Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

madame.ox9Avatar border
TS
madame.ox9
AKSI Para Koboy Di Sampit
USANTARA
Bentrok Antara Aparat
Insiden "Para Koboi" di Pelabuhan Sampit
Palangkaraya, 1 Maret 2001 00:14
PALANGKARAYA kemarin dicurahi hujan deras.
Bara yang masih tersisa di ibukota Kalimantan
Tengah itu mulai terpadamkan. Meski beberapa
pembakaran baru masih terjadi. Namun
bentrokan antar aparat di Pelabuhan Sampit
Selasa (27 Februari) petang membuat suasana
yang mulai tenang itu terganggu.
Warga masih ketakukan ke luar dari rumah.
Sehingga denyut kehidupan belum berjalan
normal. Pasar yang menjadi pusat perekonomian
belum ada yang buka, angkutan kota juga hanya
sedikit yang berani turun ke jalan. Beberapa toko
sudah mulai buka. Namun suasana semakin
terasa mencekam.
Akibat bentrok antara polisi dan tentara itu,
pengamanan di Palangkara terlihat jadi kendor.
Jumlah aparat yang berjaga di beberapa sudut
kota terlihat menjadi lebih sedikit. Raut muka
beberapa aparat di jalan terlihat lebih tegang.
Sepertinya ada kecurigaan diantara polisi dan
tentara.
Tapi suasana lebih mencekam sangat terasa di
Sampit. Meski kemarin siangtak terdengar ada
letusan senjata antara kedua pasukan yang
bertanggungjawab menjaga keamanan tersebut
toh kedua pasukan seperti saling berjaga-jaga
terhadap kemungkinan ada serangan dari
kelompok lain. Apalagi tersiar kabar di masyarakat
bahwa akibat baku tembak tersebut telah
menewaskan belasan orang aparat dan warga
sipil.
Yang terlihat menjadi korban adalah para
pengungsi. Mereka yang ketakutan akan diserang
dan menunggu kapal dengan tidak sabar itu
hingga kemarin pagi ditinggalkan oleh polisi yang
biasa menjaga mereka. Padahal di Pelabuhan
Sampit masih ada sekitar 10.000 pengungsi yang
masih menungggu evakuasi.
Aksi tembak menembak antar aparat itu,
menurut Kepala Dinas Penarangan Polda
Kalimantan tengah Andi Silvie, sebenarnya hanya
kesalahpahaman. Sekitar pukul 12.00 (Selasa, 27
Februari) itu Pelabuhan Sampit sedang sibuk
karena sebuah kapal akan mengakut pengungsi.
Mulai anak-anak hingga nenek-nenek berebut
untuk bisa ikut dalam pelayaran yang akan
membawa mereka ke Surabaya. Petugas yang
menjaga di pintu masuk adalah tentara. Tiba-tiba
masuk tiga buah truk yang mengakut pengungsi
dengan dikawal oleh polisi. Mereka meminta ijin
untuk diprioritaskan masuk ke kapal.
Entah dari mana datangnya tiga truk itu, karena
yang diutamakan masuk itu adalah rombongan
yang datang dari tempat penampungan di rumah
dinas Bupati Sampit. Polisi itu berteriak, bahwa
ada beberapa orang yang telah beberapa hari
tidak makan, karena itu minta agar didahulukan
naik. Tentara yang berjaga masih belum memberi
ijin.
Tiba-tiba ada pengungsi yang histeris dari dalam
kapal. Kepanikan menular pada orang-orang di
dalam truk. DI tengah hiruk-pikuk itu tiba-tiba
terdengar rentetan tembakan. "Polisi di truk
menembakan senapannya ke udara," kata Andi
Silvie. Mungkin maksudnya untuk menenangkan.
Tapi tindakan itu dinilai berlebihan oleh tentara
yang menjaga pintu. Polisi tersebut ditegur oleh
tentara. Tapi dia tak mau terima, mereka saling
melotot. Mata memantik emosi dan di tangan
mereka ada senjata. "Entah siapa yang mulai
duluan, tiba-tiba senjata di tangan mereka ikut
menyalak," kata Andi. Suasana jadi kacau.
Hingga sekitar pukul 15.00 di Pelabuhan Sampit
"para koboi" itu saling tembak. Ribuan pengungsi
tentu tambah panik. Korban berjatuhan dari
kedua belah pihak, termasuk beberapa
pengungsi yang tidak bersenjata itu. Setelah
sempat terhenti, Selasa malam, beberapa
anggota tentara melakukan serangan ke kantor
Polres Sampit. Kembali "para koboi" itu beraksi.
