sampai di puncak pada pukul 17.46 WIB. Semua catatan waktu ini rapi didokumentasikan dalam buku perjalanannya.
Latihan dan survei
Pendakian maraton bagi Willem bukanlah gaya-gayaan. Ia mengaku melakukan itu semua untuk dirinya, mencari sebatas mana kemampuan yang dia miliki untuk mendaki.
Karena itu, persiapan matang selalu dilakukan. Minimal tiga bulan menjelang perjalanan, ia berlatih fisik dengan berlari. Satu bulan di Senayan, satu bulan lagi latihan lari di Gunung Bromo. "Paling bagus untuk latihan fisik adalah berlari di ketinggian," katanya.
Selain itu, ia juga harus melakukan survei jalur pada lokasi tertentu yang belum ia hafal betul. "Salah-salah mengambil jalur, saya bisa kehilangan banyak waktu. Buang waktu 10 menit rasanya bisa berjam-jam. Pusing kalau begitu," akunya yang pernah tersesat di Gunung Ceremai, Jawa Barat.
Jika sudah merasa yakin, barulah Willem mengemas barang dan mulai mendaki. Isi tas ia perhatikan betul, terutama soal makanan, agar tak menambah beban berkilo-kilo.
Untuk soal makanan ini, Willem punya rahasia jitu. Alih-alih membawa beras atau roti, ia malah membeli kismis, sale pisang basah, dan selai kacang sebagai menu wajib di dalam tasnya. Makanan ini merupakan asupan tepat untuk mengembalikan energi karena cepat dicerna oleh tubuh.
"Di kaki gunung, biasanya saya juga beli buah anggur atau pir hijau. Selain energi, buah punya air yang bisa ganti cairan tubuh," lanjutnya.
Di usia yang tak lagi muda, pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, ini mengaku masih punya cita-cita. Targetnya adalah 30 gunung dalam 28 hari dengan tambahan beberapa gunung di Sumatra. (M-3)
Christine Franciska, christine@mediaindonesia.com
KETIKA pendaki muda berbondong-bondong pergi menaklukkan tujuh gunung tertinggi di dunia, Willem Tasiam, 54, memilih untuk menjelajah gunung-gunung di Jawa, Bali, dan Lombok.
Willem yang mengaku mencintai gunung sejak umur 17 tahun, tak ingin ikut arus. Pendakian bergengsi macam seven summit
atau pendakian kutub utara tak menarik hatinya. "Tiap orang punya keinginan masing-masing. Saya pikir panggilan saya adalah mendaki di sini," katanya, Senin (5/3).
Sudah tak terhitung banyaknya penjelajahan Willem di deretan pegunungan Pulau Jawa. Jalur pendakian sudah ia hafal di luar kepala. Bertandang ke Gunung Slamet, Merapi, Semeru, atau Kawah Ijen, tak ubahnya seperti bertandang ke rumah kawan lama. Bersilaturahim kepada para pemandu di pos jaga sudah menjadi hal wajib di sela perjalanannya.
Kini, ia dikenal sebagai satu-satunya penjelajah alam yang memelopori pendakian maraton, sebuah reli perjalanan dari puncak gunung satu ke puncak yang lain dengan waktu seminim mungkin.
Manajemen waktu, perencanaan, dan pengenalan medan menjadi kuncinya. Rekor tercepat Willem diraih pada 2009 ketika ia berhasil mendaki 24 gunung di sepanjang Jawa hingga Lombok dalam waktu 24 hari saja.
Dari baca buku
Keinginan Willem untuk melakukan pendakian maraton datang ketika ia membaca sebuah buku saku berjudul Petunjuk Praktis Mendaki Gunung. Ketika membaca biografi singkat sang pengarang, Soetarjo Addy, di lembar-lembar terakhir buku, ia menemukan sebuah kalimat yang menggelitik.
"Di situ tertulis, Soetarjo ini pernah mendaki tujuh gunung dalam 25 hari. Kemudian saya bilang sama teman, kalau segitu saja sih saya bisa," cerita Willem.
Pada 2004, ia membuktikan bahwa omongan itu tak sekadar kesombongan belaka. Selama 20 hari, ia mendaki 14 gunung di Jawa dengan ketinggian 2.900 meter hingga 3.700 meter di atas permukaan laut (dpl).
