Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nazi39Avatar border
TS
nazi39
maap ya gan buat tugas
Kami berangkat dari gonzaga menuju gombong padan pukul 4 sore kami menggunakan bus untuk menuju Gombong. Sebelumnya kami diberi penjelasan sesaat sebelum kami berangkat. Kami sampai didaerah Gombong kira kira jam 3 pagi, untuk mengisi waktu kosong sampa jam 6 pagi, kami berhenti di rest area. Kemudia setelah itu kami baru berangkat menuju paroki St. Mikael. Kami menuju aula dimana kami kemudia dipecah dalam wilayah tempat kami nantinya live in. Kami lalu menuju wilayah live in menggunakan truk.
Setelah sampai di wilayah Panjatan, kami lalu dikumpulkan untuk kemudian diserahkan kepada orangtua angkat kami. Awalnya saya berpikir live in tidak akan merepotkan saya, karena saya sudah biasa. Di live in juga saya harus makan apa yang ada mensyukuri apa yang ada. Di live in juga saya berpikir akan bekerja, entah bertani, merawat sapi atau kambing, mencari kayu, dll.
Saya bersama teman saya Bagas/ Bakum kemudian berjumpa dengan orangtua angkat saya, namanya Bapak Sunarto, kami lalu menuju rumah, yang menurut saya cukup bagus untuk ukuran orang desa. Setelah mandi, beres beres, dan makan, saya menyempatkan diri menanyakan Pak Narto soal kehidupan keluarganya. Ia bilang ia memiliki 5 orang anak, 2 laki laki dan 3 perempuan. Dari kesemua anaknya itu semuanya tingkat pendidikan yang mereka tempuh hanya mencapai tingkat SMP. Hal itu dikarenakan masalah finansial (kurangnya dana). Pak Narto sendiri bekerja sebagai buruh tani, itu juga bergantian dengan temannya mengurus sawah, itu juga harus menunggu panggilan dari si pemilik lahan. Selain buruh tani Pak Narto jugamemiliki 3 ekor kambing dan ayam ayam. Saya lupa menyakan apakah kambing kambing itu miliknya atau ia hanya merawat kambing orang lain. Sementara Ibu Pariah, istri Pak Narto hanya seorang ibu rumahtangga. Dari penuturannya anak anaknya bekerja di Jakarta 1 orang, Palembang 1 orang, Semarang 2 orang, dan Gombong 1 orang. Mereka kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga / PRT.
Dari yang saya pikir, saya kira saya akan makan secara sederhana nantinya saat live in. Tapi kenyataannya 4 hari 3 malam disana tiada hari tanpa ayam. Jauh dari pemikiran saya. Hari itu saya juga tidak melakukan pekerjaaan apapun. Sehingga saya memutuskan bersama Bakum untuk berjalan jalan untuk melakukan orientasi medan/ pengenalan daerah sehingga saya tahu dimana saja letak rumah anak anak gonzaga yang lain. Bersama Nando, Hesketh, Manu, dan Adriel. Sampai saya telah mengetahui daerah / wilayah 4 secara keseluruhan, wilayah 5 keseluruhan, dan wilayah 3 sebagian wilayahnya saya sudah ketahui.
Bagi saya hal yang ada dipikiran saya pada hari pertama adalah soal apakah saya disini hanya merepotkan kedua orangtua angkat saya?. Dan juga keinginan untuk bekerja merasakan live in seseungguhnya.

Kemudian pada hari kedua saya bangun jam 4 pagi. Merupakan kebiasaan saya entah kenapa saya selalu bangun jam 4 baik dirumah saya di Jakarta maupun di Gombong. Kemudian saat saya bangun orangtua angkat saya tengah melaksanakan sholat subuh. Kemudian saya setelah mereka selesai sholat subuh membuat kopi dan menonton TV. Saya juga iseng iseng menanyakan soal politik, soal presiden yang paling bagus. Ayah angkat saya menyukai Soekarno karena ia sebagai pemimpin yang tegas seorang panutan. Ia bahlan memberi klasifikasi: Soekarno itu Perjuangan, Soeharto itu Pembangunan, SBY itu bobrok serba ancur. Itu yang saya ingat dari perbincangan saya dipagi hari bersama bapak.
Dihari itu juga ada kerja bakti, saya antusias dengan kegiatan ini, karena hal ini yang tidak pernah saya lihat di Jakarta, maklum saya sebagai anak kota yang asing akan kehidupan pedesaan. Kami diberitahu kami akan menempatkan batu batu, dipinggir jalan untuk dibuarkan jalan. Kami lalu memindahkan batu yang ada. Saya bersama laki laki yang lain bertugas mengangkat batu dari depan rumah seorang warga ke pinggir jalan. Saya mencoba berbagai alat untuk mengangkat batu/ cara. Baik diangkat satu per satu dengan tangan, menggunakan gerobak, menggunakan alat seperti tandu tapi fungsinya kali ini untuk mengakat batu. Ada juga kaitan dari bambu dan tali. Saya melihat sesuatu yang langka, yaitu warga desa tidak pernah mengeluh atas keadaan, saya tahu mereka capek karena saya juga merasakannya tapi mereka tidak peduli, mereka dari yang saya lihat sangat bersemangat, memiliki persaudaraan yang erat. Bahkan ibu ibu yang usianya menurut saya sudah tua saja mau ikut kerja bakti mengangkat batu.
