Saya sangat tertarik untuk menuliskan cerita ini begitu membaca headlinenya di Tribunnews.com kemarin. Ceritanya Dua anggota Satlantas Polres Kupang, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite, menghentikan perjalanan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan rombongannya, usai melakukan kunjungan kerja di wilayah Kabupaten Kupang, Kamis (10/12013). Penghentian dilakukan polisi saat gubernur melintasi Jalan Timor Raya di Noelbaki, karena kendaraan yang mengawalnya membunyikan sirene.
Gubernur Frans Lebu Raya pun turun dari mobil dinasnya, lalu menghampiri dan menegur dua anggota Satlantas yang sedang bertugas. "Pak Gubernur turun dari oto (mobil) dan tanya saya. Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT, kenapa kalian tahan? Saya hanya bilang, kami tidak tahan bapak. Kami hentikan kendaraan yang mengawal bapak karena membunyikan sirene, dan itu melanggar aturan. Lalu Pak Gubernur bilang biarkan saya lewat, nanti saya sampaikan ke Kapolda," kata Piet menirukan ucapan gubernur. Hal senada disampaikan Aipda Mess Nite. Menurutnya, sekitar belasan mobil rombongan gubernur yang dihentikan. Bahkan, ada sebagian dari rombongan yang menendang papan rambu lalu lintas yang bertuliskan pemeriksaan kendaraan. Namun, keduanya mengaku prosedur yang dijalankan saat menghentikan kendaraan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009.
Quote:
Gubenur NTT menegur polantas yang menghentikan iringan mobilnya
Menanggapi kejadian ini, Kapolda NTT Brigjen Ricky Sitohang mengatakan, berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, rombongan gubernur seharusnya dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Menurut Sitohang, itu diatur dalam UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ). Dalam undang-undang itu dijelaskan, pengawalan terhadap kepala daerah seperti gubernur, wali kota, dan bupati, termasuk yang menggunakan konvoi voorijder dilakukan oleh polisi. "Tidak ada aturan Satpol PP kawal gubernur saat menggunakan jalan raya tanpa ada pengawalan polisi. Jangan bikin aturan sendiri, dan jangan salah kaprah terhadap UU. Seharusnya, rombongan Gubernur NTT dikawal oleh Polisi Lalu Lintas. Satpol PP bisa saja ada, tapi mereka ikut dari belakang," tutur Sitohang.
Terrhadap polisi yang 'menahan' voorijder sipil, Kapolda Sitohang memberikan apresiasi. "Polisi seharusnya seperti itu. Saat menegakkan aturan, polisi jangan takut karena dia dilindungi UU. Saya senang melihat polisi yang paham dan bertanggung jawab terhadap tupoksinya. Terima kasih kepada polisi yang sudah laksanakan tugasnya itu. Dia sangat luar biasa, dia tahu tupoksi," puji Sitohang. Dalam melaksanakan tugas, jelas Sitohang, polisi harus tegas, namun humanis. "Jangan arogan, jangan menunjukkan kekuasaan. Jalankan aturan perundangan dengan cara yang santun. Polisi jangan membentak-bentak, memaki-maki, apalagi menganiaya. Kalau polisi membiarkan terjadi pelanggaran lalu lintas, maka polisinya sontoloyo," bebernya.
Quote:
Kapolda NTT Brigjen Ricky Sitohang
Menyimak cerita ini saya langsung teringat kisah masa dulu saat seorang polantas bernama Brigadir Royadin yang menghentikan dan menilang mobil yang saat itu ditumpangi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Ceritanya pada pertengahan 1960-an itu, Royadin bertugas di pos lantas yang seingatnya kalau tidak di pertigaan depan Stasiun Poncol Semarang, di Simpang Lima, ataupun daerah Jalan MT Haryono. Tiba-tiba Royadin melihat ada mobil melanggar jalan searah. Ia langsung mencegat. Ternyata pengemudinya orang yang sama sekali tidak asing. Royadin tersentak, tapi ia tetap memilih menilang orang besar itu. Sultan HB IX menurut Royadin tidak marah dan memberikan surat-surat kelengkapan yang diminta sesuai peraturan. Berikut nukilan ceritanya yang membuat saya terharu, kagum sekaligus bangga dengan figur seorang pemimpin Yogyakarta.
Quote:
Quote:
"Ketika Sri Sultan HB IX Ditilang Seorang Polantas"
Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.
Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat. “Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.
Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh. “Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.
“Bapak melangar verbodden , tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari jogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.
Setelah melihat rebuwes , Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan , namun sultan menolak. “ Ya ..saya salah , kamu benar , saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.
“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .
“Em..emm ..bapak saya tilang , mohon maaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankan begitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliau tidak melakukannya.
“Baik..brigadir , kamu buatkan surat itu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.
Surat tilang berpindah tangan , rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelum sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal. Beberapa menit sinuwun melintas di depan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.
gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.
“Royadin , apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa , ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiri bolak balik.
“ Sekarang aku mau tanya , kenapa kamu tidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia , ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya. “ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.
“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.
Brigadir Royadin pasrah , apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keras kepala) kedengarannya. Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.
Usai mendapat marah , Brigadir Royadin bertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.
Suatu sore , saat belum habis jam dinas , seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yang memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.
“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .
“ Siap pak !” Royadin menjawab datar. “Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepi pekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.
“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.
“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda pekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.
Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan dari Sri Sultan HB IX yang intinya :
"Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX."
Tangan brigadir Royadin bergetar , namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .
“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun , saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , ini tanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya !”
Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX , amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.
