yantiqueAvatar border
TS
yantique
SBY Bilang Coblos Demokrat Pahalanya Lebih Tinggi. (Wajib Memilih, Haram Golput)


SBY Bilang Coblos Demokrat Pahalanya Lebih Tinggi, Dalihnya?
2014 APRIL 2, 2014 3:38 AM

RIMANEWS-Saat kampanye di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (1/4/2014), Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya. Dia optimistis Demokrat bisa berjaya di Bumi Sriwijaya karena banyaknya simpatisan dan atribut kampanye yang berkibar di sekitar Sungai Musi.

“Tanggal 9 April ada apa? Mau golput apa nyoblos? Nyoblos pahalanya tinggi, lebih tinggi lagi kalau mencoblos nomor 7,” ujar SBY di Lapangan Benteng Kuto Besak, Palembang.

Dalam kampanyenya SBY mengatakan, Demokrat bukan hanya berjanji dan selalu memberikan bukti. Demokrat juga tidak pernah menjelekkan pemerintah atau pemimpin lainnya.

“Tapi kami bekerja, bekerja, dan bekerja. Jadi tanggal 9 April nyoblos apa?” tanya SBY. Ribuan simpatisan yang hadir pada kampanye itu serempak menjawab, “Demokrat!”

Dia berharap masa depan Demokrat selanjutnya bisa lebih terang. “Tuhan bersama kita, dengan pertolongan Allah, Demokrat bisa berjaya!” teriak SBY.
http://rimanews.com/rimanews/fokus-i...nggi-dalihnya/

Wajib Memilih, Haram Golput
Selasa, 1 April 2014 00:50 WITA
Oleh: Dra Hj Noorwahidah MAg
Dosen Ushul Fiqh Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Antasari Banjarmasin


Apa hukum memilih dalam Pemilihan Umum? Pertanyaan ini sering diajukan oleh orang-orang yang peduli pemilu dan peduli agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah memberikan jawaban yang sangat jelas dan tegas. Jawaban tersebut merupakan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tahun 2009 yang disenggarakan di Padang Panjang, Sumatera Barat, 24-26 Januari 2009.

Ijtima ulama ini dihadiri oleh sekitar 750 orang ulama utusan Komisi Fatwa MUI provinsi seluruh Indonesia, utusan lembaga fatwa dari ormas Islam, utusan dari fakultas syariah Perguruan Tinggi Agama Islam, Komisi Fatwa MUI Pusat, Dewan Penasehat MUI Pusat, Dewan Pimpinan Harian dan anggota pleno MUI Pusat, tokoh masyarakat dan pimpinan pondok pesantren, serta utusan beberapa organisasi keagamaan dari luar negeri.

Putusan ijtima ulama tersebut berisi lima butir:
1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
2. Memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathanah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.

Dalam konteks hukum memilih dalam pemilihan umum, putusan ijtima ulama ini mengandung tiga hal penting: Pertama, memilih pemimpin yang memenuhi syarat adalah wajib. Dengan demikian, setiap muslim yang berhak memilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum adalah berdosa, selama ada calon yang memenuhi syarat. Kewajiban itu berlaku untuk semua bentuk pemilihan, baik pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD, pemilihan umum presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Kedua, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat hukumnya haram. Ini berarti, umat Islam yang memilih pemimpin, baik anggota legislatif, presiden/wakil presiden, maupun kepala daerah/wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat adalah berdosa.

Ketiga, sengaja tidak ikut memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya haram. Tidak ikut memilih dalam pemilihan umum biasanya disebut golput (golongan putih). Dengan demikian, menjadi golput, hukumnya haram. Poin ini pada hakikatnya merupakan penegasan terhadap poin pertama tentang kewajiban memilih.

Jika diperhatikan rumusan putusan ijtima ulama di atas, hukum wajib memilih dan haram golput tidaklah mutlak. Hukum-hukum tersebut sangat tergantung kepada calon-calon yang ikut di dalam pemilihan umum. Apabila di antara calon itu ada yang memenuhi syarat maka ketentuan hukum tersebut berlaku, tetapi jika tidak ada satu pun calon yang memenuhi syarat, ketentuan hukum itu tidak berlaku.

Syarat-syarat dimaksud disebutkan secara eksplisit di dalam putusan ijtima ulama sebagaimana tertuang di dalam poin keempat, yaitu (1) beriman dan bertakwa, (2) jujur (shiddiq), (3) terpercaya (amanah), (4) aktif dan aspiratif (tabligh), (5) mempunyai kemampuan (fathanah), dan (6) memperjuangkan kepentingan umat Islam. Semua syarat ini bersifat kumulatif, bukan alternatif. Karena itu, jika salah satu atau beberapa syarat tidak terpenuhi, seluruh syarat itu tidak terpenuhi dan ketentuan hukum wajib memilih dan haram golput tidak berlaku.

