- Beranda
- Pilih Capres & Caleg
Jangan PILIH RIDWAN KAMIL!!!!! jadi Capres
...
TS
w4nderer
Jangan PILIH RIDWAN KAMIL!!!!! jadi Capres
Kalo menurut Ane, Ridwan Kamil jangan digoda jadi Capres deh Gan.
biarkan dia bereskan Bandung dulu.
Warga Bandung juga pasti ga rela melepas dia.
Kalo menurut Agan?
Kang Emil Dan Gelombang Kepemimpinan Baru
ISi
biarkan dia bereskan Bandung dulu.
Warga Bandung juga pasti ga rela melepas dia.
Kalo menurut Agan?
Kang Emil Dan Gelombang Kepemimpinan Baru
ISi
Spoiler for Isi Berita:
Den Haag - Bersyukur sekali bahwa malam itu saya bersama Paguyuban Sunda Nederland memiliki kesempatan bertemu langsung dengan Walikota Bandung Ridwan Kamil (Kang Emil) di sela-sela kegiatannya yang padat. Dalam enam hari Kang Emil harus menempuh perjalanan di 3 negara dan 8 kota, serta menjalankan 12 agenda, antara lain kesepakatan dana CSR senilai Rp 1,7 triliun dari beberapa perusahaan di Belanda dan Prancis, penjajakan ke perusahaan H-Bahn (monorail gantung) di Jerman, penandatanganan kerjasama dengan konsultan terkemuka PriceWaterhouseCooper untuk menjadi mitra Bandung, kerjasama kebudayaan dengan pemerintah Prancis, serta berpartisipasi pada pameran wisata Utrecht di mana 150 orang langsung memesan wisata ke Bandung.
Belum termasuk agenda yang sifatnya informal seperti pertemuan dengan kami, PPI Belanda, PPI Perancis, serta Jejaring Diaspora Indonesia di Belanda. Jangan dibayangkan jika itu semua dilakukan dalam satu rombongan kerja yang besar. Kang Emil hanya ditemani 2 orang staf ahli dan 1 orang asisten pribadi, mirip tim pasukan elit komando, yang bekerja cepat, dalam satuan kecil, senyap, dan mematikan.
Kang Emil menceritakan mimpinya untuk menjadikan Bandung liveable and loveable city. Dan saat ini tantangan Bandung adalah infrastruktur, pelayanan publik, serta pola pikir dan kebiasaan warganya. Kang Emil adalah bagian dari gelombang baru kepemimpinan Indonesia yang muncul dari daerah yang sama-sama memiliki ciri meritokratis yaitu progresif, mengandalkan kinerja bukan pencitraan, serta gaya kepemimpinan egaliter dan dekat dengan rakyat bukan kepemimpinan feodal dan berjarak. Sebelumnya kita mengenal kepemimpinan serupa seperti pada sosok Bu Risma di Surabaya, Pak Jokowi di Solo, atau Bu Rustriningsih di Kebumen.
Saya mencatat ada tiga hal yang menjadi kunci bagaimana Kang Emil kini menjadi sosok yang dicintai oleh warganya. Pertama, memimpin ialah menjadi hatinya masyarakat. Tak akan sanggup orang bekerja sekeras itu, jika bukan didorong oleh niat berbuat ikhlas untuk masyarakat. Salah satu hadits yang sering dikutip oleh Kang Emil adalah, Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk sesamanya. Selain keikhlasan, cinta adalah energi tak terbatas yang menjadikan seorang pemimpin rela berkorban untuk kebaikan warganya. Saya teringat ucapan Kang Emil mengenai cintanya pada Bandung, Buat saya Bandung bukan sekedar tempat, tetapi perasaan. Barangkali ini adalah alasan mengapa Kang Emil masih aktif menjawab mention-mention di Twitter. Nampaknya buat dia menyapa warganya bukanlah beban melainkan adalah sebuah kebutuhan, seperti orang sedang kasmaran.
Kedua, memimpin ialah menjadi kepalanya masyarakat. Kepala adalah simbol dari akal, kecerdasan, dan efektifitas. Kecerdasan Kang Emil bisa terlihat dari bagaimana dia gesit memanfaatkan jejaringnya dalam mencari sumber-sumber pendanaan alternatif di luar APBD. Karena sekadar menggunakan dana yang ada tidak akan cukup dalam mewujudkan rencana- rencananya. Turun ke lapangan adalah hal penting, tetapi belum cukup. Seorang pemimpin hendaknya mengetahui titik-titik ungkit (leverage) di mana dengan satu usaha yang sama bisa menghasilkan keluaran berkali-kali lipat. Di sini pentingnya kompetensi dan membangun tim, sehingga Bandung beruntung memiliki walikota, yang juga berlatar belakang tatakota.