Tahun berikutnya, Willem tak puas diri. Ia menantang fisiknya sendiri untuk menjelajah 20 gunung dalam 29 hari. Tantangan ini sukses dia lakukan dalam 26 hari saja.
Pada 2006, Willem mempertajam rekor dengan melahap 22 gunung dalam 25 hari saja. Di tahun berikutnya, rekor ini dipertajam lagi menjadi 23 gunung dalam 23 hari.
"Rutenya selalu sama, dimulai dari barat Jawa, menyusur deretan pegunungan hingga ke timur. Lama-lama, karena gunungnya bertambah, saya lanjut ke Bali dan Lombok," kata dia.
Rekor tercepatnya dipecahkan pada 2009 ketika berhasil mendaki 24 puncak gunung dalam 24 hari. Tak seperti kebanyakan pendakian maraton sebelumnya yang dimulai dari barat, perjalanan kali itu dimulai dari timur, yaitu dimulai dari Gunung Tambora di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dilanjutkan Rinjani, Agung, Kawah Ijen, Raung, Argopuro, Semeru, Arjuno, Welirang, Paderman, Butak, Lawu, Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet, Ceremai, Tampomas, Burangrang, Guntur, Cikuray, Gede, dan Pangrango.
Ketinggian gunung bervariasi antara 1.900 meter hingga 3.700 meter dpl. Lamanya pendakian pun tak bisa disamakan. Satu gunung bisa memakan satu setengah hari. Sedangkan yang lain bisa dibabat dengan tiga atau empat jam saja.
Willem bahkan pernah mendaki tiga gunung selama satu hari. Hal ini memungkinkan karena letaknya berdekatan. Pada pukul 00.00 WIB, ia mendaki dari kaki Gunung Gede di Cibodas, Jawa Barat. Pukul 05.00 WIB, ia sampai di puncak, lalu turun lagi pada pukul 07.00 WIB.
Setelah melewati pertigaan menuju Gunung Pangrango, Willem mencapai puncak kedua itu pada pukul 09.30 WIB. Setelah itu, ia lanjut mendaki gunung ketiga, Burangrang, dan sampai di puncak pada pukul 17.46 WIB. Semua catatan waktu ini rapi didokumentasikan dalam buku perjalanannya.
Latihan dan survei
Pendakian maraton bagi Willem bukanlah gaya-gayaan. Ia mengaku melakukan itu semua untuk dirinya, mencari sebatas mana kemampuan yang dia miliki untuk mendaki.
Karena itu, persiapan matang selalu dilakukan. Minimal tiga bulan menjelang perjalanan, ia berlatih fisik dengan berlari. Satu bulan di Senayan, satu bulan lagi latihan lari di Gunung Bromo. "Paling bagus untuk latihan fisik adalah berlari di ketinggian," katanya.
Selain itu, ia juga harus melakukan survei jalur pada lokasi tertentu yang belum ia hafal betul. "Salah-salah mengambil jalur, saya bisa kehilangan banyak waktu. Buang waktu 10 menit rasanya bisa berjam-jam. Pusing kalau begitu," akunya yang pernah tersesat di Gunung Ceremai, Jawa Barat.
Jika sudah merasa yakin, barulah Willem mengemas barang dan mulai mendaki. Isi tas ia perhatikan betul, terutama soal makanan, agar tak menambah beban berkilo-kilo.
Untuk soal makanan ini, Willem punya rahasia jitu. Alih-alih membawa beras atau roti, ia malah membeli kismis, sale pisang basah, dan selai kacang sebagai menu wajib di dalam tasnya. Makanan ini merupakan asupan tepat untuk mengembalikan energi karena cepat dicerna oleh tubuh.
"Di kaki gunung, biasanya saya juga beli buah anggur atau pir hijau. Selain energi, buah punya air yang bisa ganti cairan tubuh," lanjutnya.
Di usia yang tak lagi muda, pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, ini mengaku masih punya cita-cita. Targetnya adalah 30 gunung dalam 28 hari dengan tambahan beberapa gunung di Sumatra. (M-3)
Christine Franciska, christine@mediaindonesia.com
Spoiler for pendaki:
Spoiler for pendaki:
Spoiler for peta:
nona212 dan tata604 memberi reputasi
2
18.5K
Kutip
162
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Outdoor Adventure & Nature Clubs
2.9KThread•4.7KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya