Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

iisengiAvatar border
TS
iisengi
Mengapa Buku MUI di Sarang Teroris?
Mengapa Buku MUI di Sarang Teroris?

ilustrasi teroris


Gegap gempita menjelang tahun politik 2014 tak hanya dihebohkan oleh penahanan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK, namun juga oleh aksi penyergapan terduga pelaku terorisme oleh Densus 88 di Ciputat, Tangerang yang menewaskan 6 orang disusul penangkapan seorang lagi di perumahan Alamanda, kabupaten Bogor.

Tak ada yang istimewa dalam aksi penyergapan di Ciputat. Berbeda dengan penangkapan di Perumahan Alamanda, dengan ditemukannya buku panduan berlogo MUI yang berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Kesesatan Syiah di Indonesia.”

Dalam tiap aksi Densus 88 memberangus terorisme selama ini, merupakan hal biasa bila rata-rata terduga teroris ditemukan memiliki/menyimpan semacam buku panduan jihad. Namun ‘buku merah’ dari MUI yang dimiliki sang teroris dari hasil penggerebekan kali ini ternyata tak hanya berjumlah satu atau dua, tapi 310 eksemplar dengan judul yang sama, terbungkus rapi dalam 2 kardus.

Keberadaan buku tersebut dalam jumlah tak wajar di tangan teroris, patut agaknya kita pertanyakan. Darimana buku itu berasal? Apa keterkaitan MUI dengan pemilik buku tersebut?

Ditegaskan Nurakmat, ketua RW 08, yang merupakan wilayah teroris itu ditangkap. “Buku itu kemarin berjumlah 310 dan sempat dibawa ke Polres dan turut diperiksa beserta pemiliknya.”

Akibat kejadian itu warga perumahan Alamanda sepakat akan lebih meningkatkan kewaspadaan di lingkungan mereka agar hal yang sama tidak terulang kembali.

Nurakmat sendiri sebenarnya tidak begitu percaya bila salah seorang warganya adalah tersangka teroris. Meskipun selama ini sudah sering ada laporan dari warga sekitar tempat tinggal tersangka atas gerak-gerik mereka yang mencurigakan.

“Saya Sebenarnya tidak percaya kalau warga saya ada yang menjadi teroris. Tapi setelah mencocokan data-data yang dibawa oleh Densus 88 dengan yang ada di rumah tersangka, barulah saya percaya dan tidak bisa berbuat apa-apa,” tutur Nurakmat.

Terkait sejauh mana pengaruh buku “Mengenal dan Mewaspadai Kesesatan Syiah di Indonesia” yang dimiliki dan sekaligus dijadikan alat pembenaran oleh para teroris untuk melakukan tindakan teror, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto mengatakan bahwa semua bukti yang diambil dari TKP (Tempat Kejadian Perkara ), baik TKP penangkapan maupun tempat mereka tinggal, semuanya akan diteliti satu-persatu. Termasuk buku terbitan MUI yang ditemukan juga di sana.

“Semua itu akan kita teliti satu persatu, kenapa ada di sana, apakah itu jadi bahan pedoman mereka atau gimana. Itu akan kita pelajari dan dalami lebih lanjut,” paparnya saat diwawancarai oleh wartawan media Ahlulbait Indonesia di kantornya.

Jumlah buku “Mengenal dan Mewaspadai Kesesatan Syiah di Indonesia” yang tidak sedikit jumlahnya juga menjadi perhatian pihak kepolisian. Kepolisian akan menyelidiki apakah ini ada yang mensuplai? Hingga detik ini, pihak berwajib masih terus melakukan proses penyelidikan.

“Apalagi di antara buku tersebut kita temukan buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, yang itu juga akan kita pelajari. Apakah Syiah juga calon sasaran terorisme? Kami belum dapatkan kesimpulan tersebut,” ujar Kombes Rikwanto.

Sementara itu, salah satu penerbit buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” yaitu Gema Insani Press yang berada di Depok, hingga saat ini belum dapat dikonfirmasi. Beberapa kali wartawan media Ahlulbait Indonesia mendatangi tempat mereka untuk meminta konfirmasi dan klarifikasi atas masalah ini, namun hingga tulisan ini dibuat, pihak Gema Insani Press tidak mau menerima wartawan media Ahlulbait Indonesia dan selalu memberikan alasan yang terkesan menghindar.

MUI secara tegas menolak tindakan terorisme yang dibuktikan dengan mengeluarkan fatwa sejak tahun 2004 bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang menyangkut kemanusiaan dan peradaban.

“Itu kan sudah kita fatwakan bahwa terorisme itu haram hukumnya dan bom bunuh diri itu juga haram,” kata KH. Amidhan, saat kami wawancarai di kantor MUI Pusat.

Amidhan juga menjelaskan bahwa negara Indonesia itu bukan maqamnya untuk Jihad. Karena Indonesia itu adalah negara Suluh, negara Damai dan bukanlah negara perang ataupun negara Harbi.