Jika pun seorang pemimpin tak memiliki kompetensi teknis di bidangnya, karena tak mungkin ada pemimpin yang menjadi spesialis dalam semua hal, maka kuncinya ada pada pilihan siapa yang menjadi orang-orang terdekatnya. Bersiaplah sejak awal untuk mengakhiri jabatan dengan kegagalan jika orang-orang yang dipilih sekadar tim hore yang bermental asal bapak senang (ABS), penjilat, dan bermuka dua. Titik paling krusial dari sebuah kepemimpinan adalah seberapa baik timnya. Mereka haruslah orang yang kompeten, sevisi, dan tentu saja berintegritas bahkan berani mengatakan pendapat berbeda.
Ketiga, memimpin ialah menjadi tulang punggungnya masyarakat. Pada akhirnya semua rencana, kolaborasi, dan kepemimpinan kolektif harus diwujudkan dalam kerja. Kang Emil memberi contoh bagaimana pemimpin juga harus memperhatikan yang detail dan konkrit. Misalnya program-program tematik harian kota Bandung: Senin Bis Gratis, Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, dan Jumat bersepeda. Bagi saya sebetulnya ini bukan program strategis dan krusial, namun pesan yang penting ialah semua warga bandung merasa terlibat dalam membangun kotanya, serta dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang baiklah hal yang besar bisa dicapai.
Terakhir, saya tidak percaya sosok seperti Kang Emil merupakan ratu adil atau juru selamat yang turun dari langit. Kang Emil adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat. Menjadi bagian dari kita dan sama-sama merasakan susah senangnya. Oleh karena itu pemimpin tetap harus diingatkan dan diberi masukan. Termasuk ada satu pertanyaan yang saya lupa tanyakan pada beliau malam itu terkait apa kompensasi yang harus diberikan untuk program CSR perusahaan- perusahaan Belanda dan Prancis tersebut?
Bagaimanapun Kang Emil adalah sosok yang sama seperti kita yang memiliki kehidupan dengan keluarga, cita-cita, dan hobinya. Yang membedakan ialah Kang Emil punya mimpi yang besar untuk Bandung dan mau keluar dari zona nyamannya sebagai arsitek papan atas dan dosen di kampus elit untuk mau bobolokot ngesang beberes Bandung. Yuk, siapa mau ikut menjadi bagian dari gelombang baru ini?
Keterangan Penulis: Penulis adalah pelajar Indonesia di TU Delft, anggota Keluarga Besar Paguyuban Sunda Nederland
Belum termasuk agenda yang sifatnya informal seperti pertemuan dengan kami, PPI Belanda, PPI Perancis, serta Jejaring Diaspora Indonesia di Belanda. Jangan dibayangkan jika itu semua dilakukan dalam satu rombongan kerja yang besar. Kang Emil hanya ditemani 2 orang staf ahli dan 1 orang asisten pribadi, mirip tim pasukan elit komando, yang bekerja cepat, dalam satuan kecil, senyap, dan mematikan.
Kang Emil menceritakan mimpinya untuk menjadikan Bandung liveable and loveable city. Dan saat ini tantangan Bandung adalah infrastruktur, pelayanan publik, serta pola pikir dan kebiasaan warganya. Kang Emil adalah bagian dari gelombang baru kepemimpinan Indonesia yang muncul dari daerah yang sama-sama memiliki ciri meritokratis yaitu progresif, mengandalkan kinerja bukan pencitraan, serta gaya kepemimpinan egaliter dan dekat dengan rakyat bukan kepemimpinan feodal dan berjarak. Sebelumnya kita mengenal kepemimpinan serupa seperti pada sosok Bu Risma di Surabaya, Pak Jokowi di Solo, atau Bu Rustriningsih di Kebumen.