Para korban itu aksi baku tembak tersebut malam
itu juga diangkut ke Banjarmasin, di Kalimantan
Tengah. Para korban itu ditempatkan di dua
rumah sakit. Dua orang perwira Polisi dirawat di
Rumah Sakit Sari Mulia sedangkan tujuh prajurit
TNI dan seorang warga sipil dibawa ke Rumah
Sakit Tempat Perawatan Tentara (RS TPT) dr.
Suharsono.
Hingga kemarin sore, sudah tercatat dua orang
tewas dalam aksi tersebut. Satu orang yang
tewas tersebut adalah pengungsi asal Madura
yang tidak berdosa--belum diperoleh keterangan
pasti identitas yang meninggal di tempat
tersebut. Sedangkan satu lagi adalah Letnan
Satu . A.N. Aprianto. Perwira menangah angkatan
darat itu adalah Kepala Seksi Intel Batalyon 631/
Antang, Palangka Raya. Jenazah Aprianto kemarin
telah diterbangkan dari Palangkaraya ke
kampunnya di Madiun, Jawa Timur.
Sementara di Rumah Sakit Mulia terbaring dua
perwira menengah polisi. Kepala Direktorat
Sabhara Polda Kalteng, Komisaris Besar Pol. Drs.
Toto Suprapto kemarin masih terbaring lemah
dengan luka di lambung. Rabu dinihari para
dokter di rumah sakit itu berhasil mengangkat
proyektil peluru dari perut Toto.
Sementara Komisaris pol. Drs. Bobianto, masih
menunggu persetujuan untuk dioperasi. Sebuah
proyektil tersangkut di bagian pinggang (persis di
atas patat) Komandan Bataliyon Brimob Kelapa II
Jakarta tersebut.
Kondisi Bobianto, menurut Wakil Poltabes
Banjarmasin, Ajun Komisaris pol Drs. Yusrizal Koto,
terus membaik. "Malah sudah ingat dengan saya,
jadi tidak benar kalau dilaporkan keadaannya
memburuk," ujar Koto usai menjenguk korban.
Sementara di Rumah Sakit Tempat Perawatan
Tentara (RS TPT) dr. Suharsono Banjarmasin,
empat anggota TNI dan seorang warga sipil,
korban baku tembak itu, juga masih akan
menjalani operasi guna mengeluarkan proyektil
maupun proses penyembuhan luka.
Ke-empat korban tersebut adalah Pratu Napsul
dan Kopda Kosasih dari Batalyon 621/Manuntung,
Barabai, Kalimantan Selatanl, kemudian Pratu
Roni Sara dari Batalyon 631/Antang, Palangka
Raya, dan Sertu Syamsul dari Kodim 1015
Sampit. Masih ada tiga anggota TNI berasal dari
Batalyon 612 Modang/Balikpapan. Belum
diketahui identitas ketiganya karena hingga Rabu
sore masih dalam perjalanan dari Sampit menuju
Banjarmasin.
Jadi secara keseluruhan korban yang dianggap
terluka serius dan dibawa ke Banjarmasin dari
pihak TNI ada 7 orang.
Kepala Penarangan Korem 101/Antasari
Banjarmasin, Kapten Drs. Sumarwan,
membenarkan soal perawatan korban baku-
tembak tersebut.
"Kami telah menyiapkan delapan anggota TNI
untuk diambil darahnya (donor) guna mengatasi
kekurangan darah para korban, termasuk untuk
kebutuhan selama operasi," ujarnya. Namun
Sumarwan belum bisa memberikan penjelasan
kondisi para korban yang telah dirawat di RS TPT
dr. Suharsono sejak Rabu dini hari itu.
"Kejadian itu hanya salah pengertian," kata
Kepala Pusat Penerangan TNI Marsda Graito
Usodo. Toh Graito mengakui dalam kejadian itu
aparat keamanan telah melakukan tindakan yang
melanggar prosedur. Tapi lanjutnya, peristiwa itu
tak lepas dari suasana emosional, dan beban
psikis yang berat dan suasana tegang di tempat
kejadian tersebut.
Namun ada rumor bahwa pemaksaan sekelompok
pengungsi untuk diangkut itu tak lepas dari
permainan uang di kalangan petugas kepolisian.
Beberapa pengungsi ditawari untuk dikapalkan
lebih dulu bila memberikan sejumlah uang
kepada petugas.
Kemungkinan itu tidak ditampik oleh Kepala
Pusat Penerangan Markas Besar Polri Inspektur
Jenderal (Pol) Didi Widayadi Widayadi.
"Itu masih dalam penyelidikan dan pengecekan.
Sebab itu kami akan kirimkan Direktur Intel Polri
Brigjen Pol. Wahyu Saronto untuk menyelidiki
benar atau tidaknya isu tersebut," kata Didi
Widayadi.
