BOGOR – Peniadaan lembaga legislatif (DPRD) di tingkat kota/kabupaten yang disampaikan Guru Besar Hukum Pemerintahan Daerah Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) dalam pengukuhannya di Unsoed Puwokerti, Jawa Tengah, pada (4/3) lalu mengundang tanggapan dari sejumlah anggota dewan di Kota Bogor. Meskipun gagasan pembubaran tersebut untuk menghemat anggaran, Ketua DPRD Kota Bogor Mufti Faoqi mengaku bahwa pendapat tersebut harus ada dasar hukumnya.

Selain itu, dari pemikiran pakar lain juga ada yang mengatakan bila keberadaan DPRD Kota/Kabupaten justru membuat sistem pemerintahan yang ada menjadi lebih baik. ”Ya itu kan pendapat pakar, jadi silakan saja. Tapi perlu diketahui bahwa sistem yang kita anut saat ini sudah baik,” ungkapnya.

Dengan keberadaan DPRD kota/kabupaten, tambah Mufti, maka seluruh program pemerintah kota (pemkot) bisa diawasi. Jika saja lembaga legislatif ini dibubarkan, maka akan semakin banyak penyimpangan yang terjadi. ”Sampai sekarang kelembagaan DPRD masih strategis. Saya kira sehebat-hebatnya pengawasan masih ada yang menyimpang, apalagi kalau tidak ada yang mengawasi,” terang politisi Partai Demokrat ini.

Sementara mengenai penghematan anggaran, menurut Mufti, setiap program yang berjalan disediakan pos anggaran untuk pengawasan. DPRD Kota Bogor mendapat anggaran dari APBD senilai 2,5 persen. ”Saya kira wajar-wajar saja dari APBD 2,5 persennya untuk mengakomodasi kebutuhan dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan. Sebab, setiap kegiatan memang ada posnya,” tegasnya.

Untuk meningkatkan fungsi pengawasan anggota dewan terhadap kinerja pemkot, maka diperlukan perbaikan menyeluruh, mulai dari sistem manajemen pengelolaan pemerintahan, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan penegakan hukum. ”Semua itu harus saling mendukung. Kalau kemudian salah satu lemah, pasti ada yang lose dan tidak bisa hanya sebagian yang diperbaiki,” ujarnya. (feb/b/rif/py)

Harian Metropolitan