Pagelaran pameran produk fesyen Indonesia bertajuk “Indonesia Fashion Week 2014” pun resmi dibuka Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu di JCC, Jakarta, Kamis (20/2/2014). Pameran yang berlangsung pada 20-23 Februari ini mengusung konsep “Local Movement” sebagai bentuk cinta dan komitmen akan pengembangan produk yang 100 persen lokal Indonesia. Gerakan awal ini pun kemudian diharapkan dapat melahirkan berbagai inovasi produk fesyen yang menjadi ciri dan kekhasan, serta menjadi jati diri bangsa Indonesia di dunia internasional.

“Salah satunya adalah sarung, yang tentunya kita harapkan akan menjadi jati diri bangsa Indonesia,” ujar Mari Pangestu, saat membuka acara tersebut.

Menurut dia, untuk menjadikan produk lokal Indonesia, seperti sarungmenjadi ciri khas di dunia, maka harus dipersiapkan dengan matang, terutama dari sisi kualitasnya, agar dapat memenuhi standar pasar. “Oke, saya disuruh pakai local product, tapi kalau local product-nya kurang bagus, gimana? Apakah saya terpaksa harus menggunakannya?”

“Inilah yang benar-benar harus kita persiapkan sedini mungkin, agar produk kita dapat diterima, baik di pasar dalam negeri dan terutama pasar internasional. Maka itu, kita harus meningkatkan kapasitas kita, mengembangkan kreatifitas, memperbaiki desain,” sambung dia.

Dan yang tak kalah pentingnya, Mari melanjutkan, “what is Indonesia fashion? Apakah sarung?”.

Mari mengapresiasi pengembangan sarung di Indonesia. Menurutnya, produk fesyen sarung telah berkembang dengan cukup pesat. Berbagai produk bisa dikreasikan dari sarung tersebut, seperti baju (dress), celana, dan sebagainya.

“Jadi setiap tahun ada perkembangannya. Mungkin sarung yang akan menjadi identik dengan fesyen Indonesia,” tegasnya.

Jika dunia internasional tertuju pada ke Indonesia yang menjadi pusat fesyen muslim dunia pada tahun 2020, maka pada 2025, pemerintah pun menargetkan Indonesia menjadi sentra fesyen dunia.

“IFW muncul dari gagasan dari beberapa pihak yang mempunyai mimpi agar Indonesia menjadi salah satu sentra fesyen di dunia pada 2025,” ujar Mari Pangestu.

Mari mengingatkan, bahwa acara IFW bukan sekadar ajang pameran tetapi menjadi langkah awal untuk mewujudkan mimpi besar bangsa Indonesia untuk menjadi pusat mode dunia.

Pameran ini juga didukung oleh empat kementerian, yakni Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), serta Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Masing-masing lembaga tersebut, saling bersinergi dengan peran yang berbeda untuk mewujudkan kemajuan fesyen di tanah air.

“Trend dan desain menjadi bagian dari Kemanparekraf, untuk industri dan bahan baku menjadi tanggung jawab Kemenperin, pengembangan UKM fesyen menjadi bagian Kemenkop UKM, dan tentunya urusan pasar, akses pasar, business to business, dan menciptakan lokal brand itu adalah bagian dari Kemendag,” terang Mari.

Pameran ini juga mendapat dukungan penuh dari dunia usaha, yakni Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan juga Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI). Menurut Mari, pameran dari tahun ke tahun juga mengalami kemajuan yang sangat pesat.

“Dalam umur tiga tahun IFW ini, dari 350 peserta, sekarang sudah hampir mencapai 500 peserta,” tegasnya.

“Tentu, harapan kita adalah brand. Ujungnya adalah bisa membuat brand sendiri. Walaupun baru tiga tahun tetapi kita sudah lihat hasilnya,” imbuhnya.

Pameran pada tahun ini juga menghadirkan sejumlah peserta dan buyer internasional. Pada 2015, panitia menargetkan akan menghadirkan lebih dari 800 merek dalam ajang pameran yang sama, serta mengundang sekitar 300 buyer internasional. [ama]