Karena crucial point yang menentukan status hukum memilih dalam pemilihan umum ini terletak pada syarat-syarat calon yang ikut dalam pemilu, maka syarat-syarat itulah yang harus menjadi perhatian bagi pemilih muslim. Hal ini membawa implikasi kepada mereka setidak-tidaknya dalam dua hal.
Pertama, untuk dapat menilai apakah ada calon yang memenuhi syarat atau tidak. Setiap pemilih muslim harus berusaha mencari tahu keberadaan calon-calon yang ikut dalam pemilu. Jika menemukan calon yang memenuhi keenam syarat kumulatif di atas, ia wajib memilih dan haram golput. Tetapi kalau tidak ada, ia tidak wajib memilih dan tidak haram golput.

Dengan kata lain, karena memilih pemimpin yang memenuhi syarat hukumnya wajib dan golput hukumnya haram, maka mencari tahu tentang keberadaan calon hukumnya juga wajib. Kesimpulan ini diambil berdasarkan qaidah fiqhiyyah (kaedah fikih) yang menyatakan ma la yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (sesuatu yang tidak sempurna kewajiban kecuali dengannya maka sesuatu itu adalah wajib).

Kedua, syarat-syarat pemimpin yang ditetapkan oleh MUI sebagai hasil ijtima ulama pada 2009 adalah syarat kumulatif individual calon, bukan syarat kolektif atau syarat partai. Karena itu, yang menjadi objek penilaian adalah individu calon, bukan partai tempat calon berkiprah. Implikasinya, ketentuan hukum wajib memilih dan haram golput bagi pemilih muslim berlaku terhadap pemilihan calon yang memenuhi syarat, bukan partai yang mengusung calon. Dengan kata lain, pemilih muslim bukan memilih partai, tetapi memilih calon.
Dalam hukum Islam, “wajib” berarti berpahala jika dikerjakan, dan berdosa kalau ditinggalkan. Sedangkan “haram” berarti berdosa jika dikerjakan dan berpahala kalau ditinggalkan. Dengan pengertian ini, seorang muslim yang datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon yang memenuhi syarat berarti menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan.

Orang yang menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan akan mendapatkan pahala dari Allah swt. Dengan demikian, berpatisipasi aktif dalam pemilu, bagi umat Islam, bukan hanya turut serta menyukseskan tugas negara, tetapi juga menunaikan tugas agama. Niat dan tindakan memilih yang dilakukan oleh pemilih muslim adalah ibadah bagi yang bersangkutan. Asal, sekali lagi, yang dipilih adalah calon yang benar-benar memenuhi syarat.
http://banjarmasin.tribunnews.com/20...h-haram-golput

MUI Akan Tetapkan Haram Golput. Perlukah?
04:01 PM, 30-Mar-14

arsatutv - Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengaku keberatan dengan fatwa haram golput alias tak mencoblos yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurutnya, fatwa tersebut terlalu keras ditetapkan di Indonesia. "Saya rasa tidak perlu sampai (keluar) fatwa. Tapi secara moral itu bagus. Tapi kalau dijadikan fatwa syar'i itu terlalu keras," ucap Jimly yang ditemui dalam Tabligh Akbar di Masjid Al-Azhar, Jakarta, Minggu (30/3/2014).

Menurut Jimly, golput merupakan tanggung jawab pemilih terhadap suatu bangsa. Namun, dia menghargai usaha MUI untuk mendorong pemilih agar tidak menjadi golput. "Tapi moralnya dan niat baiknya, harus kita hargai," katanya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia Jatim menegaskan, warga yang tidak ikut pemilihan umum alias golput adalah haram. MUI meminta masyarakat agar ikut peran serta dalam pemilu 2014 nanti.

KH Abdusommad buchory, ketua mui jatim menegaskan, jika ada pemimpin yang memiliki sifat-sifat tersebut, maka wajib hukumannya untuk dipilih. Namun, jika tidak dipilih, maka orang yang tidak memilihnya akan menanggung dosa.
http://arsatutv.mwb.im/mui-akan-teta...perlukah.xhtml

---------------------

Bagi yang menghalalkan DEMOKRASI dalam sistem politik kekuasaan dimana ummat muslim menjadi mayoritas, bisa saja sebagian ulama Islam di negeri itu membuat fatwa-fatwa seperti yang dilansir diatas. Tetapi harap pula diketahui, ada pula ulama Islam yang mengharamkan DEMOKRASI (seperti artikel dibawah ini). Mereka hanya menghalalkan proses musyawarah-mufakat seperti yang diperritahkan Allah dalam Al-Qur'an di dalam memilih Pemimpin ummat muslim. Kebetulan, UUD 1945 yag asli, justru telah mengadiopsi azas musyawarah-mufakat itu. Sayang, arus Reformasi yang dipimpin oleh tokoh Islam sendiri seperti Amien Rais pada waktu itu, justru mengganti prinsip itu dengan model Demokrasi ala Barat. Salah siapa?


emoticon-Cape d... (S)
0
2.4K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.