“Maka dari itu fatwa-fatwa MUI tidak boleh menyebut, orang ini kafir, lalu halal darahnya. Itu tidak ada di sini. Karena di sini negara damai” Jelas Amidhan mempertegas bahwa negara Indonesia bukanlah negara barbar.

Lebih lanjut KH. Amidhan menjelaskan bahwa Islam Itu hanya punya dua arti, yaitu pertama berarti tunduk dan patuh, kemudian yang kedua adalah berserah diri kepada Allah SWT.

Adapun terkait buku-buku yang dimiliki para teroris saat mereka tertangkap, Amidhan menegaskan bahwa pemerintah harus tegas dan berani melarang peredaran buku-buku tersebut. Terutama buku-buku yang dianggap provokatif dan menimbulkan maraknya terorisme.

Amidhan juga meminta Polri untuk menyita buku apapun yang terbukti berada di tangan teroris dan sekaligus menjadi buku pegangan mereka.

“Polri mestinya nggak usah banyak bicara! Disikat aja buku seperti itu dan dibekukan,” tegas Amidhan.

Namun ketika wartawan media Ahlulbait Indonesia menyatakan bahwa salah satu buku yang dimiliki oleh tersangka teroris di Bogor adalah buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia,” Amidhan agak sedikit terkejut dan mengatakan bahwa buku tersebut tidak ada hubungannya dengan terorisme.

“Ini kan kita tidak tahu. Ini kan tidak ada hubungannya dengan teroris kan, buku ini?,” tegas Amidhan.

Ketika ditanya tentang kebenaran bahwa buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” apakah MUI yang menerbitkan? Amidhan menyebutkan bahwa MUI tidak menerbitkan buku tersebut, sebab MUI tidak memiliki banyak uang untuk menerbitkan buku itu.

Ketika wartawan media Ahlulbait Indonesia mengungkapkan keheranannya atas begitu banyaknya buku tersebut di tangan teroris yaitu berjumlah 310 buah dan terdapat dalam 2 kardus, Amidhan menegaskan “Ndak apa-apa, bahkan walaupun seandainya ditemukan buku sebanyak setengah juta, itu pun tidak ada masalah. Karena tidak ada kaitanya dengan terorisme.”

Wartawan media Ahlulbait Indonesia mecoba terus menggali informasi perihal buku tersebut. Namun KH. Amidhan tidak mau lagi membahasnya lebih jauh, dan berulangkali menolak untuk membicarakan buku tersebut. Padahal di sisi lain, buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia,“ itu tidak ada stempel seperti buku-buku pedoman milik MUI yang terdapat di perpustakaan MUI.”

Sementara Noor Huda Ismail, pengamat terorisme sekaligus penulis buku “Temanku Teroris,” ketika diwawancarai oleh wartawan media Ahlulbait Indonesia menjelaskan bahwa, terorisme yang ada di Indonesia saat ini memiliki pola yang berbeda-beda. Menurutnya, terdapat tiga level teror yang terjadi di Indonesia, yaitu:

Level Individu: Motif dalam teror ini cukup banyak, salah satunya adalah Ideologi sebanyak 10%.
Kemudian beranjak ke level Kelompok: Motif level ini, lebih didasari oleh motif balas dendam, yang biasa disebut oleh para teroris dengan sebutan Jihad Fa’i. Setelahnya lagi, Level Konteks: Motif pada level ini adalah menarik sengketa di negara lain sebagai pembenaran untuk melakukan aksi teror di negeri tersebut.

Ketika berbicara seberapa penting sih pengaruh buku pada teroris? Noor Huda Ismail menjelaskan bahwa ada dua hal untuk menjelaskannya, yaitu apakah realita membentuk ide atau ide membentuk realita. Kedua hal tersebut bisa dipakai sekaligus, seperti yang pernah ikut Konflik di Ambon ataupun Poso, realita lah yang membentuk ide mereka menyerang. Tapi kemudian ada juga yang melihat film, mendengar ceramah atau membaca buku yang kemudian tergerak untuk melakukan aksi teror. Nah, ini yang disebut ide membentuk realita.

Mengenai buku “Mengenal dan Mewaspadai penyimpangan Syiah di Indonesia” yang ada di tangan para teroris ketika ditangkap, hal ini mengkawatirkan bagi Noor Huda Ismail. Seolah menarik konflik di Suriah dengan Isu bahwa Bashar al-Assad adalah Syiah dan Jabhar al-Nusra adalah Sunni ke konflik di Indonesia.

Menurut Noor Huda, saat ini ada pergeseran serangan kelompok teroris dari yang awalnya menyasar aparat keamanan, kini bergeser ke isu sektarian dan menyerang kelompok lain yang salah satunya adalah Syiah. Seperti halnya yang terjadi di Solo, ketika eskalasinya kian meningkat maka pada saat itulah sebenarnya masyarakat perlu diedukasi bahwa muslim Syiah yang ada di Indonesia itu tidak ada kaitannya dengan muslim Syiah yang ada di luar sana.