Kemudian setelah selesai kerja bakti kami makan, mandi. Lalu saya pamit untuk jalan jalan lagi, sementara teman saya Bakum tidur. Saya iseng mampir ke wilayah 1. Lalu saya diajak Wens main. Kemudian dari wilayah satu saya hendak mencari wilayah lainnya, lalu sampai diwilayah 7. Saya menyempatkan main di wilayah 7. Kemudian saya pulang dan mencuci baju. Setelah itu saya ikut bapak mencari rumput untuk makanan kambing.
Kemudian saya bersama Bakum pergi ke tempat Cilla untuk membahas apa yanga akan kami tampilkan esok hari. Kami berdiskusi sampai sekitar jam 9 malam. Setelah kami menemui kesepakatan. Baru pulang.

Pada hari ketiga, sama seperti hari kedua saya bangun jam 4 pagi. Kemudian nonton dengan bapak dan ibu. Yang menarik perhatian saya ketika ada berita tentang pesawat Malaysia Airlines yang jatuh, orangtua saya mengira pesawat yang jatuh itu sama dengan pesawat Adam Air yang jatuh di Majene, Sulawesi.
Kemudian ketika jam menunjuk angka 6 saya pamit dengan alasan mau jalan pagi biar sehat. Lalu saya jalan jalan lagi, kali ini saya bertemu Rama, Otta, dan Arga sedang berjalan jalan juga menuju SD, katanya mereka juga iseng mau jalan jalan. Kami mengikuti anak anak SD yang bila diperhatikan ada yang rumahnya di sekitar wil. 4 sekolahnya jaraknya +4 km. Mereka tampak ceria kesekolah seperti tanpa beban. Sampai di SD kami lalu bertemu teman teman yang lain sehingga kami mengobrol dan bermain main. Setelah itu saya pulang, ketika sampai saya mandi lalu bapak saya mau kekebun, saya ikut tapi hanya sekedar menenggok saja tidak melakukan apa apa lagi. Karena benar benar tidak ada pekerjaan saya memutuskan pergi ketempat Cilla membicarakan hal hal yang akan dilakukan esok hari. Bapak saya bilangnya baru mau kerja disawah hari kamis, berarti saya sudah pulang, dan katanya ada juga sabung ayam dihari kamis itu juga.
Dari hari kehari hal yang saya selalu ingat adalah soal keramahan penduduknya, saya dan mereka tidak saling kenal tapi ketika dijalan mereka menyapa saya dengan hangatnya, sungguh hal yang tidak pernah saya rasakan selama hidup di Jakarta. Sampai terpikir bagaimana Jakarta bila penduduknya kelakuannya seperti warga di Gombong. Dari rumah Cilla saya tadapat kabar dari bapak saya kalo ditempat adik iparnya ada satu anak yang kecelakaan, ciri cirinya botak, kurus. Saya langsung tahu itu Panji, yang memang tipenya tidak bisa diam, sekarang justru jatuh dari motor. Kemudian saya mengetahui jika dalam satu wilayah ini seperti ada hubungan antar keluarga yang satu dengan keluarga lainnya. Seperti keluarga saya denga Cilla yang bapaknya cilla itu kakaknya ibu saya, juga dengan keluarga Dwita, dimana bapaknya Dwita adik Bapak saya.
Ada hal lain yang saya perhatikan juga. Yaitu ayam, ketika datang saya melihat ayam milik bapak masih banyak, tapi lama kelamaan saya lihat dihari ketiga jumlah ayamnya semakin berkurang. Jangan jangan saya bisa makan ayam 3 hari itu full karena ayam didepan dipotong terus.
Kemudian momen yang menurut saya mengharukan pada hari itu adalah pada saat acara perpisahan. Dimana kami bersama warga desa Sukomulyo berkumpul dalam satu acara. Acara yang merupakan tanda terimakasih kami atas diterimanya kami di desa Sukomulyo. Juga terimakasih kami atas nilai nilai yang telah kami dapat setelah 3 hari live in. Banyak dari kami yang menitihkan air mata. Seolah ini rumah saya, saya tidak mau pulang ke Jakarta yang angkuh dan kejam, disini saya menemukan kedamaian dan ketenangan diri. Saya berpikirpun juga begitu sungguh sangat nyaman tinngal di Gombong, sangat sulit meninggalkan tempat yang berkesan bagi kami. Tempat yang memberi pengajaran, kedamaian, kehangatannya. Memberi penyadaran pada kami tetang nilai nilai hidup, kehangatan, persaudaraan. Samapai saat ini bahkan saya masih merindukan suasana live in. Sesungguhnya kilau gemerlap Jakarta membuat kita lupa dengan kehidupan lainnya di daerah pedesaan.
Kemudian hari keempat, hari kami harus meninggalkan Gombong, Panjatan, berat rasanya pergi, apalagi orangtua angkat saya sudah mengagap saya sebagai anaknya sendiri.
0
1.6K
11
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread83.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.