Kalau kita membaca 2 kisah yang berbeda ini yaitu Kisah Dua Polantas Yang Menghentikan Iring-Iringan Mobil Gubernur NTT dan kisah Brigadir Royadin yang menilang Sri Sultan HB IX maka terlihat jelas perbedaan sikap meskipun kedua subyeknya sama-sama Gubernur. Gubernur NTT melalui ucapannya bisa disimpulkan mewakili figur penguasa masa modern dengan segala arogansinya, sedangkan sikap yang dilakukan oleh Sultan HB IX mencerminkan figur seorang pemimpin rakyat yang patut dicontoh dan dikenang sepanjang masa. Dan apa yang di lakukan Brigadir Royadin telah memberi contoh yang harus diteladani. Bagaimana seorang Polisi bersikap dan berani bertindak menegakkan peraturan tanpa kompromi siapa yg melanggar.
Quote:
Quote:
Ane cuma share cerita ini karena masih ada polisi yg berdedikasi mengakkan hukum dan melayani masyarakat. Tanpa takut dengan kekuasan dan kekuatan materi yang sekarang menjadi raja di Indonesia.
Semoga ada pak polisi setelah baca trit ini jadi tergerak hatinya bisa menjadi polisi yang lebih baik untuk masyarakat tentunya.
Quote:
Jangan lupa kalo agan berkenan cerita ini di share,
biar pade baca tuh cerita.
dan TS tentunya dikasih cendol
untuk yang sudah komeng makasih yah.
untuk silent reader, dibaca dan disebarin tuh.
untuk junker....... ke laut aja luh nyari pungutin sampah!
Quote:
komeng" agan yang good
Quote:
Original Posted By hermanovzky►ane sempat tinggal di NTT maaf bukan generalisasi ya gan....
tapi emang setau ane ini daerah yg semua pejabatnya keblinger semua. Aparat dari kota sampai desa hampir gak ada yg bener (ntar salah kalo ane bilang semua gak bener). Setelah menduduki jabatan mereka sibuk memperkaya diri dan keluarga. Aturan cuman berlaku buat orang miskin, pendidikan paling terbelakang di Indonesia tingkat kelulusan terendah di Indonesia. jangan heran kemampuan SDM disini walau lulus Sarjana tapi gak ngerti apa-apa.
Fasilitas kesehatan hancur sehancur hancurnya, sampai teman2 pada bilang "kalo sakit mending jangan di Kupang daripada makin parah" padahal kupang ibukota propinsi. Air bersih sampai sekarang masih jadi momok buat orang kupang.
hewan liar bukannya dilindungi malah dibunuh seenaknya, kawasan cagar alam seperti gua monyet yg mestinya ditata malah dibiarkan seenaknya. orang2 membunuhi monyet dan membangun rumah disekitar gua monyet itu. kenapa nggak dikembangkan jadi wisata alam seperti engash di bali ??
Pemerintahan kalah dengan kemauan pengusaha, jangan heran disini jika agan bersebrangan dengan pengusaha maka lebih bahaya daripada agan berhadapan dengan pemerintah. Pengusaha dengan bebasnya mendikte kemauannya pada para pejabat.
Sebenernya NTT bisa dijadikan daerah pariwisata besar lebih hebat dari bali bahkan kalo diolah dengan bener, cuman itu pemdanya gak beres gak pernah mikirin rakyat. tata ruang paling gak jelas dan gak pernah dipikirkan....
sangat disayangkan bumi seindah Timor tenggelam dalam keserakahan .......
Quote:
Original Posted By gr3gor1►Trit yg sangat bagus, walo dah sering baca dikaskus ini soal penilangan sri sultan hamengkubuwono ix ini ttp kagum ama figurbeliau
En khusus tuk ts sangat ane apresiasi soal kalimat :
" Ane cuma share cerita ini karena masih ada polisi yg berdedikasi mengakkan hukum dan melayani masyarakat. Tanpa takut dengan kekuasan dan kekuatan materi yang sekarang menjadi raja di Indonesia.
Semoga ada pak polisi setelah baca trit ini jadi tergerak hatinya bisa menjadi polisi yang lebih baik untuk masyarakat tentunya."
Komen ts ini bener2 membangun
Quote:
Original Posted By fusionjazz►" Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT " njriiittt kata2nya songong banget.. Jd gubernur cuma 5 taun juga, nasib kalo nyalonin lagi dan terpilih lagi, kalo ga?
Sebelum jadi aja pada manis, baik, cari muka. Giliran udah jadi gubernur, keluar deh sifat AROGAN nya
Quote:
Original Posted By wma9►seseorang yg mau mengakui kesalahannya adalah seseorang yg berjiwa besar
Quote:
Original Posted By lunar.knight►Ane tinggal di Kupang,NTT gan ..
Keren tuh pak polkis ,, btw yg di poto kyknya sering liat smua tuh polisi"nya
wah tinggal dikupang gan? sering liat polisi itu atau sering ditilang ama polisi itu?
Quote:
Original Posted By savapratama►Kok ane banyak baca komen "panjang amat.." Dsb ya gan..
Prihatin rasanya, rasa2nya banyak yang disini cuman iseng, ngejar pangkat, atau apalah. Semoga aja bukan karena mental generasi kita yg sudah bobrok dan tidak bisa "mendalam". Kalo kek gini terus juga ga bakalan maju kita sebagai insan pribadi maupun bangsa.
mental yg menunjukkan "malas".
ƍäª banyak berharap jadinya akan ada HB2 selanjutnya kayak crita diatas
Quote:
Original Posted By henzaminami►polisi memang harus menjalankan tugasnya tanpa pandang bulu
mau itu orang besar maupun kecil sekalipun, banyak polisi baik di Indonesia dan juga ga sedikit yg buruk di sini