Hal ini terlihat jelas pada beberapa narasi di situs yang ada di internet. Betapa senjumlah kelompok teroris menunjukan kebenciannya yang begitu menggumpal terhadap Syiah. Sehingga hal semacam ini sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah.

“Pertempuran Sunni-Syiah itu nggak mutu,” jelas Noor Huda. Dia juga menghimbau pemerintah agar fokus pada penegakan hukum legal formal dan jika kelompok-kelompok tersebut sudah mengadvokasi kekerasan, menurutnya, pemerintah harusnya berani untuk menangkapnya.

“Bila mereka menganjurkan pembunuhan, misalnya “Bunuhlah Syiah.” Nah, itu memang seharusnya ya udah ditangkap, karena memang dia kan udah melakukan pelanggaran, bila seperti itu,” tegas Noor Huda.

Sementara itu pengamat teroris yang lain, Najib Azca yang juga penulis buku “After Jihad” menjelaskan fenomena maraknya terorisme yang ada di Indonesia saat ini sejalan dengan semakin tersedianya referensi terbuka atau Open Souce yang cukup luas. Baik itu dalam bentuk buku-buku ataupun dalam bentuk website di internet. Hal ini memudahkan setiap orang untuk mengakses sumber-sumber informasi yang mampu memicu tindakan terorisme.

Najib Azca menjelaskan bahwa pada saat ini pola rekrutmen teroris di Indonesia sudah mengalami pergeseran yang sangat nyata. Para teroris tidak lagi melakukan training dan pencucian otak dengan cara tatap-muka di tempat-tempat tersebunyi seperti yang dulu sering dilakukan. Saat ini, generasi teroris baru menggunakan sumber terbuka seperti buku-buku dan internet yang mampu merangsang untuk melakukan aksi teror.

Saat ini teroris semakin sadar untuk memanfaatkan instrumen-instrumen teknologi terbaru dan secara sistematis mejadikan instrumen teknologi guna memberi materi radikalisasi bagi teroris untuk mempengaruhi orang, agar melakukan tindakan radikal dan hal ini terbagi dalam dua level.
Level pertama adalah materi yang mampu merubah cara berfikir pembaca dan memberika pengaruh yang kuat sehingga pembaca menerima sebuah ide atau gagasan tertentu, sebagai sebuah pembenaran untuk melakukan aksi teror. Dalam materi pertama ini, mengubah seseorang yang belum mendukung aksi terorisme, berubah menjadi mendukung terorisme.

Pada level kedua adalah materi bagi mereka yang telah melewati level pertama, maka langkah selanjutnya adalah bagaimana melakukan aksi teror tersebut. Dalam level kedua inilah yang menjelaskan naskah yang bersifat teknis. Materi-materi yang ada sekarang, sudah mengarah pada level yang kedua ini, salah satu contohnya adalah “How to Do Terror” atau “How to Make Bomb from your Mom’s Kitchen” yang diterbitkan oleh Al-Qaida pada tahun 2010.

Menurut Najib Azca buku panduan “Mengenal dan Mewaspadai penyimpangan Syiah di Indonesia” tergolong bagian dari level pertama, yaitu bagaimana mengubah pandangan seseorang menjadi bercorak radikal ataupun intoleran terhadap pandangan-pandangan lain yang berbeda dalam beragama, yang dianggap menyimpang. Ini adalah bagian dari proses untuk mengkampayekan pandangan-pandangan intoleran melalui berbagai cara yang salah satunya adalah melalui internet dan juga melalui penerbitan buku-buku seperti itu.

Buku “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia” akan menjadi propaganda bagi penganut paham keagamaan yang bersifat radikal dan intoleran, sehingga akan memberi pembenaran bagi sebuah kelompok untuk melakukan tindakan tertentu terhadap kelompok lain yang dianggap menyempal dari pandangan keagamaan yang mereka miliki.

Di akhir wawancara via telpon Najib Azca mengharapkan agar MUI lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya kepada publik dan agar lebih peka melihat situasi dan kondisi di tengah masyarakat.

“MUI harus lebih arif lagi dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataannya kepada publik,.sehingga pernyataan-pernyataan MUI tidak dapat digunakan oleh kelompok radikal tertentu sebagai landasan untuk melakukan tindakan teror terhadap kelompok lain.” (Lutfi/Yudhi)

sumber: http://beritaprotes.com/2014/01/meng...arang-teroris/http://ahlulbaitindonesia.org/berita...arang-teroris/

Quote:


Mampir juga di trit anti radikalisme, terorisme, dan takfiri ane yg laen, gan... emoticon-Big Grin
Quote:
Diubah oleh iisengi 18-01-2014 05:09
0
6.9K
103
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.