Sejak perjanjian damai Tumbang Anoi masyarakat Dayak Kalimantan pada tahun 1894-1896, dahulu antara suku-suku Dayak terjadi peperangan hingga dicetuskan damai dalam perjanjian itu yg telah disidangkan secara maraton. Ketua penyelenggara adalah masyarakat Dayak Tumbang Anoi Kapuas Hulu, dipimpin seorang Damang bergelar Damang batu. Nah modern ini suku-suku Dayak yg tersebar di pelosok-pelosok Kalimantan bagian Barat, Timur, Utara, Selatan, dan Tengah telah banyak bermetamorfosa, muncul kekhawatiran akan lunturnya identitas budaya masyarakat Dayak Kalimantan ini khususnya, kemudian Dewan Adat Dayak Kalimantan mencetuskan Salam Persatuan sebagai simbol ikatan keluarga Dayak, sehingga dengan salam ini setidaknya menjadi ciri khusus keluarga besarnya dan secara resmi menjadi budaya daerah yg mutlak harus dilestarikan, berikut bunyi salamnya:

"Tabe salamat lingu nalantai
Salam sujud karendem malempang
Adil katalino basurat min kasuraga
Basengat kajubata".

Kemudian yg dikasih salam ngejawab dengan kalimat: "Haruuus".

Anda akan menemui salam seperti ini dalam setiap sambutan acara resmi maupun adat masyarakat Dayak Kalimantan, kamipun putra daerah wajib melestarikannya, dan jangan salah agan-aganwati sekalian yg mau bermukim di Kalimantan kudu hafal salam adat ini bukti penghormatan kepada pribumi.

Masyarakat Dayak Kalteng khususnya memiliki falsafah hidup yg luar biasa namanya Falsafah "Hum Betang".
Huma artinya rumah, Betang artinnya panjang/besar.
Beberapa keluarga hidup dalam satu rumah besar dan bergotong royong bahu-membahu menyambung hidup.
Di sisi lain falsafah Hum Betang juga memiliki banyak sudut pandang terhadap kehidupan baik tentang hubungan dengan alam, hubungan dengan manusia, dan hubungan dengan Tuhan.

Bersambung. . . . . .

Share pengalaman saja.
Salam Hampahari itah uras.