Yang jelas lanjut Didi antara Polri dan TNI telah
dicapai kesepakatan untuk menuntaskan "insiden
koboi-koboi-an di Pelabuhan Sampit" tersebut.
"Telah dibentuk Tim Gabungan TNI dan Polri
untuk menyelidiki kasus tersebut," kata Didi
kemarin siang.
Tim Gabungan ini nampaknya baru sekali ini
dibentuk. Karena dua instansi yang tugasnya
mengamankan rakyat tersebut belum setahun ini
menjadi lembaga terpisah. Dulu mereka berada
dalam payung Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI). Tapi dalam Sidang MPR Agustus
Tahun lalu keduanya dipisahkan.
Selain Tim gabungan, lanjut Didi, Mabes Polri juga
menerjunkan tim balistik dan forensik ke
Kalimantan Tengah. Tim ini akan diterjunkan
untuk menyelidiki penyebab penembakan, serta
mencermati karakter proyektil, sudut tembak di
lokasi kejadian. "Kita ingin tahu arah tembakan
dan senjata yang digunakan, sebab dari situlah
bisa diketahui bagaimana peristiwa yang
sebenarnya, dan siap yang melakukan
penembakan," kata Didi.
Tim tersebut mudah-mudahan akan
menyelesaikan insiden tersebut. Bagaimana
dengan masalah pengamanan para pengungsi
dan menghentikan aksi kekerasan di Kalimantan
Tengah. "Sistem pengamanan di Sampit telah
dilokalisir," kata Graito. Jadi, lanjutnya, polisi
diserahi tugas mengamankan daerah A dan TNI
mengamankan daerah B.
Selesai? Tentu tidak. Bagaimana mereka yang ada
diperbatasan daerah A dan B. Mungkinkah terjadi
aksi koboi-koboi-an lagi kalau mereka yang dua-
duanya bersenjata itu bertemu. Apakah ada
dendam diantara mereka, karena ada komandan
yang terkapar dan tewas dari kedua kelompok.
Menurut penasihat Kontras Munir SH, masalah
baku tembak antara tentara dan Polisi tak bisa
diselesaikanhanya hanya di lapangan. "Ini
masalah rivalitas antar angkatan. Masalah ego
dan kecemburuan dua kelompok yang sama-
sama menenteng senjata," kata Munir.
Kasus serupa, lanjutnya, terjadi di banyak
tempat. "Di Aceh juga terjadi tembak-menembak
terbuka antara polisi dengan tentara, begitu juga
Irian, di Ambon," katanya. "Jadi masalah ini harus
diselesaikan di Jakarta," kata Munir.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI
Endriartono Sutarto juga menyatakan bahwa
pimpinan TNI dan Polri perlu duduk satu meja.
"Bentrok anggota TNI dan polisi di Sampit
disebabkan oleh doktrin dan tabiat TNI yang
berbeda dengan Polri," kata KSAD di Bandung
kemarin, usai melantik Komandan Seskoad yang
baru Mayjen TNI Suadi Atma di Mako Seskoad Jl
Gatot Subroto, Bandung.
Karena itu, menurut Endriartono Sutarto, perlu
aturan main yang jelas antara kedua badan ini
jika terlibat dalam satu operasi. "Bila aturan main
itu ada maka tidak perlu jatuh korban seperti
bentrok antara TNI dan Polri di Sampit," katanya.
Saat ini, lanjut Endriartono, ada kegamangan
ketika dalam satu operasi ada dua kekuatan.
�Apalagi, dulu operasi penanggulangan
gangguan keamanan dipegang oleh TNI. Jadi
wajar saja jadi kurang mulus, karena ini lagi
dalam masa transisi,� katanya.
Transisi boleh saja, tapi tabiat memang perlu
diubah kalau situasi sudah berubah. Jangan
sampai karena soal ego antara kesatuan rakyat
menjadi korban. Tugas pengamanan yang
seharusnya dilakukan jadi terbaikan. Padahal
hingga kemarin, menurut Kapuspen Polri Irjen
Didi Widayadi, jumlah korban kerusuhan etnis di
Kalimantan Tengah itu telah mencapai 469 jiwa.
Jangan sampai bertambah lagi korban sia-sia
dengan aksi koboi-koboi-an. Apalagi kalau rakyat
jatuh korban lebih banyak lagi, karena tugas
pengamanan terabaikan. Bagaimanapun ini
adalah pelajaran pahit bagi tentara dan polisi.DH

---------------------------------------------------------------------
Dikutip dari gatra.com.
Sepuh-sepuh disini ada yang tau kronologinya dengan benar?coz sampai sekarang masih simpang siur. Termasuk penyebab gugurnya kapolda disana.
Menunggu pencerahan
0
15.5K
51
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer
MiliterKASKUS Official
20KThread7.3KAnggota
Urutkan
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.