Saya mencatat ada tiga hal yang menjadi kunci bagaimana Kang Emil kini menjadi sosok yang dicintai oleh warganya. Pertama, memimpin ialah menjadi hatinya masyarakat. Tak akan sanggup orang bekerja sekeras itu, jika bukan didorong oleh niat berbuat ikhlas untuk masyarakat. Salah satu hadits yang sering dikutip oleh Kang Emil adalah, Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat untuk sesamanya. Selain keikhlasan, cinta adalah energi tak terbatas yang menjadikan seorang pemimpin rela berkorban untuk kebaikan warganya. Saya teringat ucapan Kang Emil mengenai cintanya pada Bandung, Buat saya Bandung bukan sekedar tempat, tetapi perasaan. Barangkali ini adalah alasan mengapa Kang Emil masih aktif menjawab mention-mention di Twitter. Nampaknya buat dia menyapa warganya bukanlah beban melainkan adalah sebuah kebutuhan, seperti orang sedang kasmaran.
Kedua, memimpin ialah menjadi kepalanya masyarakat. Kepala adalah simbol dari akal, kecerdasan, dan efektifitas. Kecerdasan Kang Emil bisa terlihat dari bagaimana dia gesit memanfaatkan jejaringnya dalam mencari sumber-sumber pendanaan alternatif di luar APBD. Karena sekadar menggunakan dana yang ada tidak akan cukup dalam mewujudkan rencana- rencananya. Turun ke lapangan adalah hal penting, tetapi belum cukup. Seorang pemimpin hendaknya mengetahui titik-titik ungkit (leverage) di mana dengan satu usaha yang sama bisa menghasilkan keluaran berkali-kali lipat. Di sini pentingnya kompetensi dan membangun tim, sehingga Bandung beruntung memiliki walikota, yang juga berlatar belakang tatakota.
Jika pun seorang pemimpin tak memiliki kompetensi teknis di bidangnya, karena tak mungkin ada pemimpin yang menjadi spesialis dalam semua hal, maka kuncinya ada pada pilihan siapa yang menjadi orang-orang terdekatnya. Bersiaplah sejak awal untuk mengakhiri jabatan dengan kegagalan jika orang-orang yang dipilih sekadar tim hore yang bermental asal bapak senang (ABS), penjilat, dan bermuka dua. Titik paling krusial dari sebuah kepemimpinan adalah seberapa baik timnya. Mereka haruslah orang yang kompeten, sevisi, dan tentu saja berintegritas bahkan berani mengatakan pendapat berbeda.
Ketiga, memimpin ialah menjadi tulang punggungnya masyarakat. Pada akhirnya semua rencana, kolaborasi, dan kepemimpinan kolektif harus diwujudkan dalam kerja. Kang Emil memberi contoh bagaimana pemimpin juga harus memperhatikan yang detail dan konkrit. Misalnya program-program tematik harian kota Bandung: Senin Bis Gratis, Selasa Tanpa Rokok, Rebo Nyunda, Kamis Inggris, dan Jumat bersepeda. Bagi saya sebetulnya ini bukan program strategis dan krusial, namun pesan yang penting ialah semua warga bandung merasa terlibat dalam membangun kotanya, serta dengan kebiasaan-kebiasaan kecil yang baiklah hal yang besar bisa dicapai.
Terakhir, saya tidak percaya sosok seperti Kang Emil merupakan ratu adil atau juru selamat yang turun dari langit. Kang Emil adalah pemimpin yang tumbuh bersama masyarakat. Menjadi bagian dari kita dan sama-sama merasakan susah senangnya. Oleh karena itu pemimpin tetap harus diingatkan dan diberi masukan. Termasuk ada satu pertanyaan yang saya lupa tanyakan pada beliau malam itu terkait apa kompensasi yang harus diberikan untuk program CSR perusahaan- perusahaan Belanda dan Prancis tersebut?
Bagaimanapun Kang Emil adalah sosok yang sama seperti kita yang memiliki kehidupan dengan keluarga, cita-cita, dan hobinya. Yang membedakan ialah Kang Emil punya mimpi yang besar untuk Bandung dan mau keluar dari zona nyamannya sebagai arsitek papan atas dan dosen di kampus elit untuk mau bobolokot ngesang beberes Bandung. Yuk, siapa mau ikut menjadi bagian dari gelombang baru ini?
Keterangan Penulis: Penulis adalah pelajar Indonesia di TU Delft, anggota Keluarga Besar Paguyuban Sunda Nederland
anasabila memberi reputasi
1
4.9K
Kutip
33
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Pilih Capres & Caleg
22.5KThread•3.1KAnggota
Terlama
Thread Digembok