Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

baobazAvatar border
TS
baobaz
Sang Pendidik Tanpa Kekerasan
Sang Pendidik Tanpa Kekerasan

Spoiler for No Repost:


Ini adalah kisah sejarah yang pernah dituturkan oleh seorang guru besar dunia bernama Dr Arun Gandhi, cucu dari mendiang Mahatma Gandhi, tentang bagaimana dia dididik dan dibesarkan oleh ayahnnya. Beginilah kisahnya:

"Kala itu, usia saya kira kira masih 16 tahun dan tinggal bersama kedua orangtua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, Mahatma Gandhi. Kami tinggal di sebuah perkebunan tebu kira kira 18mil jauhnya dari Kota Durban, Afrika Selatan.

Rumah kami jauh di pelosok desa terpencil sehingga hampir tidak memiliki tetangga. Oleh karena itu, saya dan kedua saudara perempuan saya senang sekali bila ada kesempatan untuk bisa pergi ke pusat kota, untuk sekedar mengunjungi rekan atau terkadang menonton film di bioskop.

Pada suatu hari, kebetulan Ayah meminta saya menemani beliau ke kota untuk menghadiri suatu konferensi selama sehari penuh. Bukan main girangnya saya saat itu. Karena tahu kami hendak ke kota, Ibu menitipkan daftar panjang belanjaan yang dia butuhkan. Disamping itu, Ayah juga memberikan beberapa tugas kepada saya, termasuk memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu setelah kami tiba di tempat konferensi, Ayah berkata, 'Arun, jemput Ayah di sini ya. Nanti jam lima sore... dan kita akan pulang bersama sama.'

Baik Ayah, saya akan berada di sini tepat jam lima sore'. Jawab saya dengan penuh keyakinan.

Setelah itu, saya segera meluncur untuk menyelesaikan tugas yang dititipkan Ayah dan Ibu kepada saya satu persatu. Sampai akhirnya hanya tinggal satu pekerjaan yang tersisa, yakni menunggu mobil selesai dari bengkel. Sambil menunggu mobil diperbaiki, saya pikir tidak ada salahnya untuk mengisi waktu senggang dengan pergi ke bioskop untuk menonton sebuah film. Saking asyiknya nonton, ternyata waktu sudah menunjukkan pulul 17.30, sementara saya janji menjemput Ayah pukul 17.00. Segera saja saya melompat dan buru buru menuju bengkel untuk mengambil mobil, dan segera menjemput Ayah yang sudah hampir satu jam menunggu.Saat saya tiba sudah hampir pukul 18.00.

Dengan gelisah, Ayah bertanya kepada saya, 'Arun... kenapa kamu terlambat menjemput Ayah?'

Saat itu saya merasa bersalah dan sangat malu untuk mengakui bahwa saya tadi keasyikan nonton film sehingga saya terpaksa berbohong dan mengatakan, 'Maaf Ayah... tadi mobilnya belum selesai diperbaiki sehingga Arun harus menunggu.'

Ternyata tanpa sepengetahuan saya, Ayah sudah terlebih dahulu menelpon bengkel mobil tersebut sehingga dia tahu saya berbohong. Kemudian wajah Ayah tertunduk sedih, sambil menatap saya, Ayah berkata, 'Arun, sepertinya ada sesuatu yang salah dengan Ayah dalam mendidik dan membesarkan kamu sehingga kamu tidak punya keberanian untuk berbicara jujur kepada Ayah. Untuk menghukum kesalahan Ayah ini, biarlah Ayah pulang dengan berjalan kaki, sambil merenungkan di mana letak kesalahannya.'

Lalu, dengan masih berpakaian lengkap Ayah mulai berjalan kaki menuju jalan pulang ke rumah. Padahal hari sudah mulai gelap dan jalanan semakin tidak rata. Saya tidak sampai hati meninggalkan Ayah sendirian seperti itu. Namun, meskipun Ayah telah ditawari naik mobil, beliau tetap berkeras untuk terus berjalan kaki. Akhirnya saya mengendarai mobil pelan pelan di belakang beliau, dan tak terasa air mata saya menitik melihat penderitaan yang dialami beliau hanya karena kebohongan bodoh yang telah saya lakukan. Sungguh saya begitu menyesali perbuatan saya tersebut.

Sejak saat itu, seumur hidup saya selalu berkata jujur kepada siapapun. Sering sekali saya mengenang kejadian itu dan merasa terkesan. Seandainya saja saat itu Ayah saya menghukum saya sebagaimana pada umumnya orangtua menghukum anaknya yang berbuat salah, kemungkinan saya akan menderita atas hukuman itu dan mungkin hanya sedikit saja menyadari kesalahan saya.

Namun, dengan satu tindakan mengevaluasi diri yang dilakukan Ayah, walaupun tanpa kekerasan justru telah memiliki kekuatan luar biasa untuk bisa mengubah diri saya sepenuhnya. Saya selalu mengingat kejadian itu seolah olah seperti baru terjadi kemarin."

Para orangtua, sahabat semua, sungguh Ayah Dr Arun Gandhi itu merupakan seorang ayah dan guru yang luar biasa dalam mendidik anaknya. Sebuah kisah emas untuk kita para orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak anak. Untuk selalu mengevaluasi diri manakala anak anak tercinta mulai menunjukkan perilaku yang kurang terpuji.. mari kita para orangtua membiasakan diri untuk selalu bertanya, apa yang salah dari saya, mengapa anak saya kok bisa seperti ini?

Semoga kisah ini bisa menginspirasi setiap orangtua agar bisa mendidik anak anak kita menjadi orang besar dan luar biasa sekaliber Mahatma Gandhi, Sang pejuang dan pendidik tanpa kekerasan..

Pada agama yang TS anut, ada ayat yang berbunyi:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." QS Ali Imron,3:133-134

Sumber: Grup WhatsApp yang TS ikuti, namanya Komunitas Berbuat Baik

Spoiler for TS Menerima::


Spoiler for Jangan Lupa:
Diubah oleh baobaz 23-03-2014 14:10
0
